Sa Ine adalah satu ibu, satu bapak dan satu asal
Sa One adalah serumah dan sekeluarga.
Hakekat pemahaman bagi Bapak Petrus yakni bahwa suku bangsa Lio adalah sama dan seasal. Suku bangsa Lio berasal dari nenek moyang yang sama. Karenanya orang LIO memandang satu dengan yang lainnya adalah saudara. Untuk memahami hakekat orang LIO, menarik untuk disimak pula pola kebiasaan memberikan nama pada suatu benda yang cenderung berdasarkan tiruan bunyi/suara suatu benda atau anomatoupe.
Kucing yang selalu bersuara “eo,eo,eo” dinamakan ‘ana eo’
Burung Gagak yang selalu bersuara “a,a,a” disebut ’ule a’
Burung Kuau yang bersuara ko, ko, ko disebut ‘Koka’.
Pada waktu melakukan gawi, dengan suara tenor yang khas ‘ata sodha’ mendaraskan syair-syair tradisional dan tiba pada suatu sfeer yang sama ‘ata gawi’ atau peserta secara spontan dan bersemangat menyambung dengan vokal Oo...o...o. Dari syair gawi ini mungkin akan ditelusuri lebih mendalam hakekat keberadaan orang LIO. Apa mungkin suku bangsa LIO adalah orang-orang yang berasal dari leluhur atau daerah asal yang memiliki dasar nama dengan inisial ‘O’ ? Apa mungkin sejak semula suku bangsa ini adalah bagian dari kelompok masyarakat yang hanya menuruti saja pendapat orang lain dengan setuju-setuju saja. O....ho’o (Ya, okey...oke..oke) Yang pasti dalam bahasa LIO suara vokal menjadi sangat dominan termasuk vokal O. Beberapa contoh: one (rumah), sao (rumah), kopo (kandang), rongo (kambing), wolo (bukit), deo (pegang), hago (raut), rombo (kantong), ogo (memagar), oso (minta), bogo (berjasa), tebo (badan/fisik), mo (capai, lelah, malas) kolo/.holo (kepala), sombo (bayi perempuan).