Mohon tunggu...
Shalsa Midina
Shalsa Midina Mohon Tunggu... Lainnya - Pribadi

Halo semuanya

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Mentari

15 September 2020   13:39 Diperbarui: 15 September 2020   13:50 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Dalam remang sinarnya menyentuh wajah anak manusia
Bak salju putih bersih tanpa dosa
Manik mata menerawang menembus jiwa
Petir anarkis di malam yang seram

Tangis pecah membelah gelap semesta
Secercah rasa hangat melingkupi relung hati
Kesedihan langit telah mereda
Meninggalkan sisa di semesta

Kehidupan mulai terasa di ruang hampa tanpa celah
Mentari bergerak perlahan, menjalankan tugas yang diemban
Anak manusia kini diam
Dalam cahaya ia terlelap tenang

Kehidupan semakin pelik
Tatkala angka bertambah banyak
Tidak lagi anak, manusia kehilangan arah
Bagaimana bisa, ia bertanya pada semesta

Mentari bersinar menyilaukan
Memberikan titik terang
Jalan yang panjang
Demi sampai di tujuan

Manusia kehilangan arah
Ia marah kepada Tuhan
Hidup begitu menyiksa
Lebih baik ia mati saja

Nafas berdesakan
Raga mulai sesak
Peluh menjadi laut
Hati mulai sakit-sakitan

Ramai, ia tetap sendiri
Sendiri, ia rasa berdua
Arah hidup mulai tak karuan
Mentari tetap bersinar terang

Lelah tak lagi ia rasa
Berbaring menghadap Tuhan
Mentari berada di depannya
Perlahan ia menyadari semua artinya

Ikhlas ia rasa, inginnya mulai membara
Tak ada muka untuk menghadap Tuhan, kepada mentari ia memandang
Mentari bersinar terang, menerangi jalan anak manusia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun