Mohon tunggu...
SARNIDA SAMALOISA
SARNIDA SAMALOISA Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - simpan

semoga artikel pembelajaran ini dapat diablikasikan dalam kehidupan sekarang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pendidikan Abad 21

28 Oktober 2021   09:37 Diperbarui: 28 Oktober 2021   09:49 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Abstrak 

Pembelajaran abad 21, pemerintah telah menyiapkan keterampilan hidup melalui reformasi pendidikan yang membawa perubahan baru dan cara terbaik untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut. Adapun perubahannya yaitu pendidikan bukan hanya untuk mempersiapkan keterampilan peserta didik agar siap bersaing di dunia kerja melainkan juga pendidikan mampu membentuk kemampuan berpikir tingkat tinggi dan karakter unggul peserta didik. Tujuan artikel ini adalah membekali siswa dengan kemampuan bidang literasi ilmu dan peduli lingkungan yang harus dikuasai siswa untuk menjawab tantanga kehidup pada abad 21. Artikel ini adalah artikel studi literatur yang mengkaji buku dan jurnal. Hasil artikel ini adalah siswa mampu memiliki SDM yang berorientasi pada kerja pikiran dan rama lingkungan. Kesimpulan artikel ini adalah GLS adalah gerakan partisipatif warga sekolah untuk mewujudkan sekolah literat melalui pembiasaan. Imlikasi yang dilakukan oleh guru dengan melakukan pembelajaran 4C, literasi dengan multiliterasi dan GLS.

Kata kunci: pembelajaran abad 21

 

Abstract

In the 21st-century digital era, the government has prepared life skills through educational reforms that bring new changes and the best ways to achieve these educational goals. The changes are an education not only to prepare students' skills to be ready to compete in the world of work but also education to be able to form high-level thinking skills and superior character of students. The purpose of this study is to equip students with the ability in the field of scientific literacy and environmental care that must be mastered by students to answer the challenges of life in the 21st century. The method of this research is the method of literature study that studies books and journals. The results of this study are that students are able to have HR that is work-oriented and environmentally friendly. The conclusion of this study is that GLS is a participatory movement of school people to realize school literacy through habituation. Implications were carried out by teachers by conducting 4C learning, literacy with multiliterate, and GLS.

Keywords: 21st-century learning

 

 

PENDAHULUAN 

            Pembelajaran abad 21 dituntut berbasis teknologi untuk menyeimbangkan tuntutan zaman era milenia dengan tujuan, nantinya peserta didik terbiasa dengan kecakapan hidup abad 21. Sejalan dengan pendapat tersebut ( Greentein, 2012) menyatakan bahwa siswa yang hidup pada abad 21 harus menguasai keilmuan, berketerampilan metakognitif, mampu berpikir kritis dan kreatif, serta biasa berkomunikasi atau berkolaborasi yang efektis, keadaan ini menggambarkan adanya kesenjangan anatara harapan dan kenyataan.

            Oleh karena itu, pemerintah merancang pembelajaran abad 21 melalui kurikulum 2013 yang berbasis siswa. Guru sebagai kepanjangan tangan dari pemerintah di sekolah-sekolah menerapkan pembelajaran abad 21. Di sekolah formal, pembelajaran sudah dituntut untuk menerapkan kemampuan 4C dalam keseharian (Prihadi, 2017). Untuk mencapai kondisi belajar yang ideal, kualitas pengajaran selalu terkait dengan penggunaan model pembelajaran secara optimal, ini berarti bahwa untuk mencapai kualitas pengajaran yang tinggi setiap mata pelajaran harus di organisasikan dengan model pengorganisasian yang tepat dan selanjutnya disampaikan kepada siswa dengan model yang tepat pula (Daniel dan Sepe, 2010). Keterampilan 4C wajib dikuasai dan dimiliki oleh setiap peserta didik guna menghadapi tantangan abad 21. Adapun kemampuan 4C menurut Anies Baswedan (Republik, 2016):

1. Critical thinking (berpikir kritis) yaitu kemampuan siswa dalam berpikir kritis berupa bernalar, mengungkapkan, menganalisis dan meyelesaikan masalah. Di era reformasi critical thinking, juga digunakan untuk menangkal dan memfilter paham radikal yang dianggap tidak masuk akal. Kemampuan berpikir kritis biasanya diawali dengan kemampuan seseorang mengritisi berbagai fenomena yang terjadi di sekitarnya, kemudian menilai dari sudut pandang yang digunakannya. Kemudian ia memposisikan dirinya, dari situasi yang tidak tepat menjadi situasi yang berpihak padanya.

2. Communication (komunikasi) yaitu bentuk nyata keberhasilan pendidikan dengan adanya komunikasi yang baik dari para perilaku pendidikan demi peningkatan kualitas pendidikan.

3. Collaboration (kolaborasi) yaitu mampu bekerja sama, saling bersinergi dengan berbagai pihak dan bertanggung jawab dengan diri sendiri, masyarakat dan lingkungan. Dengan demikian ia akan senantiasa berguna bagi lingkungannya.

4. Creativity (kreativitas) yaitu kemampuan untuk menghasilkan suatu yang baru. Kreativitas peserta didik perlu diasah setiap hari agar menghasilkan terobosan atau inovasi baru bagi dunia pendidikan. Kreatifitas membekali seorang peserta didik yang memiliki daya saing dan memberikan sejumlah peluang baginya untuk dapat memenuhi segala kebutuhan hidupnya.

Penerapan 4C dalam pembelajaran kurikulum 2013 jika benar-benar dilakukan di sekolah akan memberikan dampak yang luar biasa bagi generasi penerus bangsa untuk menghadapi tantangan hidup abad 21.

Disamping 4C, Kemdikbud juga meluncurkan program unggulan Gerakan Literasi Sekolah sebagai upaya pemerintah menjadikan pendidikan berkualitas dengan meningkatkan budaya literasi (membaca dan menulis) menurut Suragangga (2016). Di Dalam Permendikbud Nomor 23 Tahun 2015 telah menyadari pentingnya penumbuhan karakter peserta didik melalui kebijakan membaca selama 15 menit sebelum pelajaran dimulai. Kegiatan ini perlu perhatian khusus untuk dilaksanakan secara rutin oleh warga sekolah. Walaupun terlihat mudah, namun sulit dalam mengerjakannya karena kita harus melawan hawa nafsu yaitu rasa malas membaca yang tertanam dalam masing-masing pribadi yang belum terbiasa. Namun, jika kita sudah terbiasa melakukannya ini akan menjadi ringan dan kebiasaan baik untuk membangun karakter anak bangsa yang multiliterat. Semua kalangan perlu bersinergi untuk mensukseskan program pemerintah baik sekolah keluarga dan masyarakat.

Literasi merupakan proses kompleks yang melibatkan proses pembangunan pengetahuan sebelumnya, budaya dan pengalaman untuk mengembangkan pengetahuan baru dan pemahaman yang lebih mendalam menurut Abidin, Yunus, dkk (2017). Sejalan dengan hal tersebut konsep literasi juga mengalami perkembangan diantaranya yaitu penggunaan berbagai media digital baik di kelas, sekolah, tempat tinggal maupun masyarakat. Kini istilah literasi telah berkembang menjadi multiliterasi. Multiliterasi merupakan kemampuan membaca, menulis puisi, membagi, melukis, menari, menulis novel ataupun kemampuan berkontak dengan berbagai media yang memerlukan literasi menurut Kist, (2005:12). Dengan demikian, literasi dipandang sebagai kegiatan yang bermakna dari berbagai media. Dalam pandangan Cope dan Kalantzis (2005), literasi merupakan elemen terpenting dalam proyek pendidikan modern. Morocco et al. (2008:5) menyatakan kompetensi belajar dan berkehidupan dalam abad ke-21 ditandai dengan kompetensi pemahaman yang tinggi, kompetensi berpikir kritis, kompetensi berkolaborasi dan berkomunikasi, serta kompetensi berpikir kreatif. Sejalan dengan uraian tersebut pembelajaran multiliterasi pada hakikatnya adalah pengembangan dan penggunaan konsep kompetensi 4C.

Memasuki abad 21 penguasaan sains dan teknologi adalah kunci keberhasilan generasi bangsa dalam menghadapi persaingan global. Sains adalah bagian dari pendidikan sebagai wahana bagi peserta didik untuk menguasai secara kontekstual dan mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari. Rustaman (2007) berpendapat bahwa sains berperan dalam membangun karakter masyarakat dan bangsa dikarenakan kemajuan pengetahuan yang amat pesat, keampuhan proses yang dapat ditransfer pada bidang lain, dan terkandung muatan nilai dan sikap di dalamnya. Adapun literasi sains adalah bagaimana pemahaman tentang sains menjadikan solusi dalam pengambilan setiap keputusan yang dihadapi.

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode studi pustaka. Menurut Sukardi (2017) studi pustaka yang dilakukan peneliti dengan tujuan utama adalah menemukan fondasi yayasan atau landasan untuk memperoleh dan membangun landasan teori, kerangka berfikir, dan menentukan kecurigaan sementara atau sering disebut sebagai penelitian hipotesis, sehingga peneliti dapat memahami, mencari, mengatur, dan kemudian menggunakan variasi perpustakaan di lapangan. Dengan menggunakan studi literatur, peneliti menjadi lebih paham dengan masalah yang sedang diteliti. Sumber literatur yang digunakan peneliti yaitu jurnal nasional, buku-buku yang relevan, hasil seminar, artikel ilmiah, dan lain-lain.

US-based Partnership for 21st Century Skills (P21), mengidentifikasi kompetensi yang diperlukan di abad ke-21 yaitu "The 4Cs" (Critical Thinking, Communiaction, Collaboration, Creativity). Dengan keterampilan 4C peserta didik diharapkan mampu berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan serta membangun makna serta menghargai dan menyesuaikan diri dengan cara yang tepat.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2013:1) memaparkan bahwa pengembangan kurikulum 2013 dapat menghasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif dan afektif melalui penguatan sikap (tahu mengapa), keterampilan (tahu bagaimana), dan pengetahuan (tahu apa) yang terintegrasi. Empat prinsip yang dikenal sebagai empat pilar pendidikan adalah sebagai berikut:

1. Learning to Know Belajar mengetahui merupakan kegiatan untuk memperoleh, memperdalam dan memanfaatkan materi pengetahuan menurut Zubaidah (2017). Belajar untu mengetahui dengan cara berpikir kreatif untuk mengetahui akar suatu permasalahan.

2. Learning to Do Agar mampu menyesuaikan diri dan beradaptasi dalam masyarakat yang berkembang sangat cepat, maka individu perlu belajar berkarya menurut Zubaidah (2017). Belajar untuk melakukan yaitu mencari jalan keluar dari suatu masalah sebelum bertindak.

3. Learning to Be Keterampilan akademik dan kognitif memang keterampilan yang penting bagi seorang siswa, namun bukan merupakan satu-satunya keterampilan yang diperlukan siswa untuk menjadi sukses menurut Zubaidah (2017). Belajarlah untuk menjadi manusia mandiri yang utuh.

 4. Learning to Live Together Siswa yang bekerja secara kooperatif dapat mencapai level kemampuan yang lebih tinggi jika ditinjau dari hasil pemikiran dan kemampuan untuk menyimpan informasi dalam jangka waktu yang panjang dari pada siswa yang bekerja secara individu menurut Zubaidah (2017). Belajar bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil mampu membuat peserta didik terbiasa untuk berkolaborasi dengan sesamanya.

Empat pilar kegiatan pembelajaran di atas adalah berfokus pada siswa guna menghasilkan pembelajaran bermakna sebagai jawaban atas inovasi pendidikan menghadapi abad 21.

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, (2016:7-8) menjelaskan bahwa GLS merupakan suatu usaha atau kegiatan yang bersifat partisipatif, dengan melibatkan warga sekolah (peserta didik, guru, kepala sekolah, tenaga kependidikan, pengawas sekolah, komite sekolah, orang tua/wali murid peserta didik), akademisi, masyarakat, dunia usaha, dll. GLS sangat penting untuk mengembangkan kemampuan siswa. Contohnya dengan pembiasaan membaca 15 menit sebelum belajar. GLS sebaiknya diikuti dengan pengembangan model pendidikan multiliterasi pada berbagai muatan pelajaran sekolah.

Sekolah literasi adalah sekolah yang mampu memfasilitasi segala kebutuhan peserta didik dalam rangka membekalinya dengan kecakapan hidup pada zamannya. Menurut Abidin (2017), ciri-ciri dari sekolah literasi adalah sebagai berikut:

1. Bervisi literasi yaitu sekolah memiliki visi, misi, tujuan, strategi pencapaian dan sasaran program secara jelas.

2. Memiliki SDM yang peduli literasi yaitu warga sekolah satu misi untuk mengembangakan sekolah literat melalui pengembangan sekolah literasi.

3. Memiliki sarana berliterasi yaitu memiliki ruang bagi peserta didik untuk menyalurkan minat dan motivasinya dalam melakukan kegiatan literasi baik kegiatan membaca maupun lainnya.

4. Memiliki program literasi yaitu sekolah yang memiliki program yang membentuk kebiasaan dan budaya siswa dalam membaca, menulis dan berbicara dalam multikonteks dan multibudaya. Dengan kata lain program sekolah bersifat berkelanjutan, fleksibel dan komprehensif.

5. Menerapkan pembelajaran literasi yaitu menerapkan metode atau model pembelajaran literasi yang sesuai dengan karakteristik peserta didik dan kurikulum yang berlaku. Demikianlah ciri sekolah berliterasi yang dibangun berdasarkan visi yang diinginkan oleh seluruh warga sekolah dengan upaya konkret dalam bentuk pembiasaan.

Pada hakikatnya sesuatu aktivitas yang tidak pernah terputus dilakukan manusia selama hidupnya adalah belajar. Orang pasti belajar, apakah belajar secara formal, informal pengalaman sendiri, maupun dari pengamatan terhadap orang lain. Belajar merupakan suatau yang hakiki dan merupakan kebututuhan mendasar setiap orang. Salah seorang diantaranya adalah.

Yang pada intinya menyatakan bahwa belajar merupakan proses perubahan dalam pikiran dan karakter itektual setiap orang. Proses perubahan dalam pikiran dan perubahan karakter ini merupakan indikator utama seseorang telah melakukan proses belajar. Pertanyaannya adalah bagaimana seorang itu dapat menikmati belajarnya dan melaksanakan pembelajaran agar orang lain juga dapat belajar. Sebelum sampai pada jawaban pertanyaan di atas kita akanmembahas beberapa batasan tentang belajar dan pembelajaran. Pembelajaran merupakan proses mempasilitasi agar individu dapat belajar. Antara belajar dan pembelajaran merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan [1].

  • Sedagkan [2] menyatakan bahwa pembelajaran secara sederhana dapat diartikan sebagai sebuah usaha mempengaruhi emosi, intelektual, dan spiritual seseorang agar mau belajar dengan kehendaknya sendiri. Secara khusus dapat diutarakan bahwa pembelajaran merupakan suatu proses belajar yang di bagun guru untuk meningkatkan moral, intelektual, serta mengembangkan berbagai kemampuan yang dimiliki oleh siswa, baik itu kemampuan berpikir, kemampuan kreativitas, kemampuan mengkonstruksi peengetahuan, kemampuan pemecahan masalah, hingga kemampuan penguasaan materi pembelajaran dengan baik. Kemampuan-kemampuan yang dikemukakan di atas merupakan kemampuan yang perlu dikembangkan pada abad 21. Abad 21 di cirikan oleh berkemanganya informasi secara digital. Masyarakat secara pasif terkoneksi satu dengan lainnya. Hal inilah yang dikatakan oleh banyak orang dengan revolusi industri, terutama industri informasi. Era digital telah mewarnai kehidupan manusia di abad 21.

Pembelajaran di abad 21 harus dapat mempersiapkan generasi manusia Indonesia menyongsong kemajuan teknologi informasi dan komunikasih dalam kehidupan bermasyarakat. Pembelajaran abad 21 sebenarnya adalah implikasi dari perkembangan masyarakat dari masa kemasa. Sebagaimana diketahui bahwa masyarakat berkembang dari masyarakat primitif ke masyarakat agraris, selanjutnya kemasyarakat industri, dan sekarang bergeser ke arah masyarakat informatif. Masyarakat informatif ditandai dengan berkembangnya digitalisasi. Dari tahun 1960 samapi sekarng telah berkembang dengan pesat penggunaan komputer, internet dan handpone. Masyarakat telah berubah dari masyarakat offline menjadi masyarakat online.

Imlikasi pada pembelajaran di sekolah-sekolah di Indonesia mengharuskan semua stageholder pendidikan harus menguasai ICT literacy skill. Guru, siswa, bahkan orang tua siswa harus melek teknologi dan media komunikasi, dapat melakukan komunikasi yang efektif, berpikir kritis, dapat memecahkan masalah dan bisa berkalaborasi. Kesenjangan antara masyarakat pedesaan dan perkotaan di Indonesia harus dipersempit, agar penguasaan ICT dapat merata di seluruh Indonesia.

Manfaat teknologi dalam pembelajaran yaitu:

  • Memudahkan guru dan siswa mencari sumber belajar alternatif
  • Memperjelas materi pelajaran yang diberikan guru
  • Belajar lebih efisien
  • Wawasan guru dan siswa bertambah
  • Pembelajaran mengikuti perkembangan

B. KESIMPULAN 

Untuk menjawab tantangan abad 21 pemerintah telah menyiapkan sejumlah program yaitu dengan program 4C (Critical Thinking, Communiaction, Collaboration, Creativity) dan literasi yang dikembangkan dengan multiliterasi dan empat pilar pendidikan yaitu (learning to know, learning to do, learning to be, learning to live together). Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menggalakkan suatu program GLS (Gerakan Literasi Sekolah) yang bersifat partisipatif dan bertahap dengan mempertimbangkan kesiapan sekolah, kesiapan warga sekolah dan kesiapan sistem pendukung lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun