Mohon tunggu...
Santo Masse
Santo Masse Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ngopi sepanjang hari

Gemar Futsal. Personality Waktu dan tempat

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Antara Tuhan dan Manusia yang Tidak Pernah Akur

6 Agustus 2022   01:52 Diperbarui: 6 Agustus 2022   01:59 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Antara Tuhan dan Manusia Yang Tidak Pernah Akur

   Tidaklah sedikitpun manusia memiliki kekuasaan atau kekuatan di muka bumi ini secara percuma. Saya, ataupun anda tentulah sepakat akan pernyataan itu. Jika memang ada atas dua pernyataan tadi, maka tidak lain itu telah ditentukan oleh sang Maha Kuasa, Tuhan. Sebab akibat adalah ulah Tuhan sebagai pemilik kekuasaan dari yang tertutup hingga terbuka, bahkan secara universal. Lantas bagaimana halnya manusia ada, sebagai bukti pelaku ciptaan Tuhan untuk mengisi alam semesta. Kurang saya pahami apakah hanya sebatas perhiasan.? Atau sebagai estetika pelengkap.? 

   Telah disepakati manusia kecil, lemah, tak berdaya, hanya seorang diri. Tertimpa musibah dengan segala arah, layaknya kompas yang digunakan oleh para pencinta mengarungi samudra. Kadang nyaris terbunuh oleh kekejama musibah, sebaliknya tidak pernah nyaris terbunuh. Entahlah apakah memang ada campur tangan Tuhan atas segala perihal manusia. 

    Jika memang tidak ada, maka aktualnya manusia diadakan tanpa sebuah tujuan dan kemenangan. Sungguh kehidupan yang sia-sia pula. Akan tetapi jika memang ada campur tangan Tuhan, sudah pasti ada tujuan dan kemenangan. Dan ambiguitasnya kemana Tuhan ketika manusia mengalami polemik yang hebat-hebatnya. 

     Apakah Tuhan sedang bergurau, murka, atau sengaja vakum. Atau Tuhan dan manusia memang tidak bisa akur.? Masalah apa kiranya hingga sekejam itu Tuhan kepada makhluk yang bernama manusia. Probabilitasnya Adakah manusia melakukan hal Fatal, tidak menjalankan perintah, lebih-lebih disebabkan manusia merasa tinggi hingga Tuhan memilih diam dan apatis.? 

    Padahal manusia tidak keseluruhan berwatak demikian. Seperti kita ketahui bahasa seorang tetuah setiap lingkungan mengatakan ada dua manusia, yaitu manusia baik dan manusia jahat. Lalu kenapa disamaratakan oleh Tuhan hanya dengan kacamata sendiri. Masih terngiang untuk setiap manusia berada pada posisi kediaman Tuhan kepada kita. 

    Baik mungkin rilnya Tuhan bercanda. Tapi sampai kapan, atau kenapa kepada kita.? Karma, canda semata.? Jika Karma pasti ada dua atau tiga orang ter kategori Karma. Baiklah jika memang atas Karma. Personifikasi yang sederhana misalnya, kita mengambil barang seorang teman satu atau dua kali, dan setelah itu kita tidak berani lagi melakukan perbuatan bejad tersebut. Kemudian berlakunya Karma tadi, dengan ketentuan melebihi yang telah di buat diwaktu dulu. Nah, bukankah pembalasan ini melebihi batas sebagai dahulu kita berbuat. Dan tidak akan salah pula jika kita mengatakan ini sebagai ketidakadilan. "Kesalahan satu dibalas sembilan kesalahan juga".

    Kemudian jika semata-mata adalah canda, kiranya tida berlaku pengeluhan. Logisnya haruskah canda dengan kekerasan.? Dan efeknya beeimbas kepada kita sendiri, masih layak disebut canda.? Contoh kronologi, suatu ketika Anda sedang tidur siang, atau berpergian. Kemudian di rumah anda, anda lupa mengunci pinta atau pintunya sengaja dikunci. Tiba-tiba datang salah seorang teman anda mengetuk pintu ingin beetamu, sedangkan anda sedang hangatnya dalam tidur atas kelelahan. Tetapi teman anda ini memaksa harus masuk ketempat anda, tapi andapun tidak terbangun. Dan parahnya teman anda yang berambisi ini melakukan berbagai cara, dari mengetuk pintu dengan keras-keras, memanggil nama anda, sampai tetangga disitu merasa terganggu, bahkan membuka jendela rumah anda tanpa sebuah pamit agar bisa masuk. 

   Pernyataan ini bisa di klaim sebagai tidak adanya sopan santun. Meskipun telah lama berteman. Bagi saya, itu adalah perbuatan yang menyimpang, karena mengambil sesuatu tanpa pamit adalah mencuri. Kalau dari perspektif agamis nya dia tidak beradab. Teman hanya tentang relasi pergaulan panjang dan pendek, bebas menikmati kesenangan. Berbeda dengan adab, meskipun telah berkawan beberapa tahun lamanya, adab tidak akan pernah hilang apalagi sampai mati. Berarti pengertian teman tanpa pondasi adab, adalah krusial. 

    Jadi, masih masif jika kita sebut sebagai candaan Tuhan atau ujian Tuhan untuk melihat kesabaran makhluknya.? Sebetulnya benar, bahwa "dia Tuhan tidak akan menguji hambanya diluar kemampuannya".saya sepakat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun