Pada tanggal 13 Februari 2021 kemarin terjadi gempa yang cukup besar, dengan M 7,3 berpusat di Fukushima. Sampai Sendai gempa Jepang itu berada di M 7,1.
Dear Diary, sore ini Jakarta diguyur hujan cukup deras. Acaraku hari ini, pulang dari klinik, mampir ke swalayan untuk membeli buah dan langsung pulang ke rumah. Tiba di rumah hujan semakin deras.Â
Setelah masuk rumah segera kuperiksa ponsel, ada miss call dari si bungsu, jam 16.10 WIB. Lanjut di bawahnya ada tulisan ini
Terdengar sahutan dari seberang.
"Assalamu'alaikum, gempa gede, Mi. Tsunami 1 meter. Tapi ga segede kemarin sih."
"Barang-barang jatuh ga, Nak?"
"Enggak, hanya rice cooker gerak pindah posisi. Tapi kasihan perpustakaan, banyak buku-buku berjatuhan."
"Oh iya benar. Terus gimana, malam ini ngungsi ga?"
"Kayaknya sih enggak, insyaa Allah aman. Ada tsunami 1 meter, tapi tempatku kan tinggi."
"Oh syukurlah, tetap waspada dan siap-siap kalau nanti ada perintah evakuasi ya, Nak."
"Ok, Mi"
"Semoga aman dan sehat-sehat ya, Sayang ... "
Ya begitulah, sudah 1,5 tahun si bungsu kuliah di Jepang, tepatnya di Tohoku University, diterima di program undergraduate (S1), kelas internasional dengan mendapat beasiswa MEXT dari pemerinah Jepang. Sebenarnya si bungsu juga diterima di ITB. Tapi kuliah di luar negeri adalah mimpinya, dan akhirnya aku merestui dia menggapai mimpinya itu.
Memilih kuliah di Jepang harus siap dengan resiko bencana alam, mengingat secara geografis Jepang sering dilanda bencana, mulai dari gempa, angin topan (thypoon) yang biasanya disertai dengan badai, hujan lebat dan angin puting beliung serta banjir bandang.
Aku masih ingat saat orientasi mahasiswa baru, ada acara mitigasi bencana, yang mengajarkan tentang apa-apa saja yang harus disiapkan dan dilakukan saat terjadi bencana alam. Untungnya selalu ada peringatan dari pemerintah bila akan terjadi bencana alam serta prediksi kekuatan dan kerusakan yang ditimbulkan.
Dan benar saja, belum ada sebulan tinggal di Jepang, sudah disambut dengan pengumuman adanya thypoon/badai Hagibis yang bergerak mendekat ke pulau Honsu. Dari  pengamatan satelit saat itu posisi badai masih di samudera Pasifik dan sebentar lagi akan bergerak menuju Jepang.Â
Badai Hagibis adalah siklon tropis yang besar dan kuat yang dianggap sebagai topan paling dahsyat. Badan Meteorologi Jepang telah memperingatkan bahwa akan turun hujan yang bisa mengakibatkan banjir setinggi  setengah meter di daerah Tokyo antara Sabtu dan Minggu. Â
Jutaan orang terpaksa mengungsi di tengah peringatan banjir dan tanah longsor, banyak penerbangan dan kereta tidak beroperasi selama bencana berlangsung. Badai Hagibis mengakibatkan kerusakan yang cukup parah di beberapa daerah dan memakan korban jiwa.
Aku dan para orang tua yang tergabung di group saling bertukar informasi menjelang badai itu akan melewati daerah Miyagi, tepatnya di kota Sendai, tempat anak-anak menuntut ilmu.
Saat itu mahasiswa baru masih wajib tinggal di dormitory yang disediakan pihak kampus yang untungnya terletak di daerah  perbukitan, jadi aman dari banjir.Â
Aku dapat kiriman dari salah satu mahasiswa di sana yang kondisi depan apato-nya (apartemennya) mengalami banjir karena hujan yang turun lebat. Banyak mobil yang terendam di parkiran.
Si bungsu jarang bercerita tentang gempa, sampai pada tanggal 13 Februari kemarin terjadi gempa yang cukup besar, dengan M 7,3 berpusat di Fukushima. Sampai Sendai gempa itu berada di M 7,1.
Saat gempa berlangsung, si bungsu masih sempat video call, sehingga aku bisa melihat goncangan cukup keras dan barang-barang berjatuhan.Â
Si bungsu lalu minta ijin mematikan video call karena ingin memutus aliran listrik, mengingat gempa masih berlangung dan guncangannya semakin besar.Â
Saat kejadian jam 22.00 WIB, sekitar jam 12 tengah malam di Jepang. Oya selain barang-barang berjatuhan, ada tembok yang retak akibat goncangan gempa malam itu.
Ini adalah foto kondisi apato si bungsu pasca gempa, semua barang jatuh berhamburan.
Akhirnya ... semoga dengan adanya berbagai bencana ini membuat si bungsu makin siap, kuat dan tangguh. Ada kalanya kesulitan justru menempa seseorang menjadi lebih kuat. Meski jujur kadang ada rasa khawatir mengingat banyaknya bencana di negara sakura tersebut.
Akhirnya hanya bisa berdoa semoga si bungsu selalu dalam lindungan Allah yang Maha Kuasa, karena segala bencana terjadi pasti atas seijin-Nya.
Bencana mengajari kita kerendahan hati, menghilangkan kesombongan dan membuat kita lebih mengenali bahasa alam. Pasti ada yang ingin alam sampaikan pada manusia, melalui keindahannya dan juga bencana.Â
Bagaimanapun kita harus siap hidup berdampingan dengan bencana, karena manusia dikaruniai akal, pengetahuan dan budi pekerti. Semoga suatu saat, bencana alam bukanlah sesuatu yang harus kita takuti, tapi harus kita kenali dan atasi.
Baiklah Diary, demikian cerita hari ini. Semoga si bungsu baik-baik saja di sana dan suatu hari nanti aku bisa menjenguknya, dan kami bisa berkumpul lagi. Terima kasih sudah nitip tulisan di sini.
Seliara