Mohon tunggu...
Shafa Varera
Shafa Varera Mohon Tunggu... Freelancer - Be better everytime

bercerita untuk berbagi dan bermanfaat. mom's of two child and a wife, blogger and listener

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kos Bukan Losmen Melati

3 Oktober 2019   21:57 Diperbarui: 3 Oktober 2019   22:08 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menjadi ibu kos memang bukan impian, tetapi sebuah kenyataan yang harus diterima saat menikah. Aku tidak pernah tahu kalau ternyata calon suamiku punya usaha kos-kosan enam kamar yang dibangun di sebuah lahan seluas 2 are. Setelah menikah, barulah kami mulai mengelola satu-satunya aset yang kami punya.

Saya mulai belajar mengelola kos-kosan dan mengelola anak kos. Saya yang awalnya hanya sesekali bersih-bersih kos, lalu sesekali menerima anak kos, berlanjut ke menyeleksi anak kos, menerima keluhan dan memperbaiki fasilias kos yang akhirnya diserahkan sepenuhnya urusan kos ke saya.

Nah, dari situlah saya mulai belajar tentang mengelola kos. Pernah menjadi anak kos, saya sedikit banyak mengerti kebutuhan kos. Air yang agak bau menjadi kendala terbesar bagi kos.

Saya selalu memberi tahu siapa saja yang kos tentang air sumur bor yang agak bau, saya tidak mau mereka kecewa karena airnya yang tidak sesuai yang mereka mau. Sebisa mungkin saya memperlihatkan keadaan kos yang sesungguhnya.

Setiap yang mau booking, saya selalu memintanya melihat kondisi kos. Tidak ingin mereka kecewa saat sudah menempati. Terkadang, foto tidak sesuai dengan realita, jadi saya tidak mau mereka kecewa saat sudah datang karena percaya foto. Mulai memegang kos secara penuh, saya juga mulai tahu tipe-tipe anak kos.

Awalnya, saya menerima pekerja ataupun mahasiswa. Namun, ternyata menerima mahasiswa membuat banyak temen yang kerja merasa terganggu karena banyak teman dan terlalu ramai.

Mereka sering membawa banyak teman dan bertamu sampai malam dengan suara yang cukup keras. Banyak yang kerja merasa terganggu dan tidak nyaman.

Terlalu banyak orang juga saya khawatir kos yang aman menjadi tidak aman. Sejak itu, saya yang sering mendapat laporan dari anak kos yang kerja akhirnya memninimalisasi anak kos mahasiswa, terutama mahasiswa baru.

Saya biasa menerima mahasiswa semester akhir saja yang memang sedang fokus skripsi. mereka lebih tenang dan tidak membawa banyak teman karena fokus menyelesaikan tugas akhir jadi tidak terlalu bising. Ketenangan di kos menjadi kenyamanan tersendiri bagi mereka.

Selain itu, kos juga bukan kos bebas meski yang kos ada yang perempuan dan ada juga yang laki-laki. Ada satpam dan RT setempat yang membantu saya mengawasi.

Kalau sudah berkeluarga, tetap saya minta Kartu keluarga atau buku nikah yang membuktikan kalau memang suami istri. Saya tidak mau kos menjadi tempat berbuat tidak baik.

Beberapa kali memang saya kecolongan, ada yang membawa pacarnya menginap bahkan ada temannya yang berbuat tidak baik di kos dan digrebek satpam dan Rt. Meski sudah saya ingatkan di awal, ditambah saya pertegas saat akan masuk, tapi ada saja yang masih tidak mengindahkan. Setelah terkena grebek, malu dan akhirnya keluar. Saya tidak masalah, malah daripada saya usir lebih baik mereka tahu diri. Sayangnya, yang sering seperti ini justru anak mahasiswa.

Sedih rasanya mereka melakukan itu. Sekolah saja masih dibiayai orang tua, tapi tindakan mereka semaunya. Mereka yang bekerja justru tidak pernah ada masalah karena menggunakan kos untuk tempat istirahat.

Miris sekali, semakin kesini, semakin banyak yang mencari kos bebas. Bahkan, mereka terang-terangan bertanya apakah bisa kos dengan pacar. Sedih sekali menerima pertanyaan ini apalagi saat saya tanya ternyata masih kuliah. Apakah norma sudah tidak berlaku? Dimana agama yang mereka pegang sebagai pedoman hidup? Dimana budaya ketimuran yang selama ini ditanamkan oleh orang tua mereka? Dimana sopan santun yang telah diwariskan turun temurun?

Apa yang ada di pikiran mereka sampai mencari kos bebas yang bisa menginap bersama pacar? Mau apa mereka tinggal sekamar tanpa ikatan pernikahan? Inilah yang merusak generasi muda zaman sekarang.

Hidup bebas tanpa mau diatur. Melanggar aturan seperti sebuah kebiasaan yang sudah tidak perlu malu. Urat malu sudah benar-benar putus, tak ada lagi norma yang membentengi diri.

Memang ternyata banyak kos bebas di Mataram. Pergaulan sudah sangat mengerikan. Narkoba menjangkit dimana-mana tak pandang bulu. Pondasi iman yang kuat yang bisa menjadi benteng untuk banyaknya hal negatif dari lingkungan. Mereka yang memilki kedekatan dengan keluarga dan dekat dengan Rabb nya lah yang bisa menjaga diri dari segala yang tidak baik.

Bukan berarti tidak ada mahasiswa yang baik ya. Banyak juga yang baik dan Shalih yang menjaga dirinya dari pengaruh buruk lingkungan. Mereka yang memilih bermanfat untuk banyak orang dan mengejar citanya dengan jalan yang benar pun tidak sedikit. Mereka yang mencari kos dekat masjid dengan lingkungan yang baik pun banyak.

Jadi, semoga lebih banyak orang tua di luar sana yang bisa lebih memperhatikan putra-putrinya. Banyak yang terlihat baik di depan orang tuanya, ternyata di belakang masih saja berbuat tidak baik. Hanya iman yang bisa membuat mereka tahu mana yang baik dan mana yang tidak.

Semoga semua ini bisa berubah seiring berjalannya waktu, tidak ada lagi pertanyaan "Bebas tidak, Bu?" atau "Boleh kos dengan pacar?" atau "Boleh pacar menginap, Bu?".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun