Mohon tunggu...
Sendi Suwantoro
Sendi Suwantoro Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ketua SEMA FTIK IAIN Ponorogo 2023/2024

Jangan pernah meremehkan orang walaupun bersalah jangan memandang diri sendiri ketika punya kelebihan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pelangi di Jendela Ibu

8 Januari 2024   10:40 Diperbarui: 8 Januari 2024   10:52 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nenekku pernah berkata, pelangi tak pernah singgah di jendela tua kita. Katanya, jendela itu terlalu lusuh, kacanya penuh noda debu dan kenangan lama. Aku tak pernah terlalu mempercayainya. Bagiku, jendela itulah yang paling mengerti detak jantung rumah ini, yang merekam tarian cahaya matahari senja hingga rintik hujan di musim penghujan.

Hari ini, langit kelabu. Hujan deras bergemuruh sejak subuh, meratapi kepergian Ibu. Wajahnya yang hangat dan keriput, tangannya yang selalu beraroma rempah, kini terbaring kaku di balik kain putih. Dingin kamar merambat ke tulangku, menembus tebal selimut. Aku berjalan ke jendela, jariku menyapu debu yang menempel.

Ada sesuatu yang berubah. Matahari mengintip malu-malu dari balik awan, dan di ujung pandangku, sebentuk lengkung warna-warni terbentang! Pelangi, terbentang tepat di atas gubuk tua kami, seolah mewarnai air mata duka di pipiku.

Jendela tua ini, saksi bisu berjuta cerita Ibu, akhirnya dikunjungi pelangi. Ibu selalu berkata, pelangi adalah janji Tuhan, pesan cinta yang dia bisikkan pada dunia. Mungkin ini pesan cintanya untukku, pengantar perjalanan selanjutnya tanpa pelukannya.

Pelangi itu indah, memancarkan warna-warni ke seluruh penjuru ruangan. Cahaya kuning keemasan menyentuh wajah Ibu, seolah dia tersenyum padaku. Biru langit membaur dengan air mataku, membentuk bulir-bulir kristal yang berkilau. Hijau zamrud merambat ke dinding, menghidupkan kembali lukisan keluara kami yang sudah memudar.

Aku bersandar di jendela, pelangi tak lagi asing di mataku. Ibu pernah berkata, "Mira, lihatlah pelangi. Setiap warna punya maknanya. Merah itu keberanian, jingga itu semangat, hijau itu harapan, biru itu kedamaian, dan ungu itu cinta."

Pelangi di jendela ini bukanlah kebetulan. Ini adalah pesan terakhir Ibu, pelukan dari kejauhan, janji cinta yang tak lekang oleh waktu. Aku tak lagi takut kehilangan, karena pelangi ini, pelangi di jendela Ibu, akan selalu menjadi pengingat, bahwa cintanya akan terus mewarnai langitku.

Dan suatu hari nanti, jika aku merindukannya, cukuplah aku memandang jendela tua ini. Di sana, di antara noda debu dan kenangan lama, pelangi Ibu akan selalu siap menyambutku, membisikkan kata-kata cinta yang tak pernah padam.

Baca juga: Ibu, Penjahit Mimpi

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun