Mohon tunggu...
Sechudin
Sechudin Mohon Tunggu... Wiraswasta - #wartaklasik

Jurnal Lokal

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Garis Kemiskinan dan Dosen

8 April 2019   14:58 Diperbarui: 8 April 2019   15:08 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Wanatirta Prasojo, ini adalah nama pemberian bapak ibuku, sementara aku adalah anak desa yang menurut kebanyakan orang adalah keluarga dibawah garis kemiskinan. aku kadang merasa sangat berat menyandang nama ini, sebenarnya tidak ada yang salah dengan namaku ini, hanya saja tetanggaku menganggap namaku ini tidak cocok dengan status sosialku di masyarakat. "prasojo, apa kamu keturunan bangsawan yah?" Tanya pak Ali tetangga sebelah rumah yang kesehariannya bekerja sebagai PNS di Kabupaten. akupun hanya tersenyum setiap ada pertanyaan yang seakan
menyinggung kepribadianku itu.

Sebenarnya pak ali juga tidak salah, mungkin dia sedang berkelakar atau sekedar menghiburku dengan caranya sendiri. Pak ALi memang orang kaya, yah saya anggap kaya, karena tanahnya ada dimana-mana istrinya sekarang menjabat sebagi anggota dewan pusat dan ke dua anaknya sekarang sudah lulus S2 di perguruan tinggi ternama di daerah kami. bahkan Michael Antonius Gortado anak pertamnaya sekarang mengajar sebagi dosen fisika di kampus dimana dulu dia kuliah.

aku sebagai anak pertama dari 2 bersaudara, keseharianku adalah sebagai pelajar di SMK Utama Putra, selain sekolah aku juga ikut membantu orang tuaku yang bekerja sebagi buruh tani dan kadang bekerja sebagai pekerja srabutan. aku dapat melanjutkan sekolah SMP dan sekarang SMK adalah berkat rahmat Allah yang maha kasih sayang melalui keluarga Pak Muhamad Suaib. kisah ini berawal ketika bapakku bekerja untuk ikut membantu mengelola ladangnnya yang saat itu kekurangan tenaga.

setelah pulang sekolah aku seperti biasanya, ganti baju dan menuju meja, membuka tutup saji kalo ada makanan saya makan, kalo pas kebetulan tidak ada makanan saya biasanya hanya minum air putih, terus kebelangkang rumah melihat kambing milik paman anwar yang dititipkan kepada bapak saya. dibelakang rumah ternyata sudah ada bapak yang baru pulang dari sawah mencari rumput.

"sojo, tadi ada pesan dari pak suaib, katanya nanti sore kamu untuk menemuinya" tutur bapak pelan. "iya pak, nanti sore insyaAllah
saya kesana" jawab saya.
"bagaimana sekolahmu nak?, sebentar lagi kamu lulus, aku tidak menyuruhmu untuk bekerja, kamu masih punya masa depan yang panjang"
cletuk bapak saya. "iya pak, saya juga masih bingung. saya sebenarnya ingin bekerja membantu bapak dan ingin siti tetap bisa
melanjutkan sekolah" jawabku.

setelah dialog panjang lebar dengan bapak sambil memberi makan kambing entah cerita apa ngalor ngidul, tiba-tiba terdengar
suara adzan maghrib dan kami pun bersiap-siap untuk sholat.

waktu menunjukan pukul 19.30, setelah sholat isya akupun segera bergegas menuju rumah Pak Suaib, Muhamad suib, juragan bapakku.
"Assalamualaikum....Assalamualaikum....." sambil mengetuk pintu, suaraku agak keras di depan rumah pak Suaib
"walaikum salam...., iyah.. iyah sebentar" terdengar suara sangat lembut dari dalam rumah entah apa yang terjadi pada diriku, perasaanku tiba-tiba, seketika itu menjadi gugup.
"oohh.... mas sojo, silahkan masuk mas, sudah di tunggu bapak, monggoh silahkan masuk" akupun masuk dengan perasaan lebih bergetar dan gugup, ternyata dirumah pak suiab ada gadis cantik berhijab warna hijau dengan suara yang sangat sopan dan lembut menyamput kedatangan anak buruh tani yang miskin.
"njih mba, terimkasih" jawabku.

aku duduk di kursi, pas didepan pak suaib, kami pun bicara panjang lebar yang intinya membahas kelanjutan sekolahku yang sebentar lagi
selesai. akupun diberi tawaran untuk melanjutkan kuliah dengan beasiswa atau mau bekerja di perusahaan miliknya. aku pun bergumam dalam hati
"oooh... begitu indahnya nasibku, dibalik kemiskinanku ternyata Allah mengirimkan salah satu hambanya untuk mempermudah urusan-urusanku, padahal aku masih sering mengelukan dan kadang menyalahkan tuhan akan nasibku". ini merupakan pilihan yang tak perlu berpikir panjang, karena kedua-duanya merupakan nasib baik.

"jo.. sojo..., kamu pilih mana?" "kamu gapapa kan?" suara pak suaib agak keras sambil menepuk-nepuk bahuku.
"njih pak, nijih". ternyata saya ngalamun agak lama.

Wanatirta Prasojo ternyata tidak mengambil kedua tawaran baik yang diberikan oleh pak suaib. karena pendidikan di SMK sudah dirasa cukup dan kini saatnya menimba ilmu agama untuk bekal di akhirat kelak sambil membantu ayahnya menyekolahkan siti khatijah adiknya. ternyata keputusan yang diambil prasojo dianggap salah dan hampir masyarakat dikampungnya mengolok dengan berbagai olokan.
"sojo sojo, dikasih nasib baik malah ga mau, palah milih nyantri, nyantri dapat apa? tukas mbok Kunah Kaminem tetangga yang juga teman ibunya buruh tanipun mengomentari ucapan mbok kunah "iya jarang-jarang loh ada orang kaya pak suaib di dunia ini mungkin pak suaib satu-satunya".
"mau nyari apa si sojo, agama kan bisa dicari sambil kerja atau sekolah tidak harus mondok" sambut yu parsinah. tidak hanya itu saja, ibu prasojo pun kerap kali menangis tiap pulang dari ladang, karena anaknya dianggap bodoh dalam mengambil keputusan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun