Mohon tunggu...
S Eleftheria
S Eleftheria Mohon Tunggu... Lainnya - Penikmat Literasi

***NOMINEE BEST IN FICTION 2023*** --- Baginya, membaca adalah hobby dan menulis adalah passion. Penyuka hitam dan putih ini gemar membaca tulisan apa pun yang dirasanya perlu untuk dibaca dan menulis tema apa pun yang dianggapnya menarik untuk ditulis. Ungkapan favoritnya, yaitu "Et ipsa scientia potestas est" atau "Pengetahuan itu sendiri adalah kekuatan", yang dipaparkan oleh Francis Bacon (1561-1626), salah seorang filsuf Jerman di abad pertengahan.

Selanjutnya

Tutup

Love Artikel Utama

Rindu, Wujud Ketidakkekalan Perasaan yang Menyiksa

17 Maret 2023   17:43 Diperbarui: 28 Maret 2023   02:15 498
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: rindu. (sumber: unsplash.com/@brett_jordan)

Betapa banyak orang merindukan keabadian di alam semesta ini, terutama dalam hal keterikatan kepada orang lain. 

Ketika sesuatu berjalan baik, tentu kita ingin bertahan dalam situasi tersebut selama mungkin; dan ketika terikat kepada orang-orang yang kita cintai, kita tidak ingin ikatan ini berakhir selamanya. 

Kenyataannya bahwa sirkulasi manusia di dunia ini mengalami hidup dan mati. Hal itulah yang menjadikan kita semua fana, tidak ada yang kekal, kecuali Sang Pemberi Kekekalan itu sendiri. 

Namun, jika menelisik lebih dalam, kita akan melihat bahwa pada hakikatnya ketidakkekalan ini justru merupakan sesuatu yang menarik. Nah, bagaimana kita bisa memandangnya demikian?

Sebagian besar kita pernah pada posisi mengucapkan selamat tinggal kepada seseorang yang kita sayangi. Ini karena siklus "hidup dan mati" tersebut bisa juga dimaknai sebagai "datang dan pergi". 


Perpisahan dengan seseorang, baik berupa putus cinta maupun terpisah karena kepindahannya ke tempat lain, bisa jadi sangat menyakitkan kita. 

Ketika terikat dengan seseorang, kita sering kali mengalami kesedihan disertai dengan perasaan melankolis yang tidak tertahankan. 

Akan tetapi, ketika melihatnya dari sudut pandang lain, apabila kita membayangkan kehadiran orang-orang yang kita cintai ini adalah permanen, itu artinya mereka selalu ada di sini dan tidak akan pernah lenyap.

Mereka tidak pernah lahir, tidak pernah mati, tidak akan berubah, statis, dan sepenuhnya dapat diprediksi. Maka apa daya tariknya?

Sebagai manusia, kita tertarik pada hal yang tidak berubah, apalagi jika itu adalah keadaan yang menyenangkan. 

Namun, dalam hubungan dengan orang lain, kita sesungguhnya terikat di hadapan alam semesta yang sepenuhnya di luar kendali, termasuk dengan diri kita sendiri. 

Inilah yang menjadikannya daya tarik yang mencangkup sifat perubahan atau ketidakpastian yang juga berarti bahwa manusia berubah: Manusia mengubah minat, mengubah preferensi, mengubah tempat tinggal, menua, sakit, dan mati. 

Daya tarik tersebut merupakan pengorbanan yang kita semua lakukan dalam ketidakaturan. Hal itu seharusnya juga merupakan alasan untuk kita sepenuhnya menikmati keberadaan orang-orang yang kita cintai saat bersama mereka. 

Kendati demikian, satu hal yang mesti kita ingat bahwa kita harus menerima, suatu hari, perubahan yang tidak terelakkan akan menghapus mereka dari hidup kita. 

Kita tidak boleh mengeluh tentang perubahan, karena tanpa perubahan tidak akan ada ketidakkekalan, dan tanpa kekekalan, sesuatunya tidak ada yang mungkin.

Hidup tidak datang dengan janji apa pun. Sang Pencipta bahkan melalui alam semesta telah memberi kita apa yang sepantasnya untuk dimiliki---dan kita tidak berhak atas apa pun keputusan-Nya, selain apa yang akan datang kepada kita. 

Ilustrasi wanita yang merindukan kehadiran seseorang. | by Pixabay
Ilustrasi wanita yang merindukan kehadiran seseorang. | by Pixabay

Ini mungkin terdengar agak kasar, tetapi alam tidak pernah menjanjikan kita hal-hal seperti hubungan stabil dan tahan lama atau lingkaran sosial yang besar. 

Mungkin pemikiran orang-orang membuat kita percaya bahwa kita pantas mendapatkan sejumlah wujud apa pun, dalam hidup kita, termasuk orang-orang tertentu, tetapi kenyataannya tidak demikian. 

Ketika merindukan seseorang, kita tidak puas dengan situasi kehilangan orang tersebut dalam hidup kita, apalagi setelah berpisah, terkadang kita merasa berhak untuk bersamanya sehingga ketidakhadirannya sangat mengganggu kita. 

Kendati demikian, dalam skema besar, kita tidak memiliki seseorang untuk benar-benar bersama kita---kebersamaan kita dengannya hanya berdasarkan giliran. Mungkin beberapa akan bertahan seumur hidup, tetapi sebagian besar hanya menunggu siklus datang dan pergi. 

Jadi, jika keadaannya seperti itu, menurut filsuf Stoic, Epictetus, kita harus memperlakukan hidup seperti pesta makan malam, yaitu dengan hanya menikmati apa yang kita peroleh dan menerima apa yang berlalu begitu saja.

Ulurkan tangan kita dan ambil bagian kita dengan tidak berlebihan. Lakukan ini sehubungan dengan anak-anak, istri, jabatan publik, kekayaan, dan kita pada akhirnya akan menjadi mitra yang layak untuk pesta para dewa. 

Mencintai seseorang berarti membebaskannya. Ketika orang-orang pergi dari hidup kita atau dengan cara lain terpisah dari kita, alih-alih berharap mereka kembali, kita juga bisa mencintai mereka tanpa pamrih. 

Jika hanya mencintai orang-orang karena apa yang dapat mereka lakukan untuk kita, yang dapat menjadi sesuatu yang sederhana seperti menemani kita, maka kita mungkin merindukan mereka. 

Sebagian lagi, karena kita kehilangan kegunaan mereka dalam hidup, misalnya, mereka membuat kita merasa baik dan menghibur kita, maka ketika semuanya hilang, kita lantas merasa tidak puas. Namun, saat keegoisan muncul, sebenarnya pernahkah kita bertanya kepada diri sendiri tentang apa yang sesungguhnya terbaik buat mereka? 

Apakah mereka menjauh dari kita demi kepentingan terbaik mereka? Apakah mereka, misalnya, pindah ke daerah lain untuk mengejar impian dan ambisi mereka? Jadi, hal yang harus kita pertanyakan adalah apa untungnya bagi mereka, bukannya apa untungnya bagi kita.

Kehidupan mereka bisa jadi lebih baik dari yang sekadar kita rasakan dan itu seharusnya menjadi alasan kita untuk berbahagia bagi mereka. 

Jika keadaan mereka tidak demikian, kita setidaknya bisa mendoakan yang terbaik untuk mereka kendati kita tidak bersama mereka dan tidak mendapatkan apa pun dari mereka. Dengan cara itu, kita dapat menerima keinginan tanpa syarat agar semua makhluk hidup bahagia. 

Cara paling langsung untuk menghadapi kehilangan seseorang adalah dengan mengalihkan perhatian kita ke masa kini. 

Ketika kita, misalnya, terfokus pada tugas yang ada atau membenamkan diri ke dalam percakapan dengan orang-orang, pikiran kita tidak akan tertuju pada orang yang kita rindukan. 

Biasanya, saat menghabiskan banyak waktu dan energi merindukan seseorang, kita terlarut dalam suasana hati pada kenangan masa lalu. 

Sebenarnya, tidak ada yang salah dengan ingatan, tetapi sesuatu yang sudah pergi tidak seharusnya mendikte perilaku kita untuk melakukan kegiatan hari ini. 

Jika tidak bisa melepaskan dan merindukan sesuatu yang tidak ada, masa kini kita akan tampak kelabu dan tak bernyawa. 

Keadaan tersebut bahkan seringkali membuat kita penuh dengan keputusasaan karena telah membuka pintu bagi masa lalu untuk kembali, yang tidak akan terjadi lagi. 

Jadi, untuk mengobati rasa rindu kepada seseorang yang kita sayangi, bahkan kita cintai, apalagi ini tidak saling menguntungkan, kita sebaiknya menerima kenyataan dan memfokuskan diri pada perhatian untuk masa kini agar tidak terlalu terikat terhadap perasaan yang tidak kekal tersebut. 

--- 

-Shyants Eleftheria, Life is a journey-

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun