Mohon tunggu...
Shafa Varera
Shafa Varera Mohon Tunggu... Freelancer - Be better everytime

bercerita untuk berbagi dan bermanfaat. mom's of two child and a wife, blogger and listener

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Harapan Baik di Tempat Baik

31 Desember 2020   03:56 Diperbarui: 31 Desember 2020   04:01 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumentasi pribadi

"jadi sudah."

"Okedeh, atur sudah. Aku mau ambil 5 hari ya, yang di tanggal kejepit itu. Mau ke surabaya dulu sebelum pulang. bikinin sekalian ya." Kataku sambil ngeloyor pergi takut terlambat.

Aku tak bisa lagi kembali ke meja Customer Service tanpa touch up karena sudah beberapa kali kena tegur. Hanya aku diantara semua frontliner dengan dandanan yang biasa saja dan tidak touch up. Meski performa kerjaku baik, tapi sebagai frontlner kami dituntut untuk selalu fresh dengan riasan yang sama dari pagi hingga selesai pelayanan.

Dasar aku yang entah kenapa nggak bisa dandan, selalu ribet apalagi bikin alis. Meski beberapa kali datang beauty class dari kantor wilayah untuk frontliner, aku masih tidak tertarik dan tidak bisa. Kami diberikan standar warma untuk eye liner, lipstik dan blush on. Aku duduk di belakang ketika semua asik memperhatikan. Padahal, aku berada di cabang, tempat yang seharusnya menjadi percontohan untuk teman-teman di unit dan tentu menjadi sorotan.

Semua teller perempuan dan semua pandai berdandan. Customer service hanya ada dua orang, aku dan Dedi. Diantara semua yang ada di cabang, bisa dibilang akulah yang paling cuek dengan dandanan dan tidak pandai berdandan. Sampai supervisorku bilang kalau akulah yang paling malas berdandan.

"Besok lagi kalau masuk setelah istirahat, harus lapor saya dulu. Saya lihat siapa yang nggak dandan, saya dandanin."

Pak Supervisor melirik ke arahku. Aku hanya nyengir tanpa merasa bersalah, nyatanya pekerjaanku beres. Aku berharap bisa dipindah ke back office, tapi sepertinya sia-sia karena nyatanya masih sering diajak bertemu dengan nasabah besar. Aku memang suka bekerja, tapi aku tidak suka berdandan. Pada dasarnya, aku sedikit cuek dengan penampilan. Aku tidak suka terlalu terlihat menonjol dalam hal penampilan, tapi aku lebih suka dikenal dengan prestasi.

+++++

Satu persatu cerita di Musholla itu terwujud. Kami berhasil mengambil cuti bersama untuk naik ke Bromo. Dijemput Bapak di Bandara kemudian diantar ke Malang. Kami menginap di sepupu Marisya yang mengontrak sebuah rumah bersama teman-temannya dari Lombok. Marisya punya teman yang membantu kami menyewa mobil dengan harga yang cukup terjangkau.

Perjalanan Bromo menjadi perjalana perpisahan kami sebagai sama-sama karyawan di Bank. Setelah itu, aku dan Marisya memilih tidak melanjutkan kontrak sedangkan Zulfa masih beberapa bulan setelah kami memutuskan untuk tidak melanjutkan kontrak setelah menikah.

Sepulang dari Bromo, saat kembali bekerja, secara mengejutkan Marisya menceritakan sosok yang pernah bertemu dengannya saat Naik Gunung Rinjani. Hanya beberapa kali bertemu dan ngobrol santai, ternyata pemuda asal Jakarta itu memendam rasa pada gadis asli sasak ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun