Mohon tunggu...
Sayyidati Hajar
Sayyidati Hajar Mohon Tunggu... Penulis - Perempuan Timor

Perempuan Timor | Traveller Kampung | Teater | Short Story | Short Movie | Suka Budaya NTT | pos-el: sayyidati.hajar@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pawai Paskah, Laboratorium Kerukunan Umat Beragama di Amanuban Timur

3 Mei 2019   21:40 Diperbarui: 5 Mei 2019   16:43 741
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aplikasi jam yang tertera di layar gawai sudah saya lirik beberapa kali. Sedikit khawatir akan terlambat, meski waktu  yang dijadwalkan masih cukup. Rencananya Pak Gubernur Viktor B. Laiskodat akan tiba Pukul 11.00, sekarang baru pukul sepuluh kurang lima belas menit. Butuh waktu sepuluh menit lebih untuk mengganti aki motor, mengisi bensin, dan mengisi angin di bengkel Oko Lo, Niki-Niki. 

Motor Revo lama keluaran tahun 2007 yang akan menemani saya ke Amanuban Timur  harus dalam keadaan prima. Jarak Oe-Ekam, pusat Kecamatan Amanuban Timur 31 kilo meter dari Niki-Niki. Akses jalan ke Oe-Ekam terbilang cukup baik, kecuali dua jembatan kayu yang membuat dada dag-dig-dug.

Jalanan basah sedikit ketika saya berajak dari Bengkel Ence Lo. Jalanan licin. Spidometer menunjuk angka 60, motor berkecepatan sedang  saja  menyusuri jalan utama menuju Oeoh. Jalanan lenggang. 

Sejujurnya keinginan ngebut sudah di ubun-ubun. Tapi kali ini saya menahan diri menyilakan mobil-mobil berplat merah yang ingin ngebut sampai ke lokasi kegiatan Jalan Salib Kontekstual yang diadakan Klasis Amanuban di GMIT Betania Haunomaten pada hari Selasa 30 April 2019. Walau bagaimanapun, formasi harus lengkap. Pejabat pemerintah harus sampai lebih dahulu sebelum Pak Gubernur tiba.

Mobil pejabat pemerintah | Dok. Sayyidati Hajar
Mobil pejabat pemerintah | Dok. Sayyidati Hajar
Gerimis semakin lebat ketika saya tiba di Oeoh. Orang-orang memilih berteduh di bawah atap-atap rumah seng. Beberapa orang memilih bertahan di bawah pohon mahoni besar tempat tali-tali banner terikat. 

Saya tetap melanjutkan perjalanan, hujan tak begitu serius pagi itu. Setelah melewati cabang Oeoh, saya disambut dengan pemandangan khas Amanuban, beberapa adik-adik berseragam merah putih tersenyum ceria.

"Selamat Siang," sapa mereka kompak ketika saya tersenyum memainkan klakson motor. 

Beberapa titik keringat mulai mengucur di dahi. Senyum mereka merekah. Anak-anak kelas 1 Sekolah Dasar. Biasanya mereka pulang  pukul sepuluh atau sebelas. Tradisi 'sekolah setengah hari' yang sejak dulu ada. 

Setelah melewati tiga rombongan anak SD itu, motor saya pacu menuruni jalan menuju jembatan Noefatu. Beberapa orang berseragam dinas siaga di ujung jembatan. Dada saya dag-dig-dug. Jembatan kayu dengan lubang-lubang menganga itu sempat membuat saya gugup. 

Jembatan Noefatu | Dok. Sayyidati Hajar
Jembatan Noefatu | Dok. Sayyidati Hajar
Lubang-lubang menganga | Dok. Sayyidati Hajar
Lubang-lubang menganga | Dok. Sayyidati Hajar

Batuan putih di dasar kali Noefatu bisa menyambut pengendara dari balik lubang. Saya berusaha fokus. Bila mobil-mobil berplat merah itu melewati jembatan-jembatan ini degan perasaan biasa saja. Tak gugup. Harusnya saya pun bisa demikian, bukankah keadaan itu biasa?
 Setelah mengucap 'Basmallah' dalam hati. Gas  mulai saya tancap menyeberangi jembatan kayu Noefatu yang tampak tak banyak berubah. Hampir sama dengan puluhan tahun silam ketika saya masih kecil.
Jalan mulai mendaki. Kayu salib dominan warna ungu mulai  menghias sisi-sisi jalan. Umat kristiani di Amauban Timur banyak membuat kayu salib yang mereka sebut 'hau nehe'. 

Salib atau Hau Nehe | Dok. Sayyidati Hajar
Salib atau Hau Nehe | Dok. Sayyidati Hajar
Selain di jalan-jalan, 'hau nehe' juga dibuat  berukuran kecil untuk digunakan dalam berdoa. Saya sempat berhenti mengambil gambar di jalan dan menyapa beberapa orang yang mengintip dari balik jendela rumahnya.

Motor mulai memasuki desa Oelet. Sebuah masjid berdiri di sisi kiri jalan setelah melewati puluhan gereja sepanjang perjalanan. Masjid berikutnya baru akan dijumpai di Pondok Pesantren Miftahuddin Oe-Ekam. Sebuah mobil berplat merah tampak berusaha mendahului motor Revo yang saya kendarai. Namun kali ini saya sangat ingin ngebut, kami beradu kecepatan tinggi sepanjang jalan raya Oelet menuju jembatan Noebunu. 

Seteleah melewati jembatan Noebunu yang sempat putus musim hujan kemarin itu, saya akhirnya berhenti. Beberapa polisi sudah berjaga di sana. Tepat di pasar Toefae yang terletak tak jauh dari ujung jembatan, beberapa orang tua telah berkumpul. Mereka menunggu Pak Gubernur. Saya berjumpa guru saya Bapak Abdul Qodir Lenamah di sana. Beliau masuk dalam tua-tua adat penyambut Gubernur.

Orang-orang menunggu Gubernur NTT di Pasar Toefae | Dok. Sayyidati Hajar
Orang-orang menunggu Gubernur NTT di Pasar Toefae | Dok. Sayyidati Hajar
Mendung masih menggantung. Kain tenun khas Amanuban Timur menjadi matahari di bawah langit mendung. 

Para Amaf Menunggu Gubernur NTT Viktor B. Laiskodat | Dok. Sayyidati Hajar
Para Amaf Menunggu Gubernur NTT Viktor B. Laiskodat | Dok. Sayyidati Hajar
Orang-orang tua melilit sarung tenun di pinggang. Aul ais noni (Tas bertali uang), pilu (ikat kepala), dan fut noni (ikat  pinggang yang ditempeli uang) digunakan dengan paduan kemeja warna putih menjadi ciri khas para amaf (bapak). Seoarang perempuan Nampak siaga memegang nampan berisi selendang. Acara penyambutan Pak Gubernur akan dilakukan secara adat. 

Natoni dipilih sebagai wujud penghormatan atas kehadiran Pak Gubernur di Amanuban Timor. Semua orang bersiap, jubir siaga di depan jalan. Anggota tim penyambut menghabiskan waktu tunggu dengan mengobrol.

Pukul 11 lewat delapan menit. Suara sirine mobil polisi memutus obrolan. Mobil Gubernur berplat DH 1 hati-hati menyeberangi jembatan Noebunu. Rombongan penyambut segera membuat formasi stengah ligakaran di jalan raya. 

Masyarakat menyambut Bapak Viktor B. Laiskodat secara adat di Amanuban
Masyarakat menyambut Bapak Viktor B. Laiskodat secara adat di Amanuban
Perempuan pembawa selendang berdiri tiga langkah di depan Pak Gubernur. Jubir mulai membuka natoni  adat penyambutan.  Gubernur NTT Viktor B. Laiskodat  didampingi Bupati TTS Epy Tahun dan Wakapolda NTT Brigjen Pol Johni Asadoma diterima secara adat. 

Rombongan gubernur NTT, Bupati TTS, dan Wakapolda NTT
Rombongan gubernur NTT, Bupati TTS, dan Wakapolda NTT
Saya bergerak mengambil beberapa gambar. Maklum, baru kali ini saya melihat wajah orang nomor satu NTT itu.
Dua menit. Natoni adat selesai. Tua adat mengalungkan selendang di leher Pak Gubernur. 

Para Amaf
Para Amaf
Semua orang sibuk mengambil gambar. Warga antusias merekam setiap detail kejadian lewat layar-layar gawainya. Saya pun demikian, namun hanya beberapa. Walau bagaimanapun, saya harus tetap menghemat baterai sebab gawai saya sudah tak sehat lagi. Masih banyak moment penting. Saya memilih beranjak lebih dahulu sebelum rombongan gubernur melanjutkan perjalanan. Butuh waktu lima menit untuk sampai ke GMIT Betania Haunomaten. 

Suasana Persiapan Kedatangan Rombongan NTT
Suasana Persiapan Kedatangan Rombongan NTT
Meski demikian, rombongan gubernur baru tiba stengah jam kemudian.

Gubernur NTT bersalaman dengan Linmas di Honomaten begitu turun dari mobil
Gubernur NTT bersalaman dengan Linmas di Honomaten begitu turun dari mobil
Orang-orang Timor: Para Pembawa Salib
Seorang laki-laki paruh baya, berjubah putih. Tangannya memegang salib coklat kayu.  Ia sibuk mengobrol dengan beberapa orang berjubah hitam di depan gereja. Mereka adalah Bapak Klasis Amanuban, Pdt. Saneb Blegur, S.Th dan para pendetanya. Bapak Klasis tersenyum ramah pada saya ketika kami bertemu.

Pdt. Seneb Blegur, S. Th. (Klasis Amanuban Timur)
Pdt. Seneb Blegur, S. Th. (Klasis Amanuban Timur)
"Biar saudara kami hadir di antara kami," ucap Bapak Klasis ketika kami foto bersama. Saya diminta ke tengah, diapit para pendeta. Kami terseyum ke arah kamera. Beberapa orang sibuk mengambil gambar. Mengabadikan kebersamaan antar umat beragama dalam paskah di Amanuban Timur.

Foto bersama Klasis Amanuban Timur pada pawai paskah 2019
Foto bersama Klasis Amanuban Timur pada pawai paskah 2019
Sejenak saya berpikir, mungkin kayu salib  hanya digunakan oleh para pendeta. Namun tak berselang beberapa lama, saya menyaksikan rombongan jemaat memeluk salib di dada. Mereka tersenyum dan saling menyapa. 

Anak-anak memegang salib
Anak-anak memegang salib
Jemaat datang dari berbagai arah. Truk dan pick-up menjadi pilihan jemaat dari desa-desa yang jauh. Sementara para pejalan datang dari desa-desa terdekat.

Rombongan jemaat Klasis Amanuban Timur
Rombongan jemaat Klasis Amanuban Timur
 Mereka datang, membentuk rombongan-rombongan kecil. Berjalan perlahan menuju gereja untuk melaksanakan doa dan menyambut Pak Gubernur.
Orang-orang Timor gembira menyambut paskah. Mereka keluar dengan pakaian terbaiknya. Tua-muda mengenakan tenun khas Amanuban.  Anak-anak kecil mengenakan kain tenun berukuran kecil yang khusus ditenun untuk mereka. Bila tak ada, mereka tetap melilitkan selendang di leher.

Ragam Kain Tenun Timor
Ragam Kain Tenun Timor
Ragam motif tenunan  lotes, 'buna, futus, berwarna 'berani' menjadi simbol suka cita dalam perayaan paskah Klasis Amanuban  Timur 2019. 

Motif cerah tenun khas TTS
Motif cerah tenun khas TTS
Kuning, merah, biru, semua terasa menyala di bawah terik matahari. Bila ditelisik lebih dalam, pada umumnya orang TTS   memiliki keberanian khusus dalam memilih warna-warna ngejreng.
Di Haunometen, untuk pertama kalinya saya hadir di tengah-tengah perayaan paskah saudara-saudara umat kristiani. Pertama kali, sepanjang usia dua puluh delapan tahun ini. Saya berada di tengah-tengah para pemegang salib yang berjalan 7 kilo meter untuk merasakan penderitaan Yesus. Butuh waktu lama menerjemahkan beberapa simbol yang digunakan ketika prosesi jalan salib dilaksanakan.

Para jemaat
Para jemaat
"Kenapa tiang salib yang saya temui sepanjang jalan selalu tiga?" tanya saya pada Neno Anderson Salukh, rekan kompasianer KampungNTT yang juga hadir meliput saat itu. Ia tertawa ramah, memberi beberapa jawaban atas pertanyaan-pertanyaan saya, juga menerjemahkan beberapa adegan yang tidak saya tanyakan. Sayangnya, kami bahkan terlalu sibuk untuk sekadar mengambil foto berdua.

Yesus dan Refleksi Permasalahan Sosial Masyarakat Amanuban Timur
Angin bertiup pelan, rambut gondrong laki-laki itu sedikit tersapu. Satu demi satu Jemaah mengantri foto bersamanya. Lelaki itu menjadi artis selama perayaan paskah. Terik  semakin menggigit,  keringat bercucuran membanjiri kulit sawo matangnnya yang hampir gosong. Di bawah terik yang semakin mengikat itu, ia sumrigah, bibirya merah. Mungkin baru saja mengunyah sirih pinang. Sepintas, perawakannya mirip Yesus. Tak heran bila pemeran Yesus dalam jalan salib  Klasis Amanuban jatuh padanya. Namanya Pdt. Ale dari Kecamatan Kie (semoga saya tak salah).

Foto saya dan Pdt. Ale dari Kie
Foto saya dan Pdt. Ale dari Kie
Tak jauh dari Pdt. Ale, balasan pemuda berdiri bertelanjang dada. Kulit mereka mengkilat diterpa panas matahari. 

Para pemuda pemegang tombak
Para pemuda pemegang tombak
Syukurlah mereka menggunakan sepatu PDL Linmas dan kain tenun di pinggang. Beberapa diantaranya mengenakan pilu (ikat kepala khas suku Dawan). Pedang disampirkan ke pinggang, tombak dalam genggaman.

Saya foto diantara para pemuda jemaat Klasis Amanuban Timur
Saya foto diantara para pemuda jemaat Klasis Amanuban Timur
 Mereka adalah barisan orang-orang yang akan menyalib Yesus. Cerita yang digambarkan dalam jalan salib tak jauh dari kebiasaan masyarakat Timor. Mula-mula Yesus mengajak orang-orang yang bekerja mengikat jagung, mememilhara ternak dan memotong putak  untuk bersamanya.
"Ikutlah denganku," ajak Yesus.
Semakin jauh melakukan perjalanan, Yesus semakin banyak menemukan murid. Seperti pada titik pemberhentian Oenasi, Yesus megajak perempuan-perempuan penenun. Yesus berdialog, berusaha menebar kasih melalui kata-kata. Sayang sekali, pada pemberhentian beberapa titik berikutnya, saya tak bisa menyaksikan secara langsung. Saya meninggalkan barisan pawai paskah sebentar untuk solat zuhur di Pondok Pesantren Miftahuddin Oe-Ekam. Pondok pesantren tertua di TTS yang berdiri pada tahun 1993.
Saya baru bergabung kembali ketika rombongan sampai di depan Ponpes. Dan terpakasa saya harus masuk dalam rombongan pengendara motor lain yang berada di barisan belakang para pejalan. 

Polisi pengawal para pemotor dalam pawai paskah di Amanuban Timur 2019
Polisi pengawal para pemotor dalam pawai paskah di Amanuban Timur 2019
Dua orang polisi memimpin rombongan pemotor. Mereka mengendarai motor polisi berplat XXII 182-30. Keramahan dua polisi yang mengawal barisan premotor cukup meghibur di tengah terik. Kami bercakap-cakap menyamarkan panas di setiap persinggahan. Semakin jauh, rombongan pemotor semakin bertambah. Bunyi klakson dan gas  semakin ramai dimainkan.

Rombongan pemotor
Rombongan pemotor
Rombongan sempat berhenti lima menit di Pasar Lama Oe-Ekam. Seperti orang Timor pada umumnya, beberapa tumpuk sirih pinang diborong peserta pawai. Rasanya memang tak lengkap bila sirih pinang belum sempurna menjadi pewarna bibir menemani balutan pakaian adat yang digunakan.

Para peserta pawai membeli sirih pinang
Para peserta pawai membeli sirih pinang
 Meski beberapa mampir berbelanja sirih pinang, rombongan yang memimpin di depan terus berjalan ditemani lagu-lagu rohani, gong, dan tarian maekat. 

Pemain gong dari Amanuban Timur
Pemain gong dari Amanuban Timur
 
Tarian maekat khas Amanuban
Tarian maekat khas Amanuban
Pak Gubernur  tetap berjalan kaki bersama rombongan dari Haunomaten ke Bukit Gorgota Taehue. Tak tanggung-tanggung, 7 KM ditempuh rombongan pawai paskah dengan enam titik pemberhentian. 

Kisah kesengsaaan Yesus yang diperagakan di setiap titik pemberhentian menggambarkan situasi terkini masyarakat Amanuban Timur. Isu-isu pendidikan, ekonomi, gender, kekerasan terhadap perempuan dan anak, toleransi, dan human trafficking menjadi pokok perayaan paskah.

Isu human trafficking secara khusus dibahas di bukit Gorgota sebelum penyaliban Yesus. Beberapa kelompok orang bertopeng menunduk di tengah bukit. Mereka duduk, tatapannya kosong. Mereka disimbolkan sebagai korban perdagangan orang, sedangkan orang-orang bertopeng yang berdiri menyimbolkan oknum-oknum tak bertanggung jawab yang menyuap berbagai elemen untuk melancarkan usaha mereka. Upaya Klasis Amanuban mengedukasi masyarakat melalui kisah kesengsaraan Yesus dalam perayaan paskah sangat tepat. 

Penyaliban Yesus
Penyaliban Yesus
Jemaat perlu diingatkan untuk melindungi keluarga dari praktik oknum-oknum pedagang manusia. Upaya rutin lebih jauh disampaikan para pendeta melalui Suara Gembala setiap minggu. Data kematian TKI per kabupaten/kota sejak 2015-2018 menujukan bahwa Timor Tengah Selatan (TTS) masih menempati urutan tertinggi dengan total kematian sebanyak 29 orang. Gereja telah mengambil bagian sebagai pembawa pesan kasih Yesus kepada seluruh hamba-hambanya.

Para pemuda menyiksa Yesus
Para pemuda menyiksa Yesus
"Dong perlu tahu,  Yesus mati untuk dong, " begitlah kata-kata singkat Pdt. Neti Benu, S.Th. ketika saya bertanya mengenai kisah kesengsaraan Yesus  yang dipertunjukan muda-mudi,  dan anak-anak sejak siang hingga malam hari yang berakhir dengan Yesus naik ke sorga. 

Yesus naik le sorga
Yesus naik le sorga
Pendeta perempuan asli Timor itu berbicara dengan santun khas orang Dawan.  Hari semakin gelap ketika ia menjelaskan waktu persiapan kurang lebih enam bulan sejak sidang penetapan pada bulan Desember lalu. Sebanyak 60 jemaat hadir dalam acara perayaan paskah Klasis Amanuban Timur. Ramai. Hemat saya,  hampir 3.000 orang hadir di bukit Golgota Taehue.

Tenda-tenda darurat dibuat para penjaja makanan, minuman,  sirih pinang dan aneka dagangan lainnya. Sayang, belum ada tenda khusus yang menjual aneka hasil tenun,  anyaman,  dan buah tangan masyarakat Amanuban Timur.

Amanuban Timur, Paskah, dan Laboratorium Kerukunan Umat Beragama

Gubernur NTT, Viktor B. Laiskodat dalam balutan adat Timor menghadiri pawai paskah 2019 di Amanuban Timur
Gubernur NTT, Viktor B. Laiskodat dalam balutan adat Timor menghadiri pawai paskah 2019 di Amanuban Timur
Gubernur NTT senag jalan kaki. Demikian  kehadiran Gubernur NTT, Viktor B. Laiskodat dalam pawai paskah di Klasis Amanuban Timur-TTS. Rombongan gubernurdan parapejabat berada di belakang barisan para pendeta. Jarak GMIT Betania Haunomaten ke Bukit Gorgota Taehue kurang lebih 7 kilo meter ditempuh dengan jalan kaki.

Pak Gubernur dengan setia mengikuti prosesi jalan salib bersama masyarakat Amanuban Timur. Menyaksikan sisa-sisa waktu Yesus di dunia. Jalan salib diikuti sebagai pengingat akan pengorbanan Yesus untuk umat manusia. Kematian Yesus meneguhkan dirinya sebagai manusia dan kebangkitannya menegaskan Ke-Allahannya.

Peserta pawai paskah
Peserta pawai paskah
Semua jemaah mengikuti prosesi sebagai sebuah renungan atas kehidupan sosial masyarakat Amanuban saat ini. Contoh sederhana dari perenungan itu adalah, mengapa sampai saat ini jembatan yang telah putus berkali-kali itu masih dalam 'pembahasan' dan entah kapan akan terealisasi. 

Krisis air bersih yang belum  terselesaikan, pemberdayaan ekonomi warga yang belum optimal, kekerasaan dalam rumah tangga, dan minimnyanya usaha kreatif dengan memanfaatkan potensi desa. 

Amanuban masih memiliki banyak 'PR' untuk diselesaikan bersama. Pemerintah dan masyarakat wajib proaktif dalam menyelesaikan renungan-rengunan masalah sosial dalam perayaan paskah. Refleksi itu sedikit terjawab degan semangat Pak Gubernur menyambut baik Festival paskah yang diadakan. 

Gubernur NTT bersama para jemaat
Gubernur NTT bersama para jemaat
Ada beberapa pesan Pak Gubernur dalam sambutannya.  Pertama festival harus masuk dalam kalender pariwisata provinsi NTT. Oleh kerena itu Pak Gubernur minta ke depan semua pihak harus duduk bersama mendesain kegiatan tersebut secara baik sehingga bukan saja ritualnya tapi juga aspek ekonomi masyarakat juga akan tumbuh. Kedua klasis Amanuban Timur telah mampu membuat sebuah kegiatan yang melibatkan seluruh masyarakat, bukan saja dari umat kristiani, tetapi katolik, protestan bahkan umat muslim terlibat dengan baik. 

Ketiga, seluruh narasi tentang TTS harus dinarasikan dengan baik sehingga bisa menjual budaya dan akan berguna bagimasyarakat. Keempat, publikasi kegiatan harus harus digencarkan untuk mengundang semakin banyak orang di luar TTS sehingga meningkatkan ekonomi masyarakat sekalian menguatkan iman dan kepercayaan umat kristiani sekaligus mempersatukan perbedaaan yang ada.

Rencana baik Pak Gubernur tentu harus didukung dengan kesiapan sarana, prasarana,  serta kajian mendalam di bidang ekonomi,pendidikan, dan sosial budaya masyarakat Amanuban Timur. 

Meski demikian, Aamnuban memiliki modal besar untuk tumbuh menjadi laboratorium toleransi. Amabuban Timur sesungguhnya adalah laboratorium kerukunan umat beragama yang dapat dijadikan sebagai contoh nyata toleransi antar umat beragama. Pawai paskah yang ditandai dengan jalan salib tidak hanya diikuti oleh umat kristaini, tetapi juga umat muslim bukan satu-satunya contoh. 

Kekerabatan Muslim-Kristen-Katolik sudah dikenal sejak dulu kala. Tradisi kawin mawin dan persamaan budaya mampu menyatukan perbedaan masyarakat. Sekurang-kurangnya di Amanuban Timur memiliki lembaga-lembaga pendidikan dari berbagai agama sepeti, Paroki, GMIT, dan Pondok Pesantren. 

Gambaran kerukunan umat beragama di Amanuban Timur
Gambaran kerukunan umat beragama di Amanuban Timur
Kehidupan multikultural di Amanuban Timur secara nyata telah tumbuh subur dengan pupuk bernama samangat kebersamaan dalam aplikasi nilai-nilai Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika. Sesungguhnya kita orang Amanuban basodara. Semua harus baku jaga. Salam damai

Kayu Putih,  03 Maret 2019

Salam, 

Sayyidati Hajar

#KampungNTT

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun