Mohon tunggu...
Seliara
Seliara Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Dentist

Bahagia berkarya dan berbagi sebagai wujud rasa syukur

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kodokushi, Adakah yang Salah dengan Sifat Mandiri Warga Jepang?

26 Juni 2021   23:24 Diperbarui: 12 Agustus 2021   09:58 2368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi makam di Jepang. Sumber: Wahyu/travel.detik.com

Meski awalnya agak susah, mengingat budaya di Jepang sangat menjunjung tinggi privacy, bahkan tetangga apato sebelah saja tidak kenal. Mungkin hanya tersenyum atau membungkukkan badan saat tak sengaja bertemu di depan pintu atau berpapasan di koridor.

Dari para 'korban' kodokushi, ada yang mempunyai banyak uang. Ada juga yang mempunyai sedikit uang, bahkan ada yang hidup tanpa listrik dan gas selama beberapa tahun. Tapi mereka mempunyai masalah yang nyaris sama, yaitu putus hubungan dengan keluarga. Entah apakah mereka punya kesalahan di masa lalu atau sengaja menghindar dari keluarganya. Mereka juga tidak kenal dan tidak berkomunikasi dengan tetangga di sebelah kiri kanan kamarnya.

Namun dari beberapa 'korban' kodokushi ini, ada yang sebelum meninggal sempat meninggalkan tulisan 'Caretaker, please help me' pada selembar kertas, namun kertas itu masih tersimpan di kamar, di samping sisa-sisa jenazahnya. Mungkin saja saat itu 'beliau' sedang sakit dan tak mampu berjalan untuk menaruh tulisan itu di pintu bagian luar. Tapi, sebenarnya 'beliau' sedang mencari bantuan di masa akhir kehidupannya.

Pemilik dari sebuah perusahaan penyewaan rumah di Osaka, Taichi Yoshida mengklaim bahwa 20 persen dari kliennya terlibat kodokushi. Dia juga menyatakan beberapa tanda-tanda seseorang yang mungkin berada dalam bahaya kodokushi.

“Sebagian besar kematian karena kesepian adalah orang-orang yang agak berantakan,” kata Yoshida. “Ini adalah seseorang yang, ketika mereka mengambil sesuatu, mereka tidak menempatkannya kembali; ketika sesuatu rusak, mereka tidak memperbaikinya; ketika suatu hubungan berantakan, mereka tidak memperbaikinya.”

Jasa Pembersihan Apato yang menjadi Lokasi Kodokushi

Ilustrasi alat pembersih. Sumber: Pixabay
Ilustrasi alat pembersih. Sumber: Pixabay
Meningkatnya angka kejadian kodokushi di Jepang tentu membuat galau pengelola apato (fudosan). Kematian itu banyak yang tidak diketahui, sampai akhirnya menimbulkan bau busuk dan banyak lalat beterbangan. Entah apa karena renggangnya ikatan antar penghuni apato atau karena menghargai privacy orang lain, membuat hal ini sering terjadi.

Ditambah dengan para penyewa yang membayar uang sewa dengan cara autodebet, sehingga pembayaran tetap lancar dan fudosan merasa aman-aman saja. Bahkan ada yang setelah berbulan-bulan atau bertahun baru diketahui, saat uang di rekening habis dan tak bisa didebet lagi.  

Maraknya permasalahan kodokushi ini telah menjadi momok bagi pengelola lingkungan tempat tingal bersewa (apartemen, kontrakan dan lain-lain). Banyak dari mereka yang mengalami kerugian karena tak terbayarnya biaya sewa.

Belum lagi ruangan bekas ditemukannya jasad yang telah lama terdekomposisi (membusuk) umumnya akan sangat sukar untuk dibersihkan, walaupun jasad itu telah diambil oleh pihak yang berwenang, namun tetap saja akan meninggalkan bekas atau residu dan aroma busuk khas dari jasad yang telah terdekomposisi. Selain itu ada resiko tertularnya penyakit yang berasal dari residu jasad yang dibawa oleh serangga seperti lalatdan lainnya.

Banyaknya peristiwa kodokushi membuat munculnya banyak jasa layanan pembersihan. Salah satunya adalah sebuah perusahaan jasa pembersih profesional kodokushi yang bermarkas di Tokyo Jepang. Perusahaan ini didirikan oleh Hirotsugu Madsuda, mengkhususkan diri secara profesional untuk membersihkan ruangan bekas kodokushi.

Saat awal mendirikan perusahaan, sang founder Madsuda sangat kesulitan mencari karyawan . Banyak karyawan yang hanya mampu bertahan beberapa minggu saja. Hampir semua karyawannya keluar dengan alasan yang sama, yaitu tak tahan dengan pekerjaannya yang 'mengerikan'.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun