Mohon tunggu...
Seliara
Seliara Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Dentist

Bahagia berkarya dan berbagi sebagai wujud rasa syukur

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kodokushi, Adakah yang Salah dengan Sifat Mandiri Warga Jepang?

26 Juni 2021   23:24 Diperbarui: 12 Agustus 2021   09:58 2368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar ini diambil pada 21 Juni 2017, ketika petugas kebersihan Hidemitsu Ohsima menunjukkan kasur di mana seorang lansia meninggal dalam kesendirian selama dua pekan di apartemennya di Yokohama, Jepang. (Foto: AFP/Behrouz Mehri via Kompas.com)

Sore itu saya sedang asyik menyiram bunga, ketika ponsel saya berbunyi. Saya menghentikan kegiatan menyiram dan mengambil ponsel, oh dari si bungsu. Ah senangnya mendapat telepon dari anak lanang yang tinggal jauh di seberang.

Maka mulailah meluncur cerita dari anak bungsu saya. Dia bercerita tentang kegiatannya seharian, kuliah dan internlab-nya. Alhamdulillah dia mulai menyukai kegiatan di labnya.

Semester ini anak saya mengambil kegiatan laboratorium, sebuah aktivitas di luar mata kuliahnya. Melalui aktivitas di laboratorium itu dia bisa belajar banyak. Salah satunya bisa menemukan passion-nya dan hal-hal menarik lainnya. Saya selalu senang mendengar cerita-ceritanya.

Sudah setahun lebih, anak saya melewati masa pandemi jauh dari keluarga, saya tahu ini bukanlah hal yang mudah.

Oya, sebelum menutup telepon dia bercerita tentang tetangga apato (apartemen) temannya, seorang kakek yang meninggal dunia dan baru ketahuan beberapa hari kemudian. Sebenarnya sang teman sudah curiga, setiap melewati kamar 102 (kamar si kakek) tercium bau bangkai yang lumayan menyengat. Karena jarang sekali di apato Jepang tercium bau bangkai dan semacamnya.


Puncaknya pada Sabtu dini hari saat sang teman baru pulang dari lab, sekitar jam 00.30 waktu setempat, baunya sudah tak terelakkan, apalagi saat melewati kamar tersebut.

Akhirnya Sabtu sore ada polisi dan ambulans yang mengevakuasi jenazahnya.  

Setelah anak saya menutup telepon saya termenung sendirian.

Ilustrasi rumah di Jepang. Sumber: Pixabay
Ilustrasi rumah di Jepang. Sumber: Pixabay
Memang prinsip orang Jepang itu tidak mau mengganggu orang lain, termasuk anak-anaknya. Jadi kebanyakan lansia di sana tinggal mandiri. Ada yang tinggal di panti wreda, tinggal di rumah atau apato bersama suami/istri atau tinggal sendirian karena beberapa alasan.

Memang ada baiknya, tapi kalau ada kejadian seperti ini, saya jadi berpikir, apakah ada yang salah dengan prinsip mereka?

Kodokushi, Mati dalam Kesendirian di Jepang

Ilustrasi makam di Jepang. Sumber: Wahyu/travel.detik.com
Ilustrasi makam di Jepang. Sumber: Wahyu/travel.detik.com
Kodokushi atau mati dalam kesendirian, sebuah kondisi yang terus bertumbuh menimpa kalangan lansia di Jepang.

Kodokushi menjadi masalah yang terus berkembang di Jepang, di mana 27,7 persen dari populasi berusia lebih dari 65 tahun. Sementara ada banyak warga berusia paruh baya yang menyerah mencari pasangan hidup.

Para ahli menyatakan, kombinasi antara budaya Jepang yang unik, sosial, dan faktor demografi bergabung menjadi masalah serius. Tak ada angka resmi terkait kodokushi, tetapi kebanyakan ahli meyakini 30.000 orang mati dalam kesendirian per tahun.

Masyarakat modern Jepang mengalami perubahan budaya dan ekonomi dalam beberapa dekade terakhir. Pakar demografi mengatakan, jaring pengaman sosial negara tersebut telah gagal mengimbangi beban keluarga untuk merawat orangtua.

Kasuhiko Fujimori, kepala riset di Institut Informasi dan Penelitian Mizuho mengatakan bahwa keluarga di Jepang menjadi fondasi dukungan sosial. Namun, kondisi itu telah berubah dengan meningkatnya orang yang memilih hidup sendiri dan jumlah keluarga semakin mengecil.

Dalam tiga dekade terakhir, Jepang menghadapi pangsa rumah tangga penghuni tunggal yang tumbuh lebih dari dua kali lipat menjadi 14,5 persen dari total populasi. Kenaikan tersebut terutama didorong pria berusia 50-an dan wanita berusia 80-an atau lebih.

Tingkat pernikahan juga menurun. Para pakar meyakini, banyak pria mengkhawatirkan pekerjaan mereka bila memulai sebuah keluarga. Di sisi lain, banyak wanita memasuki dunia kerja merasa tidak membutuhkan suami untuk mencukupi kebutuhan mereka.

Satu dari empat pria Jepang berusia 50 tahun tidak pernah menikah. Pada 2030, angka tersebut diperkirakan naik menjadi satu dari tiga pria.

Sebanyak 15 persen lansia di Jepang hidup dalam kesendirian. Mereka bahkan hanya berbincang satu kali dalam sepekan. Angka itu lebih tinggi dari jumlah lansia yang hidup sendirian di Swedia, Amerika Serikat, dan Jerman yang berkisar 6-8 persen.

Memberi Perhatian kepada Para Lansia yang Hidup Sendirian

Ilustrasi lansia bahagia. Sumber: Pixabay
Ilustrasi lansia bahagia. Sumber: Pixabay
Mengingat meningkatnya kejadian kodokushi, ada beberapa langkah yang sudah diambil untuk mengantisipasi hal tersebut. Salah satunya berupa kunjungan dan perhatian kepada lansia yang tinggal sendirian.

Ada beberapa relawan yang tergabung dan berkunjung secara berkala ke apato-apato yang dihuni oleh para lansia. Mereka menyapa, menanyakan kondisi kesehatan, menanyakan apakah sudah tersedia makanan dan lain-lain. Diharapkan dengan adanya kunjungan berkala seperti itu, permasalahan kodokushi bisa ditekan.

Meski awalnya agak susah, mengingat budaya di Jepang sangat menjunjung tinggi privacy, bahkan tetangga apato sebelah saja tidak kenal. Mungkin hanya tersenyum atau membungkukkan badan saat tak sengaja bertemu di depan pintu atau berpapasan di koridor.

Dari para 'korban' kodokushi, ada yang mempunyai banyak uang. Ada juga yang mempunyai sedikit uang, bahkan ada yang hidup tanpa listrik dan gas selama beberapa tahun. Tapi mereka mempunyai masalah yang nyaris sama, yaitu putus hubungan dengan keluarga. Entah apakah mereka punya kesalahan di masa lalu atau sengaja menghindar dari keluarganya. Mereka juga tidak kenal dan tidak berkomunikasi dengan tetangga di sebelah kiri kanan kamarnya.

Namun dari beberapa 'korban' kodokushi ini, ada yang sebelum meninggal sempat meninggalkan tulisan 'Caretaker, please help me' pada selembar kertas, namun kertas itu masih tersimpan di kamar, di samping sisa-sisa jenazahnya. Mungkin saja saat itu 'beliau' sedang sakit dan tak mampu berjalan untuk menaruh tulisan itu di pintu bagian luar. Tapi, sebenarnya 'beliau' sedang mencari bantuan di masa akhir kehidupannya.

Pemilik dari sebuah perusahaan penyewaan rumah di Osaka, Taichi Yoshida mengklaim bahwa 20 persen dari kliennya terlibat kodokushi. Dia juga menyatakan beberapa tanda-tanda seseorang yang mungkin berada dalam bahaya kodokushi.

“Sebagian besar kematian karena kesepian adalah orang-orang yang agak berantakan,” kata Yoshida. “Ini adalah seseorang yang, ketika mereka mengambil sesuatu, mereka tidak menempatkannya kembali; ketika sesuatu rusak, mereka tidak memperbaikinya; ketika suatu hubungan berantakan, mereka tidak memperbaikinya.”

Jasa Pembersihan Apato yang menjadi Lokasi Kodokushi

Ilustrasi alat pembersih. Sumber: Pixabay
Ilustrasi alat pembersih. Sumber: Pixabay
Meningkatnya angka kejadian kodokushi di Jepang tentu membuat galau pengelola apato (fudosan). Kematian itu banyak yang tidak diketahui, sampai akhirnya menimbulkan bau busuk dan banyak lalat beterbangan. Entah apa karena renggangnya ikatan antar penghuni apato atau karena menghargai privacy orang lain, membuat hal ini sering terjadi.

Ditambah dengan para penyewa yang membayar uang sewa dengan cara autodebet, sehingga pembayaran tetap lancar dan fudosan merasa aman-aman saja. Bahkan ada yang setelah berbulan-bulan atau bertahun baru diketahui, saat uang di rekening habis dan tak bisa didebet lagi.  

Maraknya permasalahan kodokushi ini telah menjadi momok bagi pengelola lingkungan tempat tingal bersewa (apartemen, kontrakan dan lain-lain). Banyak dari mereka yang mengalami kerugian karena tak terbayarnya biaya sewa.

Belum lagi ruangan bekas ditemukannya jasad yang telah lama terdekomposisi (membusuk) umumnya akan sangat sukar untuk dibersihkan, walaupun jasad itu telah diambil oleh pihak yang berwenang, namun tetap saja akan meninggalkan bekas atau residu dan aroma busuk khas dari jasad yang telah terdekomposisi. Selain itu ada resiko tertularnya penyakit yang berasal dari residu jasad yang dibawa oleh serangga seperti lalatdan lainnya.

Banyaknya peristiwa kodokushi membuat munculnya banyak jasa layanan pembersihan. Salah satunya adalah sebuah perusahaan jasa pembersih profesional kodokushi yang bermarkas di Tokyo Jepang. Perusahaan ini didirikan oleh Hirotsugu Madsuda, mengkhususkan diri secara profesional untuk membersihkan ruangan bekas kodokushi.

Saat awal mendirikan perusahaan, sang founder Madsuda sangat kesulitan mencari karyawan . Banyak karyawan yang hanya mampu bertahan beberapa minggu saja. Hampir semua karyawannya keluar dengan alasan yang sama, yaitu tak tahan dengan pekerjaannya yang 'mengerikan'.

Seiring berjalannya waktu, akhirnya Madsuda mempunyai beberapa karyawan tetap yang mampu bertahan. Ke depannya Madsuda akan tetap menerima karyawan baru, karena sejak perusahaan ini didirikan, permintaan akan jasa pembersihan kodokushi meningkat setiap tahunnya. Dengan demikian ia membutuhkan banyak karyawan untuk bekerja di perusahaannya

Bagi Pembaca yang ingin melihat video dokumenter tentang pekerjaan yang dilakukan Madsuda dan timnya saat bertugas, saya sertakan videonya di akhir tulisan ini.

Teriring harapan semoga kita yang tinggal di tanah air tercinta Indonesia, masih akan terus saling peduli satu sama lain. Jangan takut untuk mengulurkan tangan membantu siapa saja yang mungkin berada dalam bahaya merasa sendirian. 

Semoga pemerintah Jepang bisa mengatasi tren kodokushi di negaranya, sehingga fenomena ini bisa makin berkurang.

Bagaimanapun kondisi ini -bagi saya pribadi- sangat memprihatinkan dan menyedihkan. Semoga bisa diambil hikmahnya.

Jakarta, 26 Juni 2021

Seliara

Referensi

satu, dua, tiga

Untuk artikel kesehatan mental lainnya, silakan klik "Seliara kesehatan mental"

Berikut ini video dokumenter tentang aktivitas pembersih 'kodokushi', yaitu pekerjaan apa saja yang dilakukan Madsuda bersama timnya saat menjalankan tugasnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun