Mohon tunggu...
Alfian Arbi
Alfian Arbi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Aquaqulture Engineer

Aquaqulture Engineer I Narablog

Selanjutnya

Tutup

Pulih Bersama Pilihan

Meyakini Presidensi G20, Akselerasikan Transisi Energi dan Perbaikan Ekonomi Bangsa

31 Juli 2022   14:58 Diperbarui: 31 Juli 2022   15:03 445
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kuhentikan saja langkahku mengular di SPBU, untuk menanti BBM jenis Pertalite, meski lajur pengisian BBM Pertamax masih sangat lengang, pada Sabtu sore (29/7) itu. Aku lantas pulang sajalah, sapatahu nanti malam stok BBM subsidi di SPBU itu tersedia lagi.

Hati kecilku  meronta, 'Tega sekali ya Pemerintah membatasi BBM jenis Pertlite yang terjangkau itu, dan menaikkan harga jenis BBM Pertamax mendekati harga keekonomiannya"

Narasi politis yang terdoktrin di hati turut jua menimpali, "Kurang apalagi SDA Indonesia, yang seharusnya  mampu dong membentuk keterjangkauan harga energi  bagi masyarakat?"

Merenung sejenak fenomena massifnya narasi 'keterjangkauan' yang dicap dengan istilah harga murah oleh pendamba subsidi energi, apakah salah?

Namun, di sisi lain, di kehidupan barat sana, menganggap istilah keterjangkauan mudah bermakna hadirnya  kesejahteraan, dimana masyarakat siap dan mampu membeli setiap kebutuhan dengan mandiri, dengan stok produknya yang layak.

Dari situ, makna keterjangkauan akan menjadi dilema bagi penyandang 'status mampu', dan harusnya berhasil menjadi perenungan dalam-dalam, memproposionalkan diri, merasakan manisnya subsidi energi itu, bukan?

Dan lamunanku melesat ke masa perang dunia I, kala Jerman diembargo negera Eropa, namun Jerman mampu menciptakan bahan bakar sintetik gasoil, lubricant oil dan waxes dari pengolahan SDA Batubaranya yang melimpah. Teknologi coal to liquid, dan direct coal liquifation ampuh meyediakan 90% kebutuhan alat tempurnya, serta kebutuhan BBM 'murah' dalam negeri di tahun 1940.

Namun, --memang-- jaman sudah berubah. Dunia sedang menerapkan teknologi ramah lingkungan memanja produksi energi bersih. Sebut sajalah aplikasi solar panel, yang menyisipkan baterai mendistribusi energi, menggerakan alat mekanik dan jua elektronik dengan efisien.

Meraba detail proses teknologi produksi baterai itu, menyisakan bayangan rumit, mengolah biji nikel menjadi Mixed Hydroxide Precipitate (MPH) dan Mixed Sulphide Precipitate (MSP). Keduanya masih diproses lagi, menjadi Nickel Sulphate dan Cobalt Sulphate. Pengolahan berlanjut menjadikannya  produk  precursor dan katoda baterai, sebagai  elemen utama batrai solar panel itu.

Bayangan kenikmatan hidup menjadi warganegara sebuah negara maju itu spontan mudah hadir ya? Kenikmatan atas suguhan ragam inovasi modern menghadirkan pilihan banyak energi bersih, dan bersama mampu mengakselerasi transisi energi fossil, memantik akselerasi transisi  ekonomi lebih baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pulih Bersama Selengkapnya
Lihat Pulih Bersama Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun