SENDRATARI DEWI KILISUCI
Sendratari Dewi Kilisuci merupakan karya tari yang memvisualisasikan mengenai kesucian Dewi Kilisuci. Tarian ini diciptakan bertujuan untuk memberitahu kepada pelaku seni mengenai karya seni tari yang dapat dikolaborasikan dengan kekayaaan sejarah dan peninggalannya yang dimiliki Kota Kediri dan menceritakan kisah hidup Dewi Kilisuci.
Gunung kelud memiliki legenda panjang, menurut legendanya bukan berasal dari gundukan tanah meninggi secara alami, akan tetapi terbentuk dari sebuah pengkhianatan cinta seorang putri bernama Dewi Kilisuci terhadap dua raja sakti bernama Mahesa Suro dan Lembu Suro. Dikisahkan Dewi kilisuci merupakan putri jenggolo manik yang terkenal akan kecantikannya yang dilamar oleh dua orang raja. Namun yang melamar bukan dari bangsa manusia, karena yang satu berkepala lembu bernama Raja Lembu dan satunya lagu berkepala kerbau bernama Mahesa Suro. Untuk menolak lamaran tersebut, Dewi Kilisuci membuat sayembara yang tidak mungkin dikerjakan oleh manusia biasa, yaitu membuat dua sumur di atas puncak gunung kelud. Satu sumur harus berbau amis sedangkan lainnya harus berbau harum dan harus selesai dalam satu malam atau sampai ayam berkokok.
Permintaan Dewi Kilisuci disanggupi oleh kedua raja tersebut, Setelah bekerja semalaman, kedua-duanya menang dalam sayembara. Tetapi Dewi Kilisuci masih belum mau dinikahi, kemudian Dewi Kilisuci mengajukan satu permintaan lagi yakni kedua raja tersebut harus membuktikan dahulu bahwa kedua sumur tersebut benar berbau wangi dan amis dengan cara mereka berdua harus masuk ke dalam sumur.
Kedua raja tersebut masuk ke dalam sumur yang sangat dalam, lalu Dewi Kilisuci memerintahkan prajurit Jenggala untuk menimbun keduanya dengan batu. Maka matilah Mahesa Suro dan Lembu Suro, Akan tetapi sebelum mati Lembu Suro sempat bersumpah dengan mengatakan “Oyoh, wong Kediri mbesuk bakal pethuk piwalesku sing makaping kaping yaiku Kediri bakal dadi kali, Blitar dadi latar, Tulungagung bakal dadi Kedung” yang berarti “Ya, orang Kediri besok akan mendapatkan pembalasanku yang sangat besar. Kediri bakal jadi sungai, Blitar akan jadi daratan dan Tulungagung menjadi danau”. Dengan legenda ini akhirnya masyarakat lereng Gunung Kelud melakukan sesaji sebagai tolak bakal supah itu disebut Larung Sesaji.
Desa Cupak, Jombang terdapat perayaan hari besar islam atau lebih dikenal sebagai grebeg Suro. Keberagaman tradisi sebagai bentuk peringatan tersebut antara lain seni dan kirab yang ditampilkan di bulan Suro. Dalam acara ini ditampilkan sendratari Dewi Kilisuci yang merupakan visualisasi mengenai kisah hidupnya dan merupakan salah penghormatan yang masih dijalankan sampai sekarang. Acara ini diadakan pada tanggal 9 Oktober 2022 di Desa Cupak Kecamatan Ngusikan Kabupaten Jombang yang dilakukan oleh seluruh warga Cupak dan Bapak Rektor, Dosen serta para Mahasiswa Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya.
SENI LUKIS DIATAS ANYAMAN