Mohon tunggu...
Seto Wicaksono
Seto Wicaksono Mohon Tunggu... Human Resources - Recruiter

Menulis, katarsis. | Bisa disapa melalui akun Twitter dan Instagram @setowicaksono.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Menerka Perkiraan Waktu yang Tepat untuk Resign bagi Para Karyawan

9 Maret 2021   22:45 Diperbarui: 10 Maret 2021   11:06 1796
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi resign.(SHUTTERSTOCK via KOMPAS.COM) 

Dalam dunia kerja, sudah menjadi rahasia umum bahwa resign adalah hak setiap karyawan. Di sisi yang berlawanan, hal lain yang perlu diingat adalah, resign dengan mengindahkan aturan perusahaan juga menjadi kewajiban yang harus dituruti oleh para pekerja.

Sederhananya, masuk perusahaan baik-baik, saat keluar juga mesti baik-baik. Perlu diingat bahwa, setidak-menyenangkannya kantor tempat kalian bekerja, pada masanya, tetap menjadi suatu tempat untuk menambah kemampuan sekaligus wawasan. Juga mencari nafkah.

Tiap perusahaan, pastinya memiliki kebijakan yang berbeda-beda terkait masa 'notice' resign. Ada yang satu minggu, dua minggu, satu bulan, bahkan dua bulan. Berapa lama pun masa 'notice'-nya, sebaiknya secara administratif tetap diikuti dengan baik.

Ada beberapa hal mengapa hal tersebut harus dilakukan oleh para karyawan terkait resign secara 'notice' sesuai kebijakan perusahaan.

Pertama, untuk menjaga hubungan baik dengan perusahaan sebelumnya.

Resign memang menjadi hak setiap karyawan. Namun, keluar dari kantor tanpa mengikuti aturan yang sudah ditentukan, tentu saja merupakan suatu kesalahan.

Tidak jarang, seorang karyawan yang ujug-ujug resign begitu saja tanpa pemberitahuan sebelumnya, akan dimasukkan ke dalam daftar hitam. Lantaran, mengabaikan kewajiban saat resign.

Begini. Dalam waktu mendatang, kita tidak akan pernah tahu, apakah akan kembali ke perusahaan sebelumnya atau bahkan akan menjalin kerja sama dengan beberapa untuk hubungan bisnis di dalamnya. Jika sejak awal komunikasi baik tidak dijaga, tentu akan berdampak pada citra diri.

Kedua, tentu saja agar bisa direferensikan oleh kantor sebelumnya, melalui paklaring atau surat referensi kerja.

Tidak bisa tidak. Tujuan resign dengan baik ('notice' dalam tenggat yang sudah ditentukan) adalah untuk mendapatkan surat referensi kerja dari kantor sebelumnya. Sebagai bukti tertulis dan sahih bahwa, benar kita sudah bekerja di perusahaan tersebut.

Fungsi lain dari paklaring, selain bisa dijadikan sebagai kenang-kenangan bagi diri sendiri, secara tidak langsung menjadi penegas bahwa, kita, sebagai karyawan, mempunyai attitude serta kinerja yang baik di kantor sebelumnya. 

Dalam paklaring, biasanya juga akan dituliskan catatan khusus mengenai kinerja seorang karyawan di suatu perusahaan.

Ketiga, resign 'notice' secara tidak langsung dan tanpa disadari, sama dengan menjaga hubungan baik dengan perusahaan lama.

Disadari atau tidak, setiap karyawan yang resign secara notice dan mengikuti aturan perusahaan, artinya memiliki visi untuk tetap menjaga hubungan yang baik di masa mendatang.

Barangkali, ketika sudah pindah kantor sana-sini dan kemampuan semakin meningkat, kita mendapat tawaran untuk kembali ke tempat lama. Dengan jabatan dan benefit yang lebih tinggi pula.

Jika kita memiliki track record yang baik, termasuk resign dengan mengikuti aturan yang sudah ditentukan, kantor lama tidak akan ragu untuk menghubungi kembali. Dalam rangka mengisi jabatan tertentu, pastinya.

Betul-betul menjadi win-win solution bagi kedua belah pihak, bukan?

Di luar dari hal tersebut, sebetulnya, apakah ada waktu yang tepat untuk resign?

Jawabannya, menurut saya, tentu saja tergantung dari target setiap karyawan.

Ada yang merasa cukup bekerja selama satu tahun di suatu perusahaan, lalu resign dan pindah ke kantor lain.

Ada yang merasa satu tahun terlalu singkat untuk menambah sekaligus mengasah kemampuan, sampai pada akhirnya memutuskan untuk bekerja di suatu perusahaan selama 2-5 tahun.

Ada pula yang merasa nyaman dan berpikir bahwa, kantor tempatnya bekerja terasa seperti rumah kedua, sampai akhirnya mengabdi belasan tahun lamanya.

Terakhir, tidak sedikit juga dari orang tua kita yang, sampai mengabdi seumur hidup dan memutuskan bekerja hanya di satu kantor atau instansi saja. Dari muda, sampai masa tua alias pensiun.

Semuanya benar. Tidak ada yang salah sama sekali. Kalaupun pada akhirnya ingin resign, pastikan bahwa memang karena alasan yang bisa dipertanggungjawabkan secara personal. Jangan hanya karena emosi sesaat.

Percaya sama saya, jangan. Pokoknya, jangan. Sebab, resign karena alasan emosional hanya akan menyisakan penyesalan di kemudian hari.

Selain itu, setidaknya, ada tiga alasan yang wajib dihindari ketika memutuskan untuk resign dari suatu perusahaan.

Pertama, karena ingin menghindari seseorang yang dianggap menyebalkan di kantor.

Suka atau tidak, dengan atau tanpa disadari, hampir di kebanyakan kantor, pasti akan ada setidaknya satu orang yang kita anggap menyebalkan. Entah secara personal, maupun secara profesional.

Sangat tidak disarankan untuk resign karena hal semacam ini. Sebab, pada dasarnya, mau pindah ke kantor mana pun, kalian akan selalu berhadapan dengan orang menyebalkan lainnya. Hanya beda rupa dan pembawaannya saja.

Jadi, sebaiknya pikir masak-masak, atau setidaknya tenangkan diri terlebih dahulu jika alasan resign-nya demikian.

Kedua, hanya ikut-ikutan tanpa perencanaan yang jelas di kemudian hari.

Pada dasarnya, saat memutuskan untuk resign, baiknya seorang karyawan sudah memiliki perencanaan yang cukup jelas bagi keberlangsungan kariernya.

Apakah sudah diterima di suatu perusahaan atau pekerjaan baru?

Jika ingin merintis suatu usaha, apakah sudah menyiapkan kemungkinan terburuk? Apakah memiliki cukup tabungan untuk melanjutkan hidup? Dan seterusnya, dan seterusnya.

Kalau hanya mengandalkan ikut-ikutan resign tanpa perencanaan yang jelas, tidak menutup kemungkinan akan kacau balau dan harus bersiap menghadapi cilaka dua belas.

Ketiga, menghindari tugas yang dianggap berat.

Alasan ini juga patut dihindari. Lantaran, untuk posisi apa pun, di perusahaan mana pun pasti ada kalanya seorang karyawan diberi pekerjaan yang terbilang berat. Belum lagi dengan deadline yang sangat, sangat, bikin bulu kudu merinding.

Pada akhirnya, sebelum memutuskan untuk resign, ada baiknya setiap karyawan memikirkan terlebih dahulu, apa alasan dibalik keinginan untuk resign.

Jika untuk alasan baik dan visi yang matang, tentu sah-sah saja. Barangkali, perusahaan sebelumnya juga bisa memahami dan malah akan mendukung. Demi kebaikan karyawannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun