Warganet dibuat heboh menyusul beredarnya surat Lurah Cilandak Barat kepada Para RT terkait gerakan amal sosial ramadhan. Diawali di akun gosip di media sosial Instagram (@lambe turah), kabar ini semakin ramai setelah turut diwartakan sejumlah media daring arus utama. Belakangan muncul juga surat serupa dari kelurahan lain seperti Ciganjur dan Joglo.
Adalah soal target yang ditetapkan dalam surat tersebut yang jadi pergunjingan netizen. Di Kelurahan Cilandak Barat, setiap RT diminta untuk mengumpulkan zakat, infaq dan sedekah (ZIS) paling sedikit Rp 1.000.000. Selain itu, ada juga 'ancaman' denda dengan nominal serupa apabila map pengumpulan ZIS tersebut hilang.
Lurah Cilandak Barat, Agus Gunawan membenarkan surat edaran yang berisi permintaan dari pihak Kelurahan Cilandak Barat kepada RT se-Cilandak Barat untuk mengumpulkan dana zakat untuk gerakan Ramadhan minimal Rp 1 juta per RT.
Agus mengatakan, surat itu ditujukan kepada seluruh RT dan telah diedarkan sejak Kamis (24/5/2018) ke 144 RT yang ada di Cilandak Barat.
"Surat yang diedarkan benar, tapi tidak diwajibkan (mengumpulkan Rp 1,5 juta). Yang jelas ada angkanya segitu, sudah ada di surat dari atasan segitu, ya kita turunkan ke bawah," kata Plt. Lurah Ciganjur Indzarti kepada kumparan, Minggu (3/6).
Dari pengamatan saya di media sosial, komentar warganet beragam. Sebagian merasa surat itu wajar-wajar saja. Setiap RT umumnya terdiri puluhan sampai lebih dari 100 KK, maka nominal Rp 1 juta per RT dianggap tidak memberatkan. Namun, sebagian lain menanggapi nyinyir. Tindakan Lurah dianggap sama dengan ulah salah satu ormas yang meminta THR beberapa waktu lalu yang juga viral.
Pangkal persoalan ini sebetulnya adalah target yang diberikan kepada kelurahan. Lurah dari mana lagi untuk mendapatkan uang sebanyak angka yang ditetapkan kalau tidak berharap partisipasi warganya (melalui RT)?
Dari seorang sumber di kelurahan yang tidak mau disebutkan namanya menyatakan bahwa target itu menjadi dilema bagi kelurahan. Jika tidak mencapai target, kredibilitas lurah dipertaruhkan. Sementara kalau target tercapai, tahun depan pasti angkanya dinaikkan lagi. Padahal, mau dilihat di dasar hukum manapun tidak ada tugas dan fungsi lurah untuk mengumpulkan ZIS.
Sekarang di saat sejumlah lurah mengalami perundungan, klarifikasi dari Bazis DKI Jakarta kental sekali nuansa cuci tangan. "Oh bukan dari kita itu. Kita hanya imbauan aja untuk membayar zakat, tidak menentukan harus Rp 1 juta. Sebenarnya memang perintah dari agama itu. Enggak pernah kami melakukan seperti itu. Enggak ada dari kita," kata Kepala Bazis DKI Jakarta Zahrul Wildan seperti dikutip merdeka.com.
Ada baiknya mekanisme penghimpunan dana oleh Bazis ditinjau kembali. Bazis DKI Jakarta harus kreatif dalam menggalang dana umat. Bazis tak boleh terlena karena sekian lama mengandalkan 'passive income'. Selain dana yang dikumpulkan oleh kelurahan (dengan target yang ditetapkan), Bazis juga mendapat pemasukan cukup besar dari PNS DKI Jakarta yang tunjangan kinerja daerahnya dipotong zakat sebesar 2,5% setiap bulan. Meski bersifat sukarela, banyak juga pegawai yang mengikuti program ini. Konon, bagi yang keberatan harus membuat surat pernyataan.
Dengan segala kenyamanan ini memang tidak mudah bagi Bazis untuk bergerak mengikuti zaman. Apalagi sekarang banyak sekali lembaga amil zakat 'swasta' seperti Dompet Dhuafa, Rumah Zakat, Lazis Muhammadiyah, Lazis NU, Aksi Cepat Tanggap dan lain-lain. Tentu saja Bazis DKI Jakarta harus memiliki akuntabilitas yang baik sehingga warga percaya dan memilih mereka sebagai lembaga penerima dan penyalur zakat maupun infak.
Masalahnya, pertengahan Maret lalu Bazis DKI dinyatakan ilegal oleh Ketua Badan Amil Zakat Nasional, Bambang Sudibyo. "DKI lembaganya masih Bazis. Itu melanggar undang-undang dan anggota pimpinan komisioner tidak dipilih sesuai undang-undang dan peraturan pemerintah," kata Bambang di sela Rakernas Baznas 2018 di Sanur, Bali, Jumat 23 Maret 2018.Â
Secara tegas Bambang menyatakan, Bazis DKI tidak boleh memungut zakat secara hukum. Kini menjadi menarik mengapa Bazis DKI tetap melakukan resistensi terhadap aturan sebagaimana dinyatakan oleh Ketua Baznas.