Mohon tunggu...
Dimas M. Widiantoro
Dimas M. Widiantoro Mohon Tunggu... Novelis - Penggiat startup

Hi perkenalkan saya Dimas. Salam kenal semuanya ya! Saya akan share everything about startup!

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Berperilaku Cerdas Seperti Ekonom Meski Anda Bukan Ekonom di Masa Pandemi Corona

19 Juni 2020   18:49 Diperbarui: 19 Juni 2020   18:44 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
theprimaryreadingtutor.com

Hari ini saya mendapatkan email yang cukup mengejutkan dari bank kepercayaan saya, sebut saja bank M terkait update terbaru tagihan kartu kredit saya. Bank M yang memiliki warna logo biru ini baru saja menurunkan bunga tagihan kartu kredit saya dari 5% perbulan menjadi 2%. Batas tempo pembayaran kredit yang sebelumnya 1 tahun kemudian diperpanjang menjadi 2 tahun. 

Membaca email tersebut, saya sebagai makhluk ekonomi yang senantiasa melihat peluang dalam berbelanja, dalam hati langsung terusik, hmm mungkin sekarang saatnya saya menggunakan kartu kredit saya untuk membeli meja pingpong idaman saya secara kredit, toh keringanan kredit ini cukup menggiurkan? Namun neuron di otak saya meminta saya untuk berpikir sejenak, apakah berbelanja dan kondisi saat ini adalah hal yang aman? Orang bilang situasi saat ini mengarah ke resesi ekonomi, apa itu resesi? Apakah PSBB karena virus korona ini yang menyebabkan resesi? Apa imbasnya bila saya berbelanja dengan cara kredit di waktu resesi ini, toh penghasilan saya tidak terganggu pada masa pandemi ini? 

Untuk anda yang memiliki dilema seperti saya, yuk simak artikel berikut ini, mudah-mudahan dapat memandu anda untuk mengambil keputusan tepat dan dapat menenangkan hati anda. 

Di setiap bahasan akan dimulai dengan bahasa ringan dan diteruskan dengan pendalaman dari model berpikir layaknya seorang ekonom. 

Apa itu resesi? 

Banyak media mengatakan bahwa perekonomian saat ini berada di pintu gerbang krisis ekonomi. Apakah pernyataan ini mengada ada atau memiliki alasan yang logis? Setidaknya untuk disebut krisis ekonomi ada beberapa elemen yang harus dipenuhi, 

  • Pertama adalah resesi atau perlambatan pertumbuhan ekonomi. 

  • Kedua adalah meningkatnya jumlah pengangguran karena turunnya aktivitas produksi. 

  • Ketiga adalah mulai terlihat campur tangan pemerintah yang lebih besar dari biasanya dalam menstabilkan perekonomian. 

Resesi sendiri tidak selamanya buruk. Karena bila resesi diantisipasi dengan kesadaran bahwa tiap pelaku ekonomi mau menerima untuk menerima gaji yang lebih rendah maka resesi dapat menurunkan inflasi dan tiap orang tetap dapat berproduksi dan mencapai full capacity dan berproduksi. 

Untuk menyimak mengapa resesi tidak selalu buruk yuk simak video yang sudah saya siapkan:


Yang buruk adalah resesi yang stagnan dan orang tidak mau menerima gaji yang lebih rendah dan berharap bantuan pemerintah. Nah pada saat seperti ini maka beban pemerintah bertambah, banyak orang menjadi pengangguran, dan ekonomi turun produksinya. Hal ini lah yang menjadi kritik untuk perekonomian yang terlalu mengusung konsep dari Keynes, dan kritikan ini umumnya berasal dari para pendukung ekonomi klasik yang berharap minim nya campur tangan pemerintah dan perekonomian. 

Apakah situasi covid 19 ini bisa digolongkan resesi? 

Data empiris dari Bank Dunia menyebutkan bahwa perekonomian dunia saat ini mengalami resesi besar besaran. Perekonomian di negara negara eropa, seperti inggris pada Kwartal kedua April hingga Juni ini jatuh ke angka minus 35.1 %. Sedangkan perekonomian Indonesia masih mencatatkan pertumbuhan positif senilai 2.97%, meskipun dibawah rata-rata yang sebelumnya selalu berada di atas 5%. 

Kemudian apakah resesi yang hadir saat ini bisa digolongkan sebagai resesi atau krisis? Untuk mengatakan bahwa ini krisis ekonomi, sebenarnya masih terlalu awal. Hal ini dikarenakan pertumbuhan ekonomi mulai melambat meski belum mengarah ke arah minus. Baru baru ini Presiden Jokowi juga mengumumkan bahwa dana yang akan digunakan untuk menstabilkan perekonomian karena dampak ekonomi ini bernilai sekitar 670 trilliun. Hal ini digunakan umumnya untuk berbagai kebijakan fiskal yang mendorong perekonomian untuk dapat kembali ke titik optimal. 

Apakah ekonomi selalu tidak stabil? 

Bila kita melihat ke dasar ilmu ekonomi, mengapa krisis ini bisa terjadi. Tidak lain karena ekonomi selalu berada dalam kondisi yang tidak stabil. Bahkan pada kondisi yang paling stabil sekalipun, ekonomi menyimpan potensi untuk selalu bergoncang. 

Ketidakstabilan ini karena ilmu ekonomi kita berpegang kuat pada sistem ekonomi yang mengandalkan modal (kapitalis). Permasalahan dalam ekonomi kapitalis adalah perekonomian berpegang teguh pada harapan keuntungan yang akan didapatkan di masa depan. Saat orang melihat keuntungan meningkat maka orang akan cenderung beramai ramai menginvestasikan dana mereka. Hal inilah yang mengakibatkan resiko siklikal. Apa itu resiko siklikal silahkan cek video yang sudah saya siapkan berikut. 

Kan sudah ada kebijakan moneter dan fiskal? Apakah negara tidak terlalu jauh mengambil perannya dalam ekonomi rumah tangga? 

Kebijakan moneter dan fiskal tidak akan cukup untuk menjaga kestabilan ekonomi tanpa adanya bantuan dari kebijakan makroprudensial 

Bila kita mengarah ke penjelasan Keynes, perekonomian bisa berjalan dengan sendirinya tanpa campur tangan pemerintah bila kita tidak dalam berada kondisi di resesi. Hal inilah yang disebut dengan invisible hand. Konsep yang selalu didengungkan oleh para pendukung ekonomi Klasik, seperti partai Republik di Amerika Serikat. 

Pahami teori tentang ekonomi klasik 


Para pendukung ekonomi klasik ini selalu berusaha meyakinkan masayarakat untuk mengesampingkan peran pemerintah dalam menjaga kestabilan ekonomi.

Berikut video dari channel youtube saya yang menjelaskan mengapa kita tidak bisa bergantung pada pasar bebas dalam kondisi resesi. 

Apa peran makroprudensial dalam ekonomi yang tidak stabil ini?

Makroprudensial berasal dari kata makro yang artinya berskala besar dan menyeluruh serta prudential yang berarti merawat, berhati hati, dan berpikir ke depan. Kebijakan makroprudensial ini memiliki tujuan untuk memutus resiko cyclical bila pertumbuhan ekonomi terlalu cepat. Bila pertumbuhan ekonomi terlalu tinggi maka kebijakan makroprudensial ini akan menjadi pengerem.

Di saat ekonomi saat sedang dalam kondisi yang baik, umumnya orang orang ingin menambah kredit mereka. Permasalahan dalam 200 tahun perekonomian ini tidak lebih dari masalah hutang (Reinhart and Rogoff, 2009). Kebijakan makroprudensial ini  akan mengcounter cyclical risk dari pertumbuhan ekonomi yang terlalu cepat khususnya yang berasal dari hutang. 

Bila kemudian ditanyakan apakah kebijakan moneter dan fiskal tidak cukup? Kebijakan moneter memiliki tujuan menstabilkan ekonomi dengan mengatur jumlah uang beredar. Bila kita berbelanja berbagai kebutuhan yang kita inginkan dengan cara hutang maka memperbesar resiko gagal bayar di masa depan bila tiba tiba sumber penghasilan kita berhenti. Sedangkan kebijakan fiskal berusaha untuk menjaga nilai GDP melalui pengeluaran pemerintah. Seperti video terkait dengan terlalu banyak support pemerintah di masa resesi akan meningkatkan nilai inflasi yang pada akhirnya membuat ekonomi stagnan atau tidak tumbuh. 

Nah kebijakan makroprudential ini lah yang menjadi penengah, untuk yang pertama menjaga agar perekonomian kita selalu proporsi yang akan penggunaan hutang. Salah satunya adalah instrumen Loan To Value ratio, dimana jumlah hutang tidak boleh lebih banyak dari rasio agunan. 

Langkah langkah cerdas apa saja yang diperlukan untuk menjaga stabilitas ekonomi yang baik?

Ada seribu tips untuk beraktifitas dan mengelola keuangan selama musim pandemi ini, namun tips berikut memiliki patokan bahwa semua pengeluaran akan mengacu pada komponen pembentuk perekonomian atau GDP. 

1. Sektor konsumsi - Jangan besar pasak daripada tiang. 

Berdasarkan catatan dari Rogoff (2009) bahwa permasalahan semenjak 200 tahun yang lalu saat ekonomi ini mulai memasuki masa modern adalah seputar hutang. Hutang telah menciptakan sebuah manfaat namun juga permasalahan. Terutama dengan sifat pertumbuhan hutang yang bernama cyclical. Bila kita mendapatkan keringanan kartu kredit maka jangan sampai kita lihat sebagai peluang untuk membeli makin banyak barang dari kartu kredit kita.

Hutang dan kredit juga telah menambah banyak manfaat bagi masyarakat. Berdasarkan buku dari Harrari terkait dengan sejarah homo sapiens, manusia pada jaman dulu membeli barang berdasarkan kemampuan ekonominya. Hal ini membuat pertumbuhan menjadi lambat. Karena manusia harus bekerja terlebih dahulu sebelum membeli suatu barang. Namun karena adanya penemuan kredit, orang yang memiliki ide saja bisa langsung mendapatkan modal dari bank, sepanjang dia bisa meyakinkan pemilik bank bahwa proyek yang akan dia kerjakan akan mendatangkan hasil yang baik di masa yang akan datang  (Harari et al., 2015). 

Bila dijelaskan dengan grafik budget of constraint, maka dengan adanya hutang, khususnya di momen COVID saat ini, maka kemampuan kita untuk berhutang akan makin besar. Hal ini membuat kita cenderung berhutang lebih banyak di bank. 

Berikut adalah video penjelasan mengapa kita menyukai hutang


Makin banyak hutang yang diambil ini akan menambah resiko cyclical saat ekonomi jatuh. Dan resiko inilah yang bernama resiko sistemik atau sesuatu yang tidak bisa kita kendalikan. 

2. Sektor Investasi - Lebih banyak menyisihkan uang untuk kondisi yang tidak pasti. 

Menyimpang uang di bank memang baik, namun ada juga cara lain untuk menginvestasikan uang di sektor pasar modal, khususnya karena pada saat ini pasar modal sedang dalam masa koreksi sehingga harga saham blue chip cenderung murah. 

Meski demikian perlu dicermati bahwa menyimpan uang dipasar modal memiliki resiko. Minsky (1986) berpendapat bahwa banyak parameter yang diabaikan di pasar modal yang bisa mengakibatkan kondisi menjadi tidak stabil. 

3. Sektor Ekspor - Aktif di industri kreatif. 

Banyak hal yang dapat mendatangkan devisa pada momen seperti ini. Bila dirimu seorang konten kreatif. Tetaplah aktif dan mencoba mendapatkan tambahan keuangan. Mulai dari hal yang paling basic seperti menjual barang menggunakan platform internasional seperti ebay atau Ali express sebenarnya merupakan langkah aktif dari consumer to consumer export. 

Bila dirimu tidak memiliki fasilitas untuk membuat benda secara fisik, dirimu juga bisa aktif di pembuatan konten kreatif seperti bekerja di Upwork, membuat konten di Youtube, dan berbagai industri kreatif lainnya yang akan mendatangkan devisa. 

Demikian langkah langkah yang saya sarankan, semoga menjawab kegelisan pembaca yang ingin membelanjakan uang melalui kredit di masa pandemi ini. 

Referensi: 

Harari, Y.N., Harari, Y.N., Purcell, J., Watzman, H., 2015. Sapiens: a brief history of humankind.

Keynes, J.M., 1935. The General Theory of Employment, Interest, and Money.

Minsky, H.P., 1986. Stabilizing an Unstable Economy: A twentieth-century Fund Report. Yale Univ. Press N. Hav. Lond.

Reinhart, C.M., Rogoff, K.S., 2009. This Time is Different: Eight Centuries of Financial Folly,. Princet. Press.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun