Mohon tunggu...
Seto Wicaksono
Seto Wicaksono Mohon Tunggu... Human Resources - Recruiter

Menulis, katarsis. | Bisa disapa melalui akun Twitter dan Instagram @setowicaksono.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Cara Saya dan Pasangan dalam Memaknai Privasi Masing-masing

14 Juni 2020   19:00 Diperbarui: 15 Juni 2020   14:57 965
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dua sejoli yang sedang bermain hape| Sumber: AntonioGuillem/istockphoto

Barangkali, sebagian orang menganggap bahwa bertukar password dengan pasangan adalah salah satu pelanggaran privasi yang cukup serius dalam suatu hubungan. Mereka yang berasumsi demikian meyakini, privasi itu ada batasnya.

Nggak semua hal harus diketahui pasangan tentang apa yang menjadi bagian dari diri kita. Bahkan ada pula yang merasa insecure, katanya, suatu hubungan akan menjadi nggak nyaman jika tidak ada batasan---tidak ada privasi sama sekali.

Dahi saya mengerenyit dalam, sedalam palung mariana, ketika mengikuti topik pembahasan tersebut.

Entah siapa yang memulai, menganggap bahwa bertukar password akun media sosial dan handphone itu sesuatu yang nggak perlu, melanggar privasi dalam suatu hubungan, dan mengurasi kenyamanan karena merasa selalu diawasi. Bahkan, obrolan menjadi melebar ke saling tukar pin ATM.

Pertanyaan besar saya, memangnya benar akan selalu demikian? Kenapa harus digeneralisir? Memang, semua pasangan akan mengalami hal serupa ketika dihadapkan pada permasalahan yang sama? 

Kenapa ketika ada pasangan mengetahui password satu sama lain dianggap nggak akan ada privasi lagi? Kan nggak semuanya seperti itu.


Ada yang bilang, meski sudah suami-istri, tetap harus ada batasan dan ada privasi yang tidak perlu diketahui oleh pasangan masing-masing.

Gadgetmu ya gadgetmu, gadgetku ya gadgetku. Berlaku juga untuk akun media sosial.

Saya justru berpikir sebaliknya. Istri saya tahu semua password handphone dan akun media sosial saya, dan saya nggak pernah mempermasalahkan sama sekali. Bahkan, praktik ini sudah kami lakukan sejak berpacaran.

Nggak ada prasangka soal tidak ada lagi privasi atau gerak-gerik menjadi terbatas. Lagipula, mau ngapain, sih? Kalaupun pasangan saya ingin melihat isi akun media sosial saya, selalu saya perbolehkan, kok. 

Saya nggak merasa khawatir akan suatu hal. Palingan, yang dia lihat ya postingan saya sendiri. Kalau ada yang chat via DM, saya pun nggak mempermasalahkan sama sekali. Termasuk juga password handphone.

Begini, saya dan istri sepakat, bahkan dari zaman pacaran, untuk saling share password handphone dan beberapa hal lainnya, untuk mengantisipasi beberapa hal, utamanya ketika ada sesuatu yang tidak diinginkan terjadi. Apa pun itu.

Jadi, dengan mengetahui password satu sama lain, jika harus menelpon dalam keadaan emergency, bisa langsung menghubungi orang tertentu atau siapa pun yang kami kenal untuk diminta bantuan. Itu salah satunya.

Selain itu, kami berkomitmen dengan kesadaran penuh dan saling sepakat. Saling percaya dan saling menjaga. Kalau memang sewaktu-waktu ada konflik, ya, saling dewasa dan dikomunikasikan. 

Bukan malah menghindar dan dipendam. Apalagi sampai "membajak" akun media sosial satu sama lain. Kekanak-kanakan banget, sih. Semuanya kembali lagi kepada kesepakatan bersama.

Lalu, gimana cara mengetahui seseorang ini bisa menjaga komitmen atau nggak ketika kita sudah mempercayakan sesuatu yang dianggap privasi?
Bagi saya dan pasangan, kembali lagi ke seberapa besar kita percaya dengan pasangan masing-masing.

Ya, buat apa juga sharing password kepada orang yang nggak kita percaya sama sekali? Kalau memang nggak percaya sepenuhnya, saran saya, nggak perlu share password. Jangan. Apalagi kalau feeling udah nggak enak atau nggak sreg. Nggak usah dikasih tau passwordnya apa.

Karena pada dasarnya, bagi saya, saling berbagi password itu bukan serta merta dimanfaatkan untuk kepoin satu sama lain. Buat apa?

Malah saya dan pasangan selalu berpikir begini: ketika memang nggak ada apa-apa, kenapa harus khawatir dan malah ingin menutup-nutupi? Jangan-jangan itu hanya insecure dengan mengatasnamakan menghargai privasi.

Akan tetapi, prinsipnya tetap pada komitmen awal, ketika terjadi sesuatu yang nggak diinginkan, bisa menghubungi orang terdekat dan bisa dipercaya.

Saya dan pasangan, sih, dari ketika berpacaran hingga akhirnya menikah, sudah saling mengetahui password satu sama lain. Ini memang sudah menjadi prinsip kami.

Bukan maksud ingin menghilangkan privasi, tapi, kami merasa lebih nyaman seperti ini. Karena pada dasarnya, hubungan itu dua arah, kan? Tergantung bagaimana pasangan merasa nyaman menjalani hubungannya masing-masing tanpa keterpaksaan.

Dan kalau pasangan nggak mau berbagi password, ya jangan dipaksa. Yang ada hubungan jadi nggak nyaman dan kepercayaan malah memudar.

Nah, perihal privasi, kalau dalam beberapa hal tergantung kesepakatan dan kenyamanan bersama dari masing-masing pasangan, lalu, saling tukar password mana lagi yang hendak kalian perkarakan dari hubungan yang orang lain bina?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun