Mohon tunggu...
Muhammad Satria
Muhammad Satria Mohon Tunggu... Penulis - Menambah Pengalaman dengan Menulis

Saya menulis apa saja yang saya harap bisa berguna.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Saya Rasa Tidak

3 Agustus 2019   20:17 Diperbarui: 16 April 2020   16:41 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
photo credit: pexels.com

Sampai di rumah, Faisal tidak langsung makan atau berleha-leha. Ia membersihkan terlebih dahulu dirinya, sebab ia harus segera melaksanakan salat. Selepas salat, baru ia menuju dapur. Tidak, tidak untuk mengambil makan, melainkan mencuci peralatan makan terlebih dahulu. 

Sebenarnya tidak ada yang menyuruhnya berbuat demikian, ia sadar diri saja. Ibunya, selain membuat kue untuk dijual, sibuk mengurus keperluan dua orang adiknya yang masih duduk di bangku sekolah dasar. Begitu pun ayahnya, sibuk bekerja membantu warung makan tetangga dari pagi hingga malam. Nanti selepas makan, barulah Faisal bisa beristirahat.

Sebagaimana remaja pada umumnya, Faisal menggunakan waktu istirahatnya untuk berselancar di sosial media. Ya, secara ekonomi, Faisal memang cukup susah, namun kalau sekadar telepon pintar di bawah satu juta rupiah, ia masih sanggup membelinya. Dan kalau sudah bersama telepon pintar kesayangannya, mulai lagi ia kepada Noviza: menyapa, pura-pura bertanya, atau kembali memujinya. Biasanya setelah pesan ia kirimkan, ia tidak langsung menunggu jawaban. 

Untuk mengulur waktu, ia tutup sementara sosial medianya, kemudian ia baca macam-macam artikel yang ada. Ia berbuat demikian bukan karena ia tidak ingin terburu-buru dalam membalas pesan Noviza, melainkan karena memang Noviza yang sangat lambat dalam merespon pesan-pesannya. Dalam satu sampai dua jam mungkin pesan Faisal belum juga direspon oleh Noviza, entah Noviza yang sangat sibuk atau memang Faisal bukan prioritasnya.

Terkadang pesan Faisal bahkan baru direspon satu hari setelahnya. Seperti malam ini saja, sudah lebih dari dua puluh artikel Faisal baca, dari fakta tentang ratu catur sampai ratu Britania Raya, dari cara aman membeli emas sampai cara aman untuk sampai ke Mars, telepon pintarnya tidak juga menampilkan notifikasi balasan pesan dari Noviza.

"Ah, mungkin ia sudah terlelap, hari ini kan ia pulang agak telat, lagi pula ia kehujanan." Pikir Faisal.

Pemuda itu pun mengurungkan niat untuk kembali membuka sosial media, dan segera mengisi daya baterai serta meletakan telepon pintarnya di atas VCD tua pemberian kakeknya.

Baru dua langkah Faisal berjalan, terdengar bunyi notifikasi dari telepon pintarnya. Betapa senang hati Faisal! Tanpa melangkah mundur, ia balikkan badan dan segera meraih telepon pintar tersebut. Dibukanya telepon pintar itu, dan wah! Ada pesan masuk! Ia baca dengan seksama nama pengirimnya, ternyata bukan Noviza, melainkan seorang teman yang dulu pernah tergabung dalam satu organisasi dengannya. Ia memang sempat kecewa, namun langsung sumringah begitu mengetahui isi pesannya.

Seorang teman tersebut mengirimkan sebuah broadcast message berisi beragam beasiswa kuliah yang tentu akan sangat meringankan beban hidup Faisal. Inilah yang Faisal cari. Ia baca pesan itu dengan seksama, tidak bisa ia sembunyikan senyumnya kala membaca banyaknya beasiswa yang tersedia. Ada beasiswa pemerintah, ada pula beasiswa swasta. 

Berjam-jam lamanya ia baca segala informasi yang ada. Meskipun persyaratan antara satu beasiswa dengan beasiswa lainnya hampir sama, ia tetap antusias membacanya kata demi kata. Betapa tidak? Beasiswa pemerintah bukan hanya akan membebaskan dirinya dari kewajiban membayar uang kuliah, melainkan juga akan membekali uang saku pada tiap semesternya. Ia tentu tidak boleh melewatkannya.

Sejak malam itu dan seterusnya, kapan pun ia punya kesempatan untuk membuka telepon pintarnya, ia pasti kembali mempelajari berbagai persyaratan tentang beasiswa. Jika berkas yang disyaratkan sudah ada di tangannya, seperti fotokopi kartu keluarga, akte kelahiran, dan sejenisnya, ia langsung kumpulkan satu per satu dalam sebuah map plastik yang dulu ia dapat kala mengikuti seminar anti narkoba. Faisal sekarang menjelma menjadi seorang pejuang sejati beasiswa. Namun sayang, kesibukan inilah yang secara perlahan mengikis perhatiannya pada Noviza.

Faisal yang biasanya setiap hari mengirim paling tidak satu pesan kepada Noviza, sekarang jadi tidak jelas waktunya. Jangankan memuji, sekadar memberi kabar pun sudah jarang Faisal lakukan. Puncaknya, satu bulan sebelum wisuda, Faisal benar-benar tidak lagi mengirim pesan kepada Noviza. Mereka juga sudah jarang sekali bertemu untuk sekadar bertegur sapa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun