Mohon tunggu...
Satya Anggara
Satya Anggara Mohon Tunggu... Lainnya - Academic Researcher and Investor

Menyajikan tulisan seputar dunia investasi, bisnis, sosial, politik, humaniora, dan filsafat. Untuk korespondensi lebih lanjut, silahkan hubungi melalui kontak yang tertera di sini.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pilkada 2020 di Tengah Digitalisasi yang Terakselerasi Pandemi

28 Juli 2020   03:34 Diperbarui: 28 Juli 2020   03:32 405
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Yang memimpin (pejabat) merasa langkah politiknya didikte oleh yang dipimpin (konstituen) karena transparansi yang harus selalu dijunjung dalam rangka menjaga elektabilitas tetap tinggi, sementara yang dipimpin merasa seperti yang memimpin karena mereka secara kolektif mampu mendepak figur tertentu yang dinilai tidak lagi populer, setidaknya jika dinilai dari pemberitaan di media. Sayangnya, kenyataan tidak sama seperti ilusi semacam ini.

Kendati potensi dari media elektronik tetap ada dan nyata dampaknya dalam perpolitikan, elit sudah semakin pandai dalam memanfaatkannya untuk memapankan kekuasaan. Konstituen di sisi lain terus-menerus terjebak dalam euforia dan mimpi di siang bolongnya sehingga optimisme akan munculnya figur kompeten nan beradab setiap kali musim Pemilu dari akar rumput selalu terjaga kendati sudah berulang kali konstituen dikecewakan elit politik dan yang terpilih selalu figur dungu nan biadab.

Alih-alih memiliki identitas politik yang jelas dengan visi serta misi yang mungkin untuk dicapai dalam berpolitik, kita seringkali berada dalam kehampaan yang dilandasi oleh sikap "asal bukan si itu" saat menyalurkan hak politik.

Konstituen mencoblos A dilandasi kebencian terhadap B yang dipicu pemberitaan dan isu negatif yang mentah-mentah ditelan. Elit ramai-ramai berkoalisi didasari rasa iri dengki terhadap kelompok elit lainnya yang sudah sangat lama duduk nyaman di kursi kekuasaan.

Sisi positif dari kondisi perpolitikan kita saat ini, kita sudah cukup cerdas untuk mengetahui dampak negatif bagi kepentingan masing-masing jika sampai ada konflik berkepanjangan. Sayangnya, kesadaran semacam ini diiringi oleh pembiasan identitas politik di tubuh Parpol.

Parpol menjelma menjadi perkumpulan yang kelewat pragmatis namun kurang representatif. Teman hari ini adalah musuh esok hari, demikian juga sebaliknya. Pragmatisme semacam ini berangkat dari pengutamaan populisme yang ironisnya merupakan salah satu semangat yang diusung di dalam proses demokrasi. 


Namun demikian, tentu keliru apabila kita lantas meninggalkan demokrasi yang "gagal" ini. Adanya demokrasi yang didukung oleh Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) memungkinkan hal-hal baru seperti jurnalisme warga (yang salah satunya dipelopori oleh Kompasiana) menjadi lebih dapat diakses dan dimanfaatkan bahkan oleh orang-orang yang tidak memiliki latar belakang jurnalistik (Kurniawan, 2007).

Artinya, informasi bukan lagi komoditas yang dimonopoli oleh media massa besar karena setiap orang dapat memproduksi dan mendistribusikannya.

Menyambut Pilkada 2020 di tengah pandemi, kita perlu lebih waspada terhadap derasnya informasi yang berseliweran di dunia maya yang setiap saat dapat kita akses melalui gawai. Kita memiliki lebih banyak waktu luang untuk menenggelamkan diri di dalam internet sebagai konsekuensi dari kebijakan Work From Home (WFH) yang masih diterapkan di tengah situasi New Normal.

Kendati seharusnya kita jadi memiliki lebih banyak waktu untuk mengolah informasi yang masuk dengan lebih bijak, lebih seringnya kita akan menjejali diri dengan sebanyak mungkin informasi yang bersifat menyesatkan dan manipulatif. 

Kita dapat memulai kebiasaan baru yang lebih sehat terkait berinternet dengan cara rajin mencari informasi pembanding setiap kali kita membaca pemberitaan terkait politik, khususnya Pilkada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun