Mohon tunggu...
Shafaa Latisya
Shafaa Latisya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi - Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2019

Belajar dan Maju

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Media Sosial dan Kesopanan dalam Digital

26 April 2021   12:28 Diperbarui: 26 April 2021   13:23 487
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto : google.com

Apakah disekitar kamu masih ada seseorang yang tidak memiliki media sosial? Di era globalisasi ini, banyak seseorang yang memiliki media sosial. Dan hanya sedikit saja, yang tidak memiliki media sosial. Dengan adanya perkembangan teknologi dan informasi yang pesat, menjadikan media sosial sebagai kebutuhan pokok bagi semua orang.

Media sosial yang digunakan oleh masyarakat banyak macam, di antaranya Instagram, Twitter, YouTube, TikTok, Facebook, WhatsApp, dan lain-lain. Pengguna mengakses media sosial pun cukup mudah dan cepat. Hanya dengan dibutuhkan koneksi internet yang stabil dan cepat. Pengguna dapat mengakses media sosial dengan perangkat teknologi, seperti komputer, laptop, handphone, dan tablet. Dengan itu, kini bisa mudahnya masyarakat di era globalisasi melakukan komunikasi dan bersosialisasi, mendapatkan informasi sebagai sumber pengetahuan, atau hanya sekadar mengakses gambar atau video.

Namun, penggunaan media sosial saat ini sering digunakan tidak sesuai tempatnya. Banyak warganet yang cenderung mudah memberikan komentar negatif. Dengan menggunakan kata-kata kasar dan ujaran kebencian. Komentar negatif itu bisa ditujukan pada siapa saja, terutama pada tokoh terkenal atau pada peristiwa tertentu.

Sumber foto : databoks.katadata.co.id
Sumber foto : databoks.katadata.co.id

Bersumber dari databoks.katadata.co.id. Bulan Februari lalu, Indonesia menjadi negara dengan tingkat kesopanan digital paling buruk di kawasan Asia Tenggara pada 2020, oleh penelitian Microsoft. Laporan dari Microsoft tercatat naik 8 poin dari tahun sebelumnya, dengan skor 76. Dengan beberapa kelakuan ujaran kebencian di media social sebanyak 27%.

Dilansir dari AYOBANDUNG.COM, Salah satu contoh dari komentar kebencian selebgram Indonesia di Instagram. Yaitu, Putri Delina dihujat warganet terkait konflik ayahnya, Sule dan Nathalie Holscher. Komentar kebencian itu menggunakan kata kasar kepada perempuan berhijab itu.

"Putri Cuma mau bilang buat orang-orang yang sudah DM ngomong 'beg*', 'gobl*k', 'jahat', 'nggak dewasa', 'nggak ngehargain' Terima kasih banyak," kata Putri Delina di Instagram Story, Jumat, 23 April 2021. 

Hujatan kebencian kepada Putri Delina berawal dari postingan foto sang ibu, Lina Jubaedah. Ia dan sang Ayah berkirim pesan menyatakan perasaan cinta pada almarhumah. Dari percakapan itu, Nathalie Holscher mengunggah ulang dan memberikan pernyataan bahwa ia telah berusaha menjadi ibu yang terbaik, untuk keluarga barunya tersebut.

Dari contoh kasus diatas, membuktikan bahwa komentar negatif menjadi tujuan untuk merendahkan dan berharap pelaku yang dituju jadi jera. Apalagi menemukan akun yang mengunggah konten menyinggung masalah sensitif.

Meskipun ingin pelaku yang dituju jadi jera. Kita sebagai warganet yang ingin berkomentar, sebaiknya dipikirkan dulu. Ketika ingin mengomentari sesuatu di media sosial. Gunakan kata-kata yang sopan tanpa harus menyakiti orang lain. Sebagai generasi Z, kita berperan untuk mengurangi adanya komentar kebencian di media sosial. Selalu bijak menggunakan media sosial ya!       

Shafaa Latisya A, mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun