Mohon tunggu...
SHINTA DEWI
SHINTA DEWI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Semua murid, semua guru ;)

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Kegagalan Mekanika Klasik dan Lahirnya Mekanika Kuantum

2 Desember 2022   00:30 Diperbarui: 2 Desember 2022   10:52 2650
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: https://www.danielnugroho.com/wp-content/uploads/2012/11/solvay-1927.jpg

Kegagalan Mekanika Klasik

Mekanika klasik yang selama ini kita ketahui dan pelajari dalam pelajaran SMA seperti materi kinematika dan dinamika mengenai gerak, ternyata memiliki beberapa kelemahan atau kecacatan, hal ini karena pembahasan mekanika klasik belum mampu menjawab beberapa fenomena-fenomena selanjutnya yang lahir dari pemikiran para ilmuwan pada akhir abad ke-19. 

Lantas jika dinyatakan gagal mengapa masih diajarkan hingga saat ini? Tentunya pertanyaan tersebut akan muncul dibenak kalian saat membaca ini, semoga bukan menjadi sebuah perdebatan baru, fisika klasik tetap dipelajari hingga saat ini karena teori yang berlaku dalam fisika klasik sudah berlaku dengan baik dan efektif memberikan penjelasan dengan pendekatan cara pandang terhadap alam semesta secara lebih sederhana sebelum mengenal dan memahaminya lebih luas dalam fisika kuantum. Istilah singkatnya, fisika klasik merupakan dasar yang perlu dipelajari sebelum mempelajari lebih lanjut mengenai fisika kuantum.

Beberapa kegagalan dalam mekanika klasik ialah mengenai teori relativistik klasik yang lahir dari transformasi Galileo dan hukum-hukum Newton tentang gerak, dimana pada teori relativistik klasik dijelaskan bahwa

  • Gerak itu relative
  • Ruang dan waktu mutlak
  • Setiap percobaan yang dilakukan dalam kerangka acuan (pengamatan) kita barulah bermakna fisika apabila dapat dikaitkan dengan percobaan serupa yang dilakukan dalam kerangka acuan mutlak (inersia).

Empat Persamaan Maxwell yang mendasari elektrodinamika klasik, sudah bisa meramalkan bahwa kecepatan gelombang elektromagnetik itu konstan (tidak bergantung pengamat) dan gelombang elektromagnetik merambat tanpa memerlukan medium. Hal tersebut memicu gejolak pemikiran para peneliti klasik saat itu karena para peneliti pada saat itu memahami bahwa semua gelombang merambat melalui medium dengan gerak bersifat relative.

Kemudian pada tahun 1887, Albert A. Michelson bersama dengan rekannya Edward Morley menemukan suatu cara untuk menyelidiki kebergantungan kecepatan cahaya terhadap pengamat. Hasil dari penyelidikan ini memberikan jawaban bahwasannya kecepatan cahaya adalah konstan (tidak bergantung pengamat). Menanggapi hal ini kemudian Lorentz berpikir bahwa jika kecepatan cahaya (gelombang elektromagnetik) itu konstan, maka transformasi Galileo tidak lagi dapat digunakan.

 Sehingga Lorentz merumuskan secara matematis sebuah transformasi baru dan ketika transformasi tersebut diterapkan maka berlaku bahwa kecepatan cahaya itu tidak bergantung pada pengamat. Selanjutnya transformasi Lorentz tersebut menjadi sebuah kerangka baru yang digunakan untuk menganalisis gerak-gerak yang mendekati kecepatan cahaya. Namun Lorentz masih meyakini bahwasannya eter itu ada.

Pada tahun 1905 Einstein mempublish 3 makalah, pada salah satu makalahnya Ia menjelaskan polemik yang tadi dan menjelaskan bahwasannya eter itu tidak ada, memperkenalkan relativitas khusus (Einstein) dan membantah relativitas klasik yang menyatakan ruang dan waktu itu mutlak karena ternyata ruang dan waktu itu relative ketika objek bergerak mendekati kecepatan cahaya. Atas hal ini diketahui bahwa kegagalan teori relativitas klasik ialah tidak berlaku pada kerangka non inersia dan tidak dapat menjelaskan terkait kecepatan cahaya.

Lahirnya Teori Kuantum

Gagasan klasik yang dipercayai sebelumnya menimbulkan perlombaan teori dan praktik diantara para ilmuwan, gagasan-gagasan tersebut yakni:

  • Alam semesta merupakan manifestasi dari sistem-sistem sederhana
  • Keadaan gerak bersifat sekuensial dan deterministic
  • Dapat mengukur dua hal dalam waktu bersamaan dengan ketelitian tinggi

Berawal pada tahun 1792, Josiah Wedgwood mengamati saat porselin dipanaskan di tungku maka akan memancarkan cahaya (warna). Ketika dicek tenyata porselin akan memancarkan warna yang sama saat suhunya sama. Ternyata hal ini terjadi tidak hanya pada porselen. Hal ini memacu para peneliti untuk menggali lebih dalam terkait warna dan suhu tersebut.

Kemudian Tahun 1879, Fisikawan Austria J. Stefan dan L. Boltzman melakukan eksperimen mengenai "benda hitam". Ketika dipanaskan bisa memancarkan radiasi dengan baik, ketika ada radiasi kepadanya menyerap radiasi tersebut dengan baik pula. Percobaan Stefan dan Boltzman diplot dalam bentuk grafik dan mencoba menyusun teori dengan mengkaitkan intensitas dengan temperatur (baru ini yang terjangkau) dan belum melihat bagaimana hubungannya dengan frekuensi dan besaran lain.

Tahun 1896, Fisikawan jerman Wilhelm Wien juga melakukan eksperimen radiasi "benda hitam" dan diperoleh persamaan yang memperlihatkan hubungan antara temperatur dan frekuensi. Namun ketika diplot tampilan grafiknya hanya berlaku untuk frekuensi besar (ultraviolet) sementara untuk frekuensi lain tidak berlaku. 

Wien mengemukakan bahwa spektrum benda berpijar adalah kontinyu, akan tetapi ada panjang gelombang pada spektrum yang berada pada intensitas yang paling besar. Panjang gelombang tersebutlah yang menentukan warna pijar pada benda. Wien menjelaskan bahwa panjang gelombang pada intensitas maksimum akan bergeser ke panjang gelombang yang lebih pendek (ke frekuensi yang lebih tinggi apabila suhunya semakin meningkat).

Tahun 1900, dua Fisikawan Inggris L. Reyleigh dan S.J Jeans juga melakukan eksperimen radiasi benda hitam. Mereka berhasil memplot grafik hubungan temperatur dan frekuensi (menggunakan teori klasik Maxwell-Boltzman). Namun ternyata setelah diplot grafiknya dan dibandingkan dengan eksperimen tidak berlaku untuk frekuensi besar (ultraviolet).

Pada tahun yang sama, yakni 1900 Max Planck mendapat pelajaran berharga dari sepotong roti saat sarapan pagi, kemudian Ia memperkenalkan ide bahwa energi radiasi benda bukan kontinyu (tidak dapat putus), akan tetapi dapat dibagi-bagi menjadi beberapa paket atau kuanta yang kemudian disebut foton. Ide ini secara khusus digunakan untuk menjelaskan sebaran intensitas radiasi yang dipancarkan oleh benda hitam. Atas gagasan mengenai kuanta (kuantum) energi ini kemudian Planck mendapatkan hadiah nobel.

Selanjutnya gagasan baru terus-menerus datang dari para ilmuwan, diantaranya yaitu Albert Einstein pada 1905 berhasil menjelaskan efek fotolistrik dengan menggunakan teori kuanta energy. Neils Bohr (1913) turut menyumbangkan gagasannya tentang spektrum cahaya. Pada tahun 1922, Arthur Compton menyumbangkan gagasannya tentang fenomena hamburan Compton. Louis de Broglie (1923) menyumbangkan gagasannya tentang panjang gelombang. 

Tahun 1924, Wolfgang pauli menyumbangkan gagasannya tentang larangan Pauli. Erwin Schrodinger juga turut menyumbangkan gagasannya tentang persamaan Gelombang pada tahun 1925. Lalu pada 1926, Werner Heisenberg menyumbangkan gagasannya tentang Prinsip ketidakpastian Heisenberg. Kemudian pada tahun 1926, Max Born menyumbangkan gagasannya mengenai probabilitas nilai persamaan gelombang.

Berkat gagasan-gagasan baru yang terus menerus berdatangan ini, pada tahun 1927, diselenggarakan konferensi Solvey untuk membahas gagasan baru yang akan menggantikan gagasan klasik. Pada konferensi ini 30 fisikawan modern dunia datang untuk menyatukan perbedaan-perbedaan dan berhasil melahirkan gagasan baru yang dikenal sebagai Mekanika Kuantum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun