Mohon tunggu...
Selvy Mey Ananta Putri
Selvy Mey Ananta Putri Mohon Tunggu... Mahasiswa

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Book

Plagiarisme di Era Digital

15 Juli 2025   13:24 Diperbarui: 15 Juli 2025   13:24 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

     Plagiarisme di era digital kini menjadi masalah yang cukup serius, bukan hanya di dunia pendidikan, tetapi juga dalam hal kualitas pengetahuan dan kejujuran dalam menulis. Karena internet semakin mudah diakses, menyalin karya orang lain tanpa izin pun jadi lebih gampang. Di balik kemudahan itu, ada masalah penting soal etika yang perlu diperhatikan, terutama di sekolah, kampus, dan tempat kerja.

     Menurut Amalina dan Ardiansyah (2025), plagiarisme adalah tindakan mengambil ide, tulisan, atau karya orang lain tanpa mencantumkan sumber dengan benar dan jujur. Perilaku ini bisa merusak reputasi seseorang dan mengurangi nilai keaslian sebuah tulisan. Artikel ini akan membahas secara lengkap apa itu plagiarisme, bentuk-bentuknya, apa penyebabnya, dampaknya, serta cara-cara untuk menghindarinya di era digital.

Apa Itu Plagiarisme di Era Digital?

     Plagiarisme di era digital merujuk pada praktik menjiplak konten orang lain, baik berupa teks, gambar, ide, bahkan hasil penelitian yang dilakukan melalui perangkat atau platform digital. Praktik ini dapat dilakukan secara sadar maupun tidak sadar, baik oleh pelajar, mahasiswa, dosen, maupun penulis profesional. Dengan hadirnya teknologi seperti copy-paste, AI generator, dan situs berbagi file, plagiarisme menjadi lebih cepat dilakukan namun sulit dideteksi secara kasat mata.

Bentuk-Bentuk Plagiarisme yang Perlu Diwaspadai

     Plagiarisme tidak selalu terjadi secara terang-terangan. Ada banyak bentuk penjiplakan yang sering luput dari perhatian, baik yang dilakukan secara sengaja maupun karena kurangnya pemahaman.  Salah satu bentuk paling jelas adalah plagiarisme langsung. Ini terjadi saat seseorang menyalin utuh kalimat, paragraf, atau bahkan satu dokumen dari sumber asli tanpa mencantumkan kredit atau menggunakan tanda kutip. Dengan kata lain, isi tulisan diambil mentah-mentah dan diakui sebagai milik sendiri. Ada pula yang dikenal sebagai plagiarisme parsial atau mosaic plagiarism. Pada kasus ini, penulis mengambil potongan-potongan teks dari berbagai sumber, lalu merangkainya menjadi satu tulisan baru. Sekilas terlihat orisinal, tetapi sebenarnya hasil jiplakan tersembunyi karena tidak ada sumber yang disebutkan. Plagiarisme diri sendiri juga termasuk bentuk pelanggaran yang cukup sering dilakukan tanpa disadari. Ini terjadi ketika seseorang menggunakan kembali karya yang pernah ditulis sebelumnya, baik dalam bentuk tugas, artikel, atau publikasi tanpa mencantumkan bahwa tulisan tersebut adalah hasil karya lama. Meski karyanya sendiri, tetap diperlukan kejelasan dan izin untuk menggunakannya kembali. Bentuk lain yang tak kalah penting untuk dikenali adalah plagiarisme ide. Di sini, seseorang mungkin tidak menyalin kata demi kata, tetapi mengambil gagasan atau konsep utama milik orang lain lalu menuliskannya dengan bahasa sendiri, seolah-olah itu ide orisinalnya. Plagiarisme jenis ini sulit dideteksi secara kasat mata, tapi tetap melanggar etika akademik. Yang terbaru dan makin marak adalah plagiarisme otomatis, yaitu penggunaan alat bantu seperti AI atau aplikasi parafrase otomatis yang menghasilkan teks baru dari tulisan orang lain tanpa menyebutkan sumber. Meskipun hasilnya terlihat berbeda, isi dan pesan yang disampaikan tetap bersumber dari karya orang lain. Dengan memahami berbagai bentuk plagiarisme ini, kita jadi lebih waspada dan bertanggung jawab dalam menulis. Karena menjaga orisinalitas bukan hanya soal teknis, tapi juga soal nilai dan integritas pribadi.

Mengapa Plagiarisme Marak di Era Digital?

Plagiarisme semakin sering terjadi di era digital, terutama di kalangan pelajar dan mahasiswa. Ada beberapa alasan utama mengapa hal ini menjadi masalah yang terus berkembang:

1. Kemudahan Akses Informasi
Internet memudahkan siapa pun untuk mendapatkan informasi dalam jumlah besar hanya dalam hitungan detik. Ribuan artikel, jurnal, tugas akhir, hingga esai tersedia bebas, sehingga godaan untuk menyalin tanpa izin pun semakin besar.

2. Tekanan Akademik
Banyak mahasiswa merasa tertekan karena tenggat waktu tugas yang ketat, tuntutan nilai, atau beban studi yang menumpuk. Dalam situasi seperti ini, tidak sedikit yang memilih jalan pintas dengan menyalin tulisan dari internet.

3. Kurangnya Literasi Informasi
Sebagian mahasiswa belum memahami pentingnya etika menulis dan bagaimana cara mengutip yang benar. Mereka mungkin tidak tahu bahwa mengubah sedikit redaksi tanpa menyebutkan sumber tetap termasuk plagiarisme.

4. Minimnya Pengawasan dan Kebijakan Tegas
Beberapa institusi pendidikan belum memiliki sistem yang kuat untuk memeriksa keaslian tulisan atau belum memberikan edukasi mendalam soal plagiarisme. Akibatnya, pelanggaran ini kerap terjadi tanpa konsekuensi yang jelas.

5. Kurangnya Penguasaan Teknik Menulis Akademik
Sebagaimana dijelaskan oleh Pratiwi, M. A., & Aisya, N. (2021) dalam jurnal Public Letters, banyak mahasiswa belum menguasai teknik penulisan akademik secara baik. Kurangnya pemahaman tentang struktur, kutipan, dan referensi menyebabkan mereka lebih mudah terjerumus ke dalam praktik plagiarisme.
 Lihat jurnal

Dampak Plagiarisme, Bukan Sekadar Soal Nilai

     Plagiarisme bukan hanya kesalahan kecil dalam menulis. Dampaknya bisa merugikan banyak pihak, mulai dari pelaku itu sendiri, institusi tempat ia belajar atau bekerja, hingga masyarakat secara luas.

  • Bagi individu, plagiarisme bisa merusak reputasi akademik yang sudah dibangun dengan susah payah. Seorang mahasiswa, misalnya, bisa mendapat nilai rendah, bahkan dikenai sanksi berupa skorsing atau dikeluarkan dari kampus (drop out). Reputasi yang buruk ini juga bisa memengaruhi kepercayaan di dunia kerja nantinya.
  • Sementara itu, dampaknya terhadap institusi juga tidak bisa dianggap remeh. Ketika banyak kasus plagiarisme terjadi di sebuah perguruan tinggi, kualitas lulusan dipertanyakan. Nama baik kampus bisa tercoreng, dan bukan tidak mungkin akreditasi turun atau kerja sama penelitian dengan pihak lain dibatalkan.
  • Lebih luas lagi, dampak sosial dari plagiarisme adalah hilangnya kepercayaan publik terhadap dunia akademik. Jika karya-karya ilmiah dipenuhi hasil jiplakan, maka informasi yang beredar pun menjadi tidak orisinal. Ini bisa menciptakan budaya belajar yang tidak sehat dan mengikis semangat berpikir kritis di kalangan pelajar.

Fakta Nyata Plagiarisme di Dunia Mahasiswa

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun