Pusing kepala Kodri lebaran kurang dua minggu pagi namun harapan dompet penuh dengan uang seakan menipis.
Sudah sepuluh hari pertama dibulan ramadhan ini nasibnya masih belum beruntung juga sebab hanya tenaga yang bisa dilakukan untuk bisa memenuhi kehidupan sehari-hari.
Apakah aku harus menyerah ?
Pertanyaan di dalam hatinya yang saling berseberangan dengan pikiran dan akal sehatnya.
"tidak usah ngoyo mas aku masih punya tabungan di PKK desa dan juga sedikit bingkisan di Dasawisma" kata istrinya.
Inilah sebenarnya yang membuatnya tidak bisa berkata-kata lagi sebab hutang yang di pertemuan bapak-bapak setiap bulan di tanggal sepuluh  belum juga bisa di lunasinya.
Ada beberapa alasan salah satunya untuk membayar hutang istrinya di arisan PKK tersebut.
Sebenarnya hutang adalah hal yang halal namun membuat kita resah di malam hari dan gelisah di siang hari juga bisa membuat kita berbuat tidak terpuji.
"bila ada yang masih belum bayar hutang sampai menjelang lebaran besok maks tabungan tidak bisa di bagi" kata Bang Edi pemegang uang di pertemuan bapak-bapak.
Sebenarnya sudah optimis mburuh tempat mas Paimo kemarin mengecat rumah dan kantor namun gajinya belum juga di berikan hingga kini sebab mas Paimo di panggil bossnya untuk jadi mandor di jalan Solo, inilah nasib.
"wes dibayar belum mas?" tanya mas Dodo padaku
"belum"jawabku sambil gelengkan kepala.
"Paimo-paimo sungguh tega" keluar resah dari mulut mas Dodo.
Hari itu kami dapat borongan memasang plafon dengan hati yang resah dan bertanya-tanya bisakah cair besok Sabtu sore gajian kita.
"cukup hari ini pekerjaan kita" kata mba Mir membuat kami kaget.
Kulihat mas Dodo tetap tidak semangat melihat mba Kir kasir mas Paimo datang.
"seperti talang air dompetku" katanya setengah berbisik padaku.
"sama" jawabku ringan
"nggak lucu"
"tidak wong nanti untuk bayar hutang"
"pinjol?"
"tidak.."
"aku dapat paling cuma separoh"Â
"kok bisa?"
"aku sudah kasbon sama mba Mir"
"oh begitu?"
Aku dan mas Dodo sama lelaki berotot yang tetap puasa namun hati tetap hello kitty sebab tidak mau menunjukkan kelemahan di hadapan istri apalagi istri tahu hutang kita bertumpuk.
"jujur saja kepada istri bagaimana to?"
"jujur saja mas Dodo" jawabku ringan sambil menghitung uang dalam amplop tersebut.
Celingukan sebab lebaran tinggal dua minggu lagi namun target untuk melunasi hutang tetap harus.Â
Setelah lunas hutang lagi untuk lebaran nanti nampaknya inilah lingkaran setan yang tidak bisa aku putus.
Guyub dalam lingkungan sosial tetap aku jalani ronda, kerja bakti, gabung arisan bapak-bapak dan koperasi simpan pinjam juga pengajian di kampung.
Aku jadi mikir apakah aku harus anti sosial sebab setiap organisasi ujungnya UUD yakni ujung-ujungnya duit.
Nah  itu yang tidak aku sadari apakah bisa sistem ini dirubah sungguh naif jawabnya.
Jadi sebab itu sebagian budaya kita tidak mau nabung enak hutang dari dana kampung tanpa agunan lagi.
***
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI