Mohon tunggu...
Seni Asiati
Seni Asiati Mohon Tunggu... Guru - Untuk direnungkan

Berawal dari sebuah hobi, akhirnya menjadi kegiatan yang menghasilkan. Hasil yang paling utama adalah terus berliterasi menuangkan ide dan gagasan dalam sebuah tulisan. Selain itu dengan menulis rekam sejarah pun dimulai, ada warisan yang dapat kita banggakan pada anak cucu kita nantinya. Ayo, terus torehkan tinta untuk dikenang dan beroleh nilai ibadah yang tak putus.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Malaikat yang Berjiwa

10 November 2020   15:25 Diperbarui: 10 November 2020   16:06 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash


Semua orang pasti mempunyai bapak. Setiap orang mempunyai cerita tentang bapak. Setiap cerita tentang bapak pastilah bermakna. Bapak bagi kami adalah sosok inspiratif yang selalu ada berbagi dengan segala ide dan candanya. Ajaran bapak tertanam di hati  agar kami berani, jujur, dan disiplin baik dalam waktu maupun kebiasaan.

Disiplin yang diterapkan di rumah, menjadikan kami pribadi yang tangguh dan bergerak cepat. Bapak meminta kami untuk tidak menunda pekerjaan. Bapak juga mendidik kami seperti yang layaknya sekolah militer.

Kenangan bersama bapak pasti akan selalu menjadi kisah yang teramat indah. Untuk anak-anaknya tak ada yang terlewat dari sosok bapak. Ini ceritaku tentang bapak, bagi kami anak-anaknya bapak adalah malaikat yang berjiwa.

Waktu itu bulan Ramadhan cuaca panas terik. Bapak baru pulang dari dinasnya, masih dua jam lagi waktu berbuka. Waktu itu aku dan adikku masih berusia 9 dan 8 tahun, kami berbaring saja di sofa depan. Lapar dan haus yang melanda karena sudah seharian berpuasa membuat kami malas untuk bergerak, bahkan bermain saja kami enggan. Seperti anak-anak lain, hanya jam di dinding yang selalu kami tengok.

"Anak bapak, puasa semua nih?" tanya bapak pada kami yang lemas tanpa tulang. Aku mengangguk dan melanjutkan dengan mengambil bantal sofa. "Puasa kok lemas terus, yuk kita cari kerang di pantai Cilincing," kata bapak pada kami yang langsung melompat kegirangan.

Kegiatan di pantai Cilincing kalau sore apalagi di bulan puasa menjadi kegiatan yang mengasyikan. Biasanya aku dan adikku yang selalu diajak bapak, kata bapak karena kami berdua yang muat di boncengan motor. Kali ini bapak mengajak kakakku ikut.

Bapak baru pulang dari dinas harusnya bapak istrahat, tapi melihat buah hatinya lemas karena puasa, bapak mengajak kami 'ngabuburit' alias jalan-jalan menunggu waktu berbuka di pantai dekat rumah. Pakaian kebesaran bapak sudah berganti dengan kaos dan celana pendek, khas bapak.

Pantai Cilincing tidak begitu jauh dari rumah kami dan selalu ramai oleh pengunjung apalagi kalau bulan Ramadhan. Kadang saja sih bapak mengajak kakakku sehingga motor bapak penuh dengan anak-anak bapak. Motor bapak akan memuat empat orang penumpang. Aku, adikku, dan kakakku dengan bapak yang mengemudikan memenuhi sadel motor dengan tubuh kami yang sudah mulai besar.

Sambil menunggu waktu berbuka aku dan adikku akan diajak bapak mencari kerang yang banyak bertebaran di pantai. Kakakku sibuk mengukir nama di pantai. Sesekali bapak mengangkat adikku yang memang badannya kecil ke udara dan memutar seolah-olah akan melempar. Kenangan itu terekam jelas olehku karena permainan itu membuat aku berebut untuk ikut diangkat. Sesekali bapak mengangkatku, tapi adikku pasti akan berteriak untuk diangkat juga.

Malam takbiran atau sehari sebelum lebaran, malah lebih seru lagi, bapak akan mengajak kami berkeliling kompleks sambil bertakbir. Bapak selalu ada untuk kami sesibuk apapun. Aku dan saudara-saudaraku akan ikut kemana saja bapak mengajak kami tinggal.

Tidak heran kalau kami merasakan pindah rumah sebanyak empat kali. Bukan karena habis kontrakan, melainkan tugas bapak yang membuat kami harus ikut bapak. Bapak ingin keluarga kami berkumpul walaupun harus sering berpindah tempat tinggal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun