Mohon tunggu...
Satrio Arismunandar
Satrio Arismunandar Mohon Tunggu... Penulis - Penulis buku, esais, praktisi media, dosen ilmu komunikasi, mantan jurnalis Pelita, Kompas, Media Indonesia, Majalah D&R, Trans TV, Aktual.com. Pendiri Aliansi Jurnalis Independen (AJI).

Penulis buku, esais, praktisi media, dosen ilmu komunikasi, mantan jurnalis Pelita, Kompas, Media Indonesia, Majalah D&R, Trans TV, Aktual.com. Pendiri Aliansi Jurnalis Independen (AJI).

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Mampukah Indonesia "Mengatur" AS dan China di G20?

18 September 2021   23:03 Diperbarui: 20 September 2021   21:47 965
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Logo Presidensi G20 Indonesia 2022. (Sumber: kemlu.go.id)

Setiap anggota tampak lebih mendahulukan tanggung jawabnya, untuk melindungi warga negaranya masing-masing, bukan G20 secara keseluruhan.

Predominasi AS dalam G20 juga menjadi masalah tersendiri. Di bawah kepemimpinan Donald Trump, misalnya, AS memperluas persaingannya dengan China ke dalam G20, sehingga mengganggu upaya-upaya kolektif untuk menangani pandemi.

AUKUS dan Persiapan Indonesia

Situasi seperti itu bukan tidak mungkin akan terjadi lagi, ketika Presidensi G20 berada di tangan Indonesia. Sehingga Presiden Jokowi, didukung jajaran Kemlu RI yang berada di bawah komando Menlu Retno Marsudi, harus mengantisipasi hal ini dan melakukan langkah-langkah reformasi di dalam G20.

Presiden AS kini dijabat Joe  Biden, yang perilakunya lebih terprediksi dan terkontrol ketimbang Trump. 

Seperti dinyatakan Suoneto, yang menjadi host Foreign Policy Talks Podcast, Presiden Biden mungkin akan memberikan tingkat solidaritas G20 yang lebih besar. Meski demikian, ketegangan antara AS dan China tampaknya akan tetap ada.

Tantangan berat bagi Indonesia sebagai tuan rumah adalah bagaimana "mengatur" AS dan China. Tujuannya, agar persaingan pengaruh antara dua negara adidaya ini tidak berdampak negatif terhadap agenda-agenda G20.

Apalagi baru-baru ini, AS membuat langkah yang menggusarkan China. AS, Inggris, dan Australia membangun aliansi baru bertajuk AUKUS. Salah satu proyek AUKUS adalah membuat sejumlah kapal selam nuklir bagi Australia, untuk menyaingi kekuatan China di kawasan Indo-Pasifik.

Australia dengan demikian menjadi negara kedua yang diberi akses ke teknologi nuklir AS, untuk membangun kapal selam bertenaga nuklir. Negara pertama adalah Inggris pada 1958.

Perkembangan AUKUS ini jelas tidak membantu ke arah terwujudnya rasa saling percaya antara AS dan China. 

Padahal dua negara besar itu berada di dalam G20, yang diharapkan bisa bekerja sama untuk menyukseskan program-program yang dicanangkan. Dengan kata lain, tugas Indonesia cukup berat, untuk memadukan gerak langkah AS dan China, serta negara-negara lain di G20.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun