Mohon tunggu...
Selo Lamatapo
Selo Lamatapo Mohon Tunggu... Jurnalis -

Jurnalis pada surat kabar Flores Pos

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ayah, Aku Ingin Sekolah

28 November 2018   11:34 Diperbarui: 28 November 2018   11:38 338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Keluarga kecil itu bergotong royong membuat sapu lidi dan selanjutnya dijual oleh Bernadeta ke kios-kios dengan harga per sapu lidi 7.000 rupiah. Harga ini membuat keluarga kecil Bernadeta bertahan hidup sehari dan memenuhi keinginan-keinginan dadakan Jojon yang berusia belia.

Selain itu, Firmus juga mengisi kekosongan hariannya dengan menjahit sepatu dan sendal para warga yang mempercayakan jasanya. Firmus yang tabah tidak pernah meminta imbalan. Ia hanya mengharapkan belas kasih warga.  

Jojon dan Olga yang tabah

Dalam kesusahan yang demikian rumit, Olga, si sulung, dan Jojon pernah mengutarakan kerinduan untuk mengenyam pendidikan ke jenjang lebih tinggi. 

Saat itu, usai penerimaan rapor sekolah, Olga mengutarakan niatnya ke tingkat SMP kepada ibu dan ayahnya di kos. Olga yang selalu meraih juara 1 tiap semester bertekad melanjutkan pendidikannya ke SMP.

"Ayah, bisakah saya melanjutkan pendidikan hanya sampai ke tingkat SMP? Biayanya nanti saya cari sendiri. Saya akan pilih dan jual kemiri untuk biaya sekolah saya." Olga bertanya seakan membujuk dan meyakinkan orang tuanya.

Firmus, sang ayah tunduk tak mampu menahan air mata. Sementara Bernadeta tak bisa menyembunyikan air matanya. Ia memeluk Olga, anaknya, dengan pelukan yang paling hangat untuk mengatakan bahwa pelukan itulah yang menjaga Olga hingga selamanya.

"Kalau keadaan ayah seperti dulu, Nak, ayah tidak akan pernah membiarkan kamu menderita seperti ini. Kamu boleh sekolah sampai tingkat mana pun, ayah akan biayai. Tapi, sekarang ayah tidak bisa berbuat apa-apa. Ayah juga tidak tega lihat ibumu kerja banting tulang untuk biaya pendidikan yang kian mahal," tutur Firmus seraya menangis setelah mengutarakan semua ini.

Olga turut menangis. Air matanya menghapus niatnya untuk berhenti meminta hal serupa lagi. Ia hanya bekerja dan berjuang menggunakan waktu tersisa di jenjang pendidikan sekolah dasar. Ilmu bisa saja datang dari luar bangku pendidikan. 

Jojon yang kecil tidak tahu apa-apa akan semua ini. Ia menyaksikan semua itu dalam hening. Pernah ia mengutarakan hal yang sama kepada ayah dan ibunya.

"Ayah, saya mau jadi polisi. Tapi kalau ayah tidak ada uang, nanti saya jadi konjak (kondektur) mobil supaya saya tabung uang untuk sekolah saya," ujar Bernadeta mengulangi kalimat anaknya, Jojon, saat itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun