Mohon tunggu...
Shafa Varera
Shafa Varera Mohon Tunggu... Freelancer - Be better everytime

bercerita untuk berbagi dan bermanfaat. mom's of two child and a wife, blogger and listener

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jamal, Janda Malaysia

9 Agustus 2019   22:19 Diperbarui: 9 Agustus 2019   22:27 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sekarang, mulai jarang orang yang mau jadi ART, apalagi menginap. Banyak orang lebih suka pergi bekerja di luar negeri untuk bisa mendapatkan gaji yang lebih besar.

Sebagian besar masyarakat dengan pendidikan yang kurang tinggi yang memilih jalan ini untuk memenuhi kebutuhan ekonomi yang semakin hari semakin meningkat.

Harga kebutuhan pokok, sekolah dan kesehatan menjadi kebutuhan dasar yang harus dipenuhi. Penghasilan sebagai pekerja serabutan atau berjualan keliling tidak bisa menjanjikan.

Apalagi bagi para single parent yang harus menghidupi anak hasil perceraian hidup ataupun mati. Alasannya memang hanya semata-mata untuk mendapatkan lebih banyak uang.

Namun, masih ada yang tidak tega meninggalkan anaknya terlalu lama dan jauh. Mereka memilih menjadi ART di kota dan menginap di rumah majikannya agar mendapatkan gaji yang lebih besar. Standar gaji ART yang tidak menginap kisaran Rp 600.00 - Rp 800.000 tergantung lamanya bekerja.

Biasanya ada yang sampai siang, atau sore. Untuk yang menginap sekitar Rp 1.000.000, atau tergantung kedermawanan si majikan. Bi Niah. seorang pembantu di rumah tetangga juga akhirnya memilih menjadi ART yang menginap karena rumahnya jauh dari Kota.

Dia memilih menjadi pembantu di kota agar tetap bisa pulang sewaktu-waktu kalau anaknya membutuhkan. Anak korban perceraian itu dititipkannya di rumah ibunya yang belum terlalu tua.

Ia bekerja untuk dapat menghidupi ibu dan anaknya karena hampir semua adiknya juga hidup susah. Bi Niah berusaha memenuhi kebutuhannya sendiri, tanpa meminta ke orang lain. 

dia bercerita perjalanan rumah tangganya yang kandas karena masalah yang sampai sekarang tidak diketahuinya. Mereka hidup rukun pada awal pernikahan dan menumpang di rumah saudara dari suaminya. Karena tidak nyamn hidup menumpang, si suami akhirnya memutuskan untuk menjadi TKI ke malaysia. Berharap bisa membuat rumah sendirii untuk mereka bertiga.

Bayi di dalam kandungan BI Niah juag butuh tempat tinggal. Bi Niah pun ikhlas suaminya bekerja jauh agar kehidupan mereka bisa lebih baik.

Namun, ternyata Bi Niah salah. Suaminya jarang memberikan uang belaja. Ketika mengirim uang untuk membangun rumah pun, uang belanja yang diberikan pada istrinya tidak seberapa.

Tak lama setelah rumah itu jadi, suaminya pulang ke Indonesia. Entah apa salah Bi Niah, dia diceraikan dengan alasan tidak bisa menghambur-hamburkan uang.

Tak bisa menolak, talak sudah jatuh padanya. Ia pun dikembalikan pada orang tuanya. Meski banyak yang memiliki nasib sepertinya, yang sering disebut 'Janda Malaysia' atau mereka sebut 'Jamal', tapi tetap saja dicampakkan itu rasanya menyakitkan. Ia tak ingin larut dalam kekecewaan.

Bi Niah cepat mencari pekerjaan, ia bersedia menjadi ART yang menginap agar gajinya lebih banyak untuk menghidupi anak dan ibunya. Tak bisa ia mengharapkan mantan suaminya yang katanya sudah menikah lagi dan istri barunya dibawa ke rumah baru seminggu setelah mereka bercerai. 

Hancur? Pasti. Namun, bukan berarti harus mengungkit masa lalu. Bi Niah tidak pernah tahu bagaimana istri baru mantan suaminya. Dia bersyukur mantan suaminya masih mau memberi nafkah anaknya setiap bulan.

Meski tak pasti berapa dia memberikan, tapi untuk sekolah dan uang belanja anak semata wayang mereka sudah cukup. Kekurangannya bisa ditutupi dengan gaji Bi Niah sebagai ART. Bi Niah juga harus menafkahi ibunya yang sudah mulai renta.

Meski masih berjualan sayuran hasil kebun di pasar, tapi itu tidak seberapa untuk biaya hidup yang semakin melambung. Keempat adiknya juga masih banyak kekurangan. Saling bahu membahu untuk memberi pada Inaq (Sebutan ibu dalam bahasa Sasak).

Kata tetangga yang sering melihat ibu tiri anaknya, wanita itu lebih tua dari Bi Niah. Dia pandai berdandan dan bisa naik motor. Berbeda dengan Bi Niah yang lugu, tidak bisa dandan ataupun naik motor.

Entah benar atau tidak, Bi Niah tidak peduli. Dia juga mendengar kalau wanita yang dinikahi mantan suaminya itu juga janda punya empat anak. Mereka menikah di Malaysia saat sama-sama menjadi TKI.

Tidak sedikit yang juga memilih menikah saat sama-sama di perantauan dengan alasan menghindari zina. Banyak yang akhirnya harus memilih keluarga yang ditinggalkan atau istri yang dinikahi di perantauan. Banyak yang akhirnya bercerai saat pulang ke tanah air dan ada pula yang bernasib seperti Bi Niah yang akhirnya ditinggalkan untuk isti baru.

Mereka memiliki latar belakang dan alasan sendiri untuk memilih jalan itu. Segelintir orang yang akhirnya memilih jalan itu, tapi tidak semua seperti itu.

Banyak juga yang rumah tangganya masih utuh bahkan sukses setelah pulang dari merantau ke luar negeri. Mereka bisa membangun rumah, bisa membuat usaha sendiri dan bahkan ada yang membuka biro perjalanan TKI.

Untuk itu, perlu memberikan edukasi pada TKI untuk bisa mengelola uang agar sekembalinya ke tanah air, mereka bisa membuat usaha sendiri sehingga tidak perlu kembali lagi menjadi TKI.

Banyak dari mereka yang harus kembali lagi menjadi TKI karena tidak ada pekerjaan sekembalinya ke tanah air. Uang habis untuk membayar hutang dan membuat rumah. Saat anak-anak mulai sekolah, mereka kembali bingung mendapatkan penghasilan yang akhirnya kembali menjadi TKI.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun