ku duduk di depan dosen itu sambil memperhatikan lembar skripsi ku. Di bimbingan kali ini hanya sedikit yang ia coret. Syukurlah, tampaknya BAB 2 ku tidak terlalu bermasalah hari ini. Aku ingin secepatnya beralih ke BAB 3.
      "Sudah lumayan baik." Kata Bapak itu sambil menatapku dibalik kacamata bacanya. Ada beberapa kalimat dan kata yang harus diganti, tapi overall bagus.
      Alhamdulillah. "Jadi sudah bisa ke BAB 3 pak?"
      "Ya bisa untuk bimbingan selanjutnya kamu revisi yang perlu di revisi kali ini dengan kerjakan BAB 3 ya." Bapak itu tersenyum. "Ya oke kamu sudah boleh pulang."
      "Terimakasih pak." Aku berdiri lalu mencium tangannya.
      Aku membuka pintu lalu keluar ruangan. Akhirnya beranjak ke BAB 3, batihnku sambil menghela nafas. Dengan wajah riang aku berjalan menuju kantin lalu duduk disana. Memesan menu favorit seperti biasa, lalu mengecek handphone menunggu makanan dihidangkan.
      2 pesan belum dibaca.
      Aku membukanya. Satu dari temanku, dan satu dari adikku. Setelah membacanya aku meletakkan kembali handphone di atas meja. Fadli menanyakan kapan pulang kembali ke Empetrieng, aku belum bisa membalasnya saat ini , masih ada beberapa tugas yang harus diselesaikan.
      Berjalan dengan santai di jalanan utama kampus, aku kembali melihat Bapak yang pernah menjual mainan ultraman kepadaku beberapa  tahun yang lalu. Mainan yang kuberikan kepada Agam.
      Agam, bagaimana kabarnya sekarang ya? Apa dia sehat? Sudah 2 tahun sejak hari itu. Saat ia pergi meninggalkan rumahnya tanpa jejak yang membuat seisi kampung heboh. Sanak saudara dan tetangga tidak ada yang melihatnya. Kabar telah sampai ke polisi, dan pamflet telah disebar dimana-mana. Namun tetap saja tidak ada kabar.
      Entah mengapa ia pergi, padahal dia anak yang begitu manis. Aku selalu ingat hari dimana dia lahir, hari ketika kebahagiaan tumpah ruah di dalam ruangan itu.