Mohon tunggu...
Satrio Arismunandar
Satrio Arismunandar Mohon Tunggu... Penulis - Penulis buku, esais, praktisi media, dosen ilmu komunikasi, mantan jurnalis Pelita, Kompas, Media Indonesia, Majalah D&R, Trans TV, Aktual.com. Pendiri Aliansi Jurnalis Independen (AJI).

Penulis buku, esais, praktisi media, dosen ilmu komunikasi, mantan jurnalis Pelita, Kompas, Media Indonesia, Majalah D&R, Trans TV, Aktual.com. Pendiri Aliansi Jurnalis Independen (AJI).

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Mampukah Indonesia "Mengatur" AS dan China di G20?

18 September 2021   23:03 Diperbarui: 20 September 2021   21:47 965
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Logo Presidensi G20 Indonesia 2022. (Sumber: kemlu.go.id)

Arti Politis yang Strategis

Ada beberapa manfaat besar yang akan diperoleh Indonesia sebagai tuan rumah KTT G20. Mulai dari segi ekonomi, pembangunan sosial, maupun manfaat dari segi politik. Pertama, KTT G20 akan meningkatkan konsumsi domestik yang diperkirakan mencapai Rp 1,7 triliun. Ada penambahan PDB sebesar Rp 7,47 triliun, dan keterlibatan tenaga kerja sekitar 33.000 dari berbagai sektor.

Ajang G20 juga menjadi momentum untuk menampilkan keberhasilan dari beberapa kebijakan pemerintah RI. Diharapkan, ini juga akan mendorong rasa percaya dari para investor global untuk percepatan ekonomi, dan mendorong kemitraan global yang saling menguntungkan.

Menjadi tuan rumah KTT G20 juga punya arti politis yang besar dan strategis. Di samping merupakan apresiasi dunia terhadap Indonesia, ini juga sebentuk pengakuan bahwa Indonesia dianggap mampu, untuk ikut menentukan arah desain kebijakan pemulihan ekonomi global.

Kebijakan pemulihan yang dimaksud terutama adalah ekonomi global pasca-pandemi Covid-19. Tema Presidensi G20 di bawah Indonesia adalah "Recover Together, Recover Stronger," yang artinya pulih bersama dan pulih lebih kuat.

Selain membahas soal pemulihan ekonomi negara anggota di tengah pandemi, pertemuan G20 tahun depan juga akan membahas soal perubahan iklim, Global Taxation Principal, hingga inklusi keuangan.

Pengamat kebijakan luar negeri Noto Suoneto menyatakan, meskipun G20 dianggap berhasil mengatasi dampak resesi ekonomi global 2008, ternyata G20 tidak cukup kompak dalam mengatasi pandemi Covid-19. 

Krisis yang ditimbulkan Covid-19 memang bersifat lebih kompleks, lebih parah, dan multi-aspek.

Tantangan-tantangan yang muncul akibat pandemi Covid-19 mengungkapkan realitas di dalam G20, di mana terdapat kesenjangan kekuatan dan aspirasi di antara anggota-anggotanya. 

Hal ini menghasilkan langkah dan kebijakan G20 yang kurang koheren, lambat, dan kurang efektif dalam mengatasi berbagai dampak Covid-19.

Langkah-langkah aksi, yang diusulkan G20 untuk mengatasi dampak pandemi, tampaknya "tidak nyambung" dengan insentif-insentif masing-masing pemerintah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun