Mohon tunggu...
Febrianto Dias Chandra
Febrianto Dias Chandra Mohon Tunggu... Perencana Keuangan - Aparatur Sipil Negara di Kementerian Keuangan

Jangan pernah lelah mencintai negeri ini!

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Belajar dari Rencana Pengembangan Industri Malaysia 2030

25 Maret 2024   12:16 Diperbarui: 25 Maret 2024   12:20 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pada awal September 2023, Pemerintah Malaysia menerbitkan dokumen Malaysia New Industrial Masterplan (NIMP) 2030. Dokumen ini merupakan dokumen kebijakan industri untuk sektor manufaktur dan sektor jasa terkait manufaktur yang dirumuskan dengan tujuan untuk mentransformasi industri manufaktur Malaysia ke tingkat yang lebih tinggi dengan memanfaatkan tren global yang sedang berkembang.

NIMP 2030 menjadi dokumen arahan strategis nasional bagi pengembangan industri, referensi bagi Investor dan negara lain mengenai posisi dan arah Malaysia ke depan, serta menampilkan peran dari Pemerintah dalam membentuk perekonomian. 

Dokumen ini juga menjadi salah satu bentuk pernyataan bahwa industri manufaktur merupakan mesin utama pertumbuhan ekonomi (key engine of growth) Malaysia, dimana saat ini sektor manufaktur Malaysia berkontribusi pada lebih dari 20% GDP, lebih dari 75% total ekspor, dan lebih dari 15% lapangan pekerjaan di Malaysia.

Terdapat tiga target utama makroekonomi yang hendak dicapai dari sektor manufaktur Malaysia, yaitu peningkatan nilai tambah (GDP) dari RM364,1 billion (sekitar Rp1.200 triliun) di tahun 2022 menjadi RM587,5 billion (sekitar Rp2.000 triliun) di tahun 2030, peningkatan jumlah tenaga kerja dari 2,7 juta di tahun 2022 menjadi 3,3 juta di tahun 2030, serta peningkatan rata-rata upah dari RM1.976 (sekitar Rp6,6 juta) di tahun 2022 menjadi RM4.510 (sekitar Rp15 juta) di tahun 2023.

Selain itu terdapat target kuantitatif lainnya seperti, peningkatan porsi ekspor UKM terhadap total eksor dari 11,7% di tahun 2021 menjadi 25% di tahun 2030, peningkatan pangsa pasar global dalam ekspor barang manufaktur berteknologi tinggi dari 3% di tahun 2021 menjadi 6% di tahun 2030 serta barang ramah lingkungan (green) dan digital dari 2% di tahun 2021 menjadi 4% di tahun 2030, serta pengurangan intensitas emisi karbon dari 33% di tahun 2021 menjadi 45% di tahun 2030.

Malaysia mengklaim memiliki value proposition untuk dapat mencapai target-target tersebut, yaitu lokasi geografis yang strategis (di tengah-tengah rute perdagangan tersibuk di dunia), memiliki tenaga kerja lulusan pendidikan tinggi dan terampil berbahasa Inggris, kepastian hukum yang kuat (stabil), kaya akan sumber daya alam untuk bahan baku industri, serta kualitas infrastruktur.

Namun demikian, Malaysia juga menyadari adanya tantangan yang perlu diatasi. Dalam dokumen NIMP 2030, Malaysia menyarikan 12 tantangan utama, yaitu kompleksitas ekonomi yang tumbuh terbatas, produktivitas tenaga kerja yang mengalami stagnasi, kesenjangan jumlah dan keterampilan (skills mismatch) talent, ketergantungan pada re-ekspor yang terus meningkat, perjanjian perdagangan bebas (FTAs) yang kurang dimanfaatkan perusahaan local, diversifikasi produk dan pasar yang tumbuh terbatas, hambatan non tarif meningkat, investasi asing (FDI) yang menghambat partisipasi pada rantai pasok global (GVC) dan menurunnya investasi domestic (DDI), peningkatan kesenjangan dalam manufaktur di antara negara-negara bagian, partimisasi UMKM dalam GVC yang tumbuh terbatas, pembiayaan untuk ventura baru yang tidak mencukupi, dan kemudahan berusaha yang masih perlu ditingkatkan.

NIMP 2030 merinci empat enablers yang mewakili masing-masing misi. Pertama, memobilisasi ekosistem pembiayaan, mulai dari lembaga keuangan hingga pasar modal, didukung pendanaan pemerintah melalui NIMP Industrial Development Fund (NIDF) dan NIMP Strategic Co-Investment Fund (CoSIF). 

Kedua, mendorong minat dan pengembangan talenta lokal melalui kebijakan sistem pengupahan progresif. Ketiga, meningkatkan kemudahan berusaha bagi investor melalui sinergi antar Kementerian dan Lembaga serta Pembangunan portal terpadu (one-stop portal). 

Terakhir, memperkenalkan kerangka tata kelola seluruh negara (whole-of-nation governance framework) serta membentuk unit yang didedikasikan untuk memonitor implementasi (delivery management unit).

Selain keempat enablers tersebut, NIMP 2030 juga merinci 21 strategi dan 62 rencana aksi. Strategi yang dimuat dalam NIMP 2030 berkaitan dengan mendorong peningkatan nilai tambah industri, meningkatkan keterlibatan dalam rantai pasok global, menumbuhkan ekosistem riset dan mendorong inovasi, mempercepat adopsi teknologi, meningkatkan keterampilan dan partisipasi tenaga kerja lokal, mempercepat digitalisasi dan integrasi pemerintah, membangun rantai pasok yang tangguh termasuk terhadap perubahan iklim, serta transisi energi bersih dan terbarukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun