Tracking di Kali Talang
Hmm...sepertinya kami agak kesiangan sampai disana. Hangatnya sinar mentari pagi sudah menyapa dengan ramahnya. Karena dari awal niat kami ke Kali Talang untuk tracking, maka tujuan makan dan ngopi di antara warung yang ada disitu menjadi tujuan akhir setelah turun. Kamipun berjalan setapak demi setapak. Di awal perjalanan, kami sudah disuguhi tanah yang kering dan berpasir. Hal ini karena Merapi merupakan gunung yang masih aktif cukup sering erupsi, sehingga banyak pasir di sekitarnya. Ditambah masih dalam musim kemarau.
Belum lama kami kami berjalan, kami melewati turunan dengan bebatuan yang lumayan banyak dengan ukuran yang lumayan. Sempat melihat beberapa dari pengunjung yang berfoto-foto di sana. Ternyata, itu adalah sungai yang menjadi jalur lahar dingin ketika Merapi erupsi. Hanya saja saat ini sungai itu kering sehingga bisa dilewati.
Apakah ekowisata Kali Talang buka terus ? Â Menurut https://travel.kompas.com/read/2025/07/27/111100027/ekowisata-kalitalang-di-klaten-tutup-sementara-29-juli-2025, ekowisata Kali Talang ditutup sementara. Pada tanggal 29 Juli 2025 namun penutupan hanya berlaku satu hari, sehingga pada tanggal 30 Juli 2025 sudah dibuka kembali. Hal tersebut dalam rangka pemulihan ekosistem kawasan berdasarkan surat pengumuman Obyek Wisata Alam (OWA) di wilayah Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM). Jadi, jika akan berkunjung kesana, sebaiknya update keadaan gunung Merapi.Â
Tidak hanya tracking, camping dan trail run pun bisa dilakukan di Kali Talang. Olahraga sambil menikmati alam yang eksotik. Hanya berjarak 4.5 km ke puncak Merapi. Dan jika cuaca bersahabat, kita bisa berfoto dengan latar belakang gunung Merapi dengan kepulan asapnya. Adalah pengalaman kenangan yang indah tersendiri.
Kali Talang menyajikan hiking ceria, tinggal mengikuti petunjuk-petunjuk yang ada kita bisa sampai pada titik terakhir batas tracking. Sehingga cocok bagi pemula. Ada 4 pos yang akan kita lewati. Pos 1 dengan ketinggian 1120 Mdpl dan terakhir pos 4 dengan ketinggian 1474 Mdpl dengan nama Lembah Pasir. Jika angin bertiup agak kencang, pasir-pasir ikut menari kegirangan. Â Dan yang paling menarik dari track-track yang ada, adalah yang menggunakan tali untuk naik atau turun. Ada dua bagian track yang menggunakan tali untuk melewati. Benar-benar pengalaman baru. Dan seru pastinya.Â
Ketika sampai di pos IV, kami beristirahat sebentar. Mengeluarkan perbekalan, sambil menikmati udara bebas polusi. Sebenarnya, jika tanpa berhenti untuk foto-foto dari pos 1- 4 hanya membutuhkan waktu 45 - 50 menit saja. Tapi sayang juga, sudah sampai di sana tidak berfoto-foto. Karena selalu ada momen indah di setiap perjalanan, meskipun pada akhirnya hadiah dari waktu adalah kenangan. Dan sangat disayangkan kalau kenangan tersebut tidak diabadikan dalam foto. Karena satu foto sejuta cerita. Setelah dirasa cukup, kira-kira jam 11.50 wib kami turun.
Makam di Kali Talang
Ditengah perjalanan turun, kami mendapat rejeki melihat sekawanan monyet sisi kiri namun agak jauh dari track. Mereka sedang asik makan. Senang rasanya melihat satwa di habitatnya. Dan sebelum sampai bawah, ketika menoleh ke kanan, eh... ada makam disana. Â Sewaktu perjalanan naik, saya tidak melihatnya. Lebih tepatnya kurang memperhatikan. Saya kira hanya tempat istirahat saja. Kamipun kesana sebentar. Ternyata ada dua makam, yaitu makam Buyut Jufri Ali dan makam Buyut Sunan Maulana yang bersih dan terawat. Tampak disana ada tikar, karpet besar dan satu gelas air minum yang kosong. Artinya, di area makam tersebut masih ada aktivitas. Saya mencoba searching untuk mencari tahu tentang Buyut Jufri Ali. Â Yang saya dapat, almarhum adalah Ali bin Abdurraham al-Jufri. Habib Ali Al-Jufri sendiri adalah seorang ulama dan penceramah terkenal yang lahir di Jeddah, Arab Saudi. Sedang Buyut Sunan Maulana adalah Syekh Jumadil Kubro. Menurut situs Historia.id, Syekh Jumadil Kubro merupakan buyut dari Sunan Giri. Kemudian timbul pertanyaan, apakah yang dimakamkan disitu benar-benar seperti keterangan tersebut atau hanya sebatas yang mendekati atau justru sebatas sejarah lisan yang kemudian dipercaya masyarakat setempat? Wallahu a'alam bishawab.