STRUKTUR MASYARAKAT ADAT
Dalam tatanan adat di Lio dikenal tiga kelompok masyarakat hirarkis yakni : Pertama, Mosalaki (pemangku adat), Kedua, kelompok Ajiana, Faiwalu, Anahalo (warga kebanyakan) dan Ketiga, kelompok Ataho’o rowa (para hamba dan budak). Para Mosalaki disamping sebagai pemimpin komunitas masyarakat juga merupakan pemilik tanah ulayat dan pemangku adat. Dalam sebuah kampung atau tanah persekutuhan terdapat sejumlah mosalaki yang bergabung dalam dewan mosalaki. Mereka yang masuk dalam dewan mosalaki ini disebut Dewan Laki Ria. Para Ajiana, Faiwalu dan Ana halo masuk bilangan keluarga besar mosalaki. Dalam hubungan dengan tanah Ajiana, Faiwalu dan Anahalo (anak yatim dan piatu) hanya merupakan penggarap.
Untuk kelompok mosalaki terbagi lagi menjadi Ata Laki Pu’u, Ria Bewa, Boge dan Hage.Dewan Laki Ria secara umum beranggotakan 7 mosalaki (Laki lima rua). Dewan Laki Lima Rua dibagi dalam dua unit yaitu unit tiga besar atau laki telu dengan wewenang tertinggi pada Laki Pu’u (Pangkal laki) untuk urusan ritual. Unit empat besar atau laki sutu untuk mengurus tata pemerintahan profan dan tata hidup rakyat dengan wewenang tertinggi pada Ria Bewa. Sehingga Dewan Laki Ria melengkapi struktur pemerintahannya dengan memilih Laki Pu’u dan dua asistennya serta Ria bewa dengan 3 asistennya. Laki Pu’u bersama dua asistennya atau (tritunggal) bertugas mengurusi upacara ritual adat. Para asisten laki Pu’u disebut Laki Ndu atau mosalaki tu tego taga mido. Para asisten lebih bertugas mengontrol pelaksanaan tugas-tugas ritual yang diajalankan oleh Laki Pu’u.. Ria Bewa adalah pemangku/pelaksana pemerintahan di bidang profan dan tata hidup rakyat banyak. Ria Bewa dipilih secara demokratis oleh dewan Laki Ria. Salah satu tugas penting dari Ria Bewa ialah sebagai hakim adat. Ria Bewa tidak memiliki wewenang atas ulayat. Tetapi bila terjadi persoalan tentang tanah maka Ria Bewa bertugas menyelesaikannya secara adil. Peran yang diemban oleh Ria Bewa dilukiskan sebagai berikut:
“Ria tana iwa, bewa lema la’e.
Ria tau tanga su’u sepu seru ata eo sala ngere sapa wadha;
Bewa tau ngilo aenunu ata eo leko ngere berobewa
Ria menga tau talu sambu no’o ata mangulau (penghubung dengan orang asing)
Bewa menga tau tawa raga no’o laja ghawa” (pembicara dengan kaum pendatang)