Mohon tunggu...
Satria Widiatiaga
Satria Widiatiaga Mohon Tunggu... Guru - Guru Sekolah Alam

Guru di Sekolah Alam Aminah Sukoharjo

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Pekerjaanmu yang Akhirnya Menentukan: Pilih Ngontrak, KPR, Indekos, atau Pondok Mertua?

28 April 2024   05:49 Diperbarui: 29 April 2024   18:15 523
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi membeli rumah. (Sumber: FREEPIK/WIRESTOCK via kompas.com)

Pada era 90an, impian mempunyai rumah sendiri adalah semacam prestise bagi seorang pria yang telah menikah dan mapan.  Mindset masyarakat Indonesia yang masih berpola pemukiman horizontal, menjadikan kepemilikan rumah pribadi menjadi suatu simbol kesuksesan seseorang. 

Berbeda dengan negara-negara maju yang sudah berkonsep pemukiman vertikal, kepemilikan rumah pribadi seolah menjadikan bukanlah yang harus dikejar dalam pencapaian hidup.

Maraknya perumahan-perumahan horizontal yang menjamur di pinggiran area urban hingga kini, seolah menjadi penanda bahwa masyarakat Indonesia masih berpikiran bahwa dalam sekali seumur hidup harus memiliki rumah sendiri.

Namun seiring perjalanan waktu, para generasi Z yang lahir pada kisaran tahun 1995-2010, mulai menyadari betapa sulitnya mereka untuk mendapatkan rumah impian pribadi, mengingat semakin mahalnya harga rumah dibandingkan pendapatan mereka yang masih kecil, dikarenakan kebanyakan diantaranya masih merintis usaha atau baru saja berkerja.

Melansir data dari Rumah.Com Indonesia Property Market Report pada Kuartal 2 tahun 2023, terdapat peningkatan daya beli properti untuk rumah di atas harga 1 miliar, dimana tercatat terdapat kenaikan 1,7 % secara kuartal tahun lalu. Namun di sisi suplai terjadi stagnasi turun tipis dari kuartal tahun sebelumnya. Pada sisi permintaan, terdapat peningkatan 14,5 % dari kuartal tahun lalu.

Berdasarkan angka-angka tersebut, mengindikasikan bahwa konsumen properti diperkirakan masih didominasi oleh Generasi X dan Generasi Y yang telah mapan sepenuhnya, dan mampu membeli properti di atas harga 1 miliar.

Bagaimanapun, seseorang yang baru saja mapan dengan pekerjaannya, harus berpikir matang sedini mungkin untuk menentukan keputusan dalam berdomisili, dengan pertimbangan utama bahwa opsi yang diambil haruslah mendukung penuh kenyamanannya dalam berkerja mencari nafkah, bukan sekedar mengejar gengsi semata.

Para artikel ini tidak akan ada istilah pro KPR atau mengontrak rumah, tetapi lebih kepada keputusan yang diambil, harus ditentukan berdasarkan jenis pekerjaan yang anda jalani. 

Artinya jika anda berprofesi sebagai pegawai ASN tentunya akan berbeda opsi domisilinya dengan seorang karyawan Bank Swasta. Belum lagi jika ada variabel keterlibatan orang tua atau mertua di dalamnya, yang bisa menentukan jenis domisili yang dipilih.

Asumsi ini saya simpulkan berdasarkan fakta-fakta yang ada dalam kehidupan masyarakat Indonesia, dimana paling tidak ada 4 (empat) opsi  domisili yang biasa kebanyakan dipilih, yaitu (i) mengontrak rumah, (ii) mengambil KPR, (iii) Indekos dan (iv) tinggal bersama mertua/orang tua. Memang ada opsi lain seperti membangun rumah sendiri, mengambil apartemen atau membeli tunai rumah yang sudah jadi, namun opsi-opsi ini hanya segelintir orang yang bisa mengambilnya yaitu orang-orang berpenghasilan tinggi atau baru saja mendapat warisan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun