Mohon tunggu...
Aryanto Seran
Aryanto Seran Mohon Tunggu... Freelancer - Blogger, Pengguna Sosial Media Aktif

WNI

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Etika Menghargai Karya atau Konten Orang di Media Sosial

7 Juli 2021   23:44 Diperbarui: 8 Juli 2021   00:15 3893
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media sosial sudah menjadi sebuah ruang publik (public sphere) bagi masyarakat di era sekarang. Dalam kehidupan sehari-hari, kita tak bisa lagi terlepas dari ruang komunikasi atau interaksi dengan sesama melalui platform media sosial seperti Facebook, instagram, twitter, youtube, tiktok, dan sebagainya. 

Namun tidak hanya sebagai ruang untuk berkomunikasi, media sosial saat ini juga telah menjadi ruang untuk berkarya, khususnya bagi para content creator untuk mempublikasikan hasil karyanya. 

Sayangnya, beberapa permasalahan yang kerap muncul dan dikeluhkan oleh para content creator adalah rendahnya tingkat apresiasi dari pengguna media sosial terhadap karya atau sebuah konten. Di antaranya masalah pembajakan, bullying, boikot, dan stigma negative lainnya yang ditujukan terhadap sebuah karya atau konten.

Masalah di Media Sosial Terkait karya/Konten

  1. Plagiarisme dan pembajakan

Plagiarisme di bangsa kita marak terjadi tak terkecuali terjadi di ruang media sosial. Sedangkan pembajakan atau tindakan penggandaan secara tidak sah hasil karya orang lain kemudian didistribusikan untuk mendapat keuntungan ekonomis juga masih rentan.

Contoh aksi plagiarisme yang biasa kita jumpai adalah tindakan mengambil konten/hasil karya orang lain tanpa ijin si pemilik karya; kemudian memposting ulang (repost) konten tersebut tanpa mencantumkan kredit kepada pemilik konten/karya. 

Lebih parahnya lagi, konten atau karya tersebut diklaim seakan-akan merupakan hasil karyanya sendiri dengan menambahkan watermark pada konten tersebut. Padahal watermark sebetulnya digunakan untuk menegaskan sebuah konten sebagai hasil karya eksklusif.

Berdasarkan pengalaman saya sebagai pelaku media sosial yaitu admin sebuah platform media sosial yang cukup banyak followersnya saat ini, saya pun pernah terjebak di dalam permasalahan ini. Tapi kemudian akhirnya tersadarkan ketika ternyata lebih banyak konten saya dicuri, dicomot, dicaplok dan dicatut orang lain. 

Saya mulai tersadarkan bahwa aksi plagiarisme adalah sebuah tindakan yang merugikan si pemilik karya/konten. Sejak saat itu, saya mulai membiasakan diri untuk selalu meminta ijin kepada pemilik karya/konten jika memang ada konten / hasil karya orang lain yang harus saya bagikan ulang.

Undang-undang tentang Hak Cipta sudah mengatur masalah plagiarisme sampai pembajakan. UU No.28/2014 tentang Hak Cipta Pasal 113 mengatur bahwa penggunaan karya/hak cipta tanpa izin dari creator bisa masuk dalam unsur pidana. Pasal 4 UU Hak Cipta lebih jelas lagi menyatakan bahwa Hak Cipta merupakan hak eksklusif yang terdiri atas hak moral dan hak ekonomi. 

Oleh karena itu pihak manapun yang kemudian menerbitkan karya anda tanpa seizin anda dalam bentuk apapun adalah melanggar hak anda sebagai pencipta. 

Konsekuensinya, seorang pelanggar hak cipta bisa dipidana jika si pemilik karya mengadukan pelanggaran tersebut kepada pihak berwajib karena aksi pidana hak cipta adalah delik aduan.

clipartpanda.com
clipartpanda.com
Pemerintah telah mengupayakan banyak berupaya untuk mengatasi plagiarisme dan pembajakan di negara ini. Namun mengapa kesadaran hukum masyarakat akan hak cipta seolah masih begitu sulit dicapai?

Henry Sulistyo, pakar hak cipta dari UPH Jakarta menilai bahwa masih maraknya plagiarisme dan pembajakan disebabkan oleh beberapa factor yaitu orang itu memang tidak tahu; atau tahu tapi sengaja mengabaikan hukum, tidak menghormati orang lain, tidak menghargai etika dan tidak patuh pada hukum.

  1. Bullying

Tindakan bullying adalah sesuatu yang menakutkan di negara-negara maju. Oleh karenanya banyak kampanye anti bullying dilakukan secara massif dan proaktif. Anehnya, di Indonesia aksi bullying seakan masih menjadi hal yang remeh-temeh dan dianggap biasa, termasuk di ruang media sosial.

Di media sosial, dapat kita lihat begitu banyak aksi verbal bullying berseliweran memenuhi kolom-kolom komentar, dinding atau linimasa. 

Bullying terhadap hasil karya atau konten orang lain dikategorikan dalam bullying dunia maya atau cyber bullying dan biasanya didasarkan atas beberapa factor, di antaranya:

  • Hasrat ingin diperhatikan. Dengan mem-bully sebuah konten atau hasil karya orang lain, maka si pelaku seakan merasa bahwa aksinya akan dilihat orang lain sebagai hal yang keren dan bisa membuatnya terkenal.
  • Adanya keuntungan yang didapat. Pelaku sudah mengetahui bahwa tindakan mem-bully adalah hal negative, tapi ia tetap melakukannya karena ada keuntungan yang didapatkan.
  • Rasa iri. Pelaku merasa iri karena tidak bisa menghasilkan sebuah karya/konten seperti yang dilakukan orang yang di-bully. 

Beberapa jenis cyber bullying atas konten / hasil karya orang lain:

  • Mengejek, menghina atau melecehkan karya / konten orang lain melalui kolom komentar.
  • Mengejek, menghina atau melecehkan karya/ konten orang lain melalui tindakan membagikan ulang ke berbagai platform media sosial dengan keterangan kata-kata sindiran, sinis dan sejenisnya.
  • Mencomot bagian tertentu dan konten / hasil karya orang lain kemudian melakukan tindakan penyuntingan ulang untuk kebutuhan bullying. Kasus ini banyak kita temukan di platform seperti media sosial facebook, instagram dan tiktok.

Pertanyaannya, apakah anda memang terlihat atau terkesan keren ketika melakukan bullying? Jawabannya tentu tidak. Malah konsekuensi dari tindakan bullying justru mendatangkan banyak masalah. 

Efek dari tindakan bullying akan sangat mempengaruhi korban hingga mendatangkan masalah psikis sampai pidana. Sedangkan bagi pelaku bisa mendatangkan sanksi hukum.

  1. Boikot 

Aksi memboikot hasil karya atau konten orang lain di media sosial sebetulnya adalah kelanjutan dari aksi bullying, namun lebih bermuatan unsur kompetisi. 

Orang yang tidak menyukai konten atau hasil karya orang lain karena didasarkan pada perasaan iri hati atau cemburu akan melakukan banyak upaya negative, salah satunya dengan memboikot konten atau karya orang.

Aksi ini biasanya dilakukan tidak sendiri tapi secara kolektif dengan menggalang massa. Contoh paling umum yang biasa kita temukan adalah menggalang massa (baca: ratusan akun palsu) untuk "me-report" sebuah konten sehingga berakibat pada konten tersebut dihapus dari platform media sosial. Begitu menyedihkan. 

Padahal konten tersebut tidak bermuatan SARA namun hanya karena sang pembuat konten adalah seorang kompetitor unggulan, maka boikot adalah upaya untuk "mematikan" karyanya di media sosial.

  1. Apatisme / acuh tak acuh terhadap karya orang lain

Permasalahan apatisme atau acuh tak acuh sebetulnya adalah masalah etika yang tak bisa dilepas dari kebiasaan, pendidikan dan kebudayaan. 

Negara-negara maju biasanya sudah melatih masyarakatnya sejak dini untuk memiliki budaya menghargai orang lain. Respek kepada sesama adalah hal terpenting dalam membangun relasi dengan sesama tanpa memandang golongan. 

Sehingga masyarakat di negara maju tak akan segan atau merasa gengsi untuk memberikan kata-kata apresiasi terhadap sebuah karya atau konten yang dianggapnya bermutu dan bagus. Budaya ini tampaknya masih sulit untuk ditemukan di negara kita.

Kenapa harus menghargai karya atau konten orang lain?

  • Setiap orang adalah ciptaan Tuhan. 

Hal pertama yang harus dipahami sebagai alasan menghargai orang adalah semua manusia yang lahir di bumi merupakan ciptaan Tuhan. Oleh karenanya manusia yang memilki kedudukan sama di mata Tuhan sudah semestinya saling menghargai. 

Plagiarisme, pembajakan, bullying dan pemboikotan terhadap karya atau konten orang lain adalah bentuk tidak adanya penghargaan kepada sesama sebagai makhluk yang sama di mata Tuhan.

  • Kesadaran sosial bahwa manusia saling membutuhkan. 

Asalan berikutnya adalah bahwa manusia adalah makhluk sosial, yang berarti bahwa setiap manusia tidak bisa hidup sendiri. Manusia saling membutuhkan, saling mencukupkan dan saling melengkapi. 

Ketika kita dapat membangun ruang komunikasi dengan seorang pemilik konten/karya lainnya, di saat yang sama akan terjadi pertukaran wawasan dan ilmu; dengan demikian kita saling memperkaya satu sama lainnya.

Solusi  Etika Menghargai Karya / Konten Orang di Media Sosial 

Haemin Sunim, seorang guru Budha Zen dan juga penulis paling berpengaru di Korea Selatan pernah menulis, "Ketika kita mengkritik seseorang, caritahu apakah kita melakukannya karena iri hati. 

Kritikan kita mampu menunjukkan lebih banyak siapa kita sesungguhnya dari pada yang kita sadari. Bahkan meskipun kita benar, orang lain akan menganggap kita menjengkelkan." (The Things You Can See Only When You Slow Down)

Ketika menemukan karya atau konten orang lain di media sosial:

  • Berikan komentar sewajarnya. Jika menurutmu bagus, berikan apresiasi yang pantas. Jika anda merasa bahwa karya atau konten tersebut masih kurang bagus, berikanlah saran dan kritik yang membangun.
  • Meskipun tidak menyukai karya atau konten tersebut, diam adalah salah satu ide yang tepat.
  • Selalu berusaha untuk terbiasa meminta ijin kepada pembuatnya jika ingin menggunakan karyanya.
  • Selalu berusaha untuk memberikan kredit kepada pemilik karya jika anda memposting hasil karya atau konten orang lain.
  • Selalu berusaha untuk tidak menjiplak karya orang lain untuk membuatnya jadi karya sendiri. Hal ini akan memaksa anda untuk kreatif menciptakan hasil karya sendiri.

Penutup

Etika, menyangkut keseluruhan aspek internal manusia. Berbeda dengan etiket yang hanya menyangkut segi lahiriah. Oleh karena itu, untuk memiliki etika berinteraksi atau berkomunikasi yang baik di media sosial, sudah seharusnya dimulai dari diri kita sendiri bukan mengharapkan orang lain.

*(Tulisan ini dibawakan oleh penulis sebagai salah satu narasumber pada Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021, NTT - Kab Belu, Selasa 6 Juli 2021)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun