Mohon tunggu...
Zul Fadli Ibnu Fauzi
Zul Fadli Ibnu Fauzi Mohon Tunggu... -

Semoga saya bisa menyebabkan anda bahagia, serangan kangen dan gangguan tidur karena memikirkan saya. Twitter: @SayaZulFadli

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Tempat Keadilan Yang Tidak Adil

17 Desember 2011   11:40 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:08 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah beberapa kali saya berurusan dengan polisi dalam permasalahan lalu lintas. Anda bisa membaca kisah saya itu lewat  kompasiana milik saya.

Dalam beberapa kali berurusan dengan Polisi lalu lintas sudah dua kali permasalahan saya bermuara hingga ke pengadilan. Yang pertama di Pengadilan Negeri Kota Semarang dan kedua di Pengadilan Negeri Jakarta Barat.

Di Pengadilan Negeri Semarang saya tidak menemukan persidangan, karena menurut pegawai pengadilan, persidangan telah dimulai sejak tadi saat saya belum hadir. Padahal saya hadir di sana berkisar pukul 10.30 WIB dan jumlah pelanggarnya cukup banyak. Entah kenapa sidang berakhir dengan cepat, mungkin anda tau jawabannya.

Nah baru-baru ini saya dimeja-hijaukan lagi oleh seorang polisi yang mangkal di Ruas jalan menuju tol di daerah Jakarta Barat. Menurut Polisi tersebut saya telah memasuki jalan tol yang sudah pasti tidak boleh dilewati oleh kendaraan sepeda motor. Waktu itu saya agak shock, karena biasanya saya sangat perhatian sekali terhadap rambu lalu lintas, tapi kenapa kali ini saya lalai dalam melihat rambu-rambu larangan tersebut. Memang saat itu saya berjalan di malam hari dengan menggunakan sepeda motor. Sehingga waktu itu saya berfikir saya tidak memperhatikan larangan karena suasana dalam keadaan gelap.

Saya katakan saja kepada polisi itu untuk menilang saya. Pada beberapa hari kemudian saya cari tau apa penyebabnya hingga saya tak sadar menerobos larangan. Ternyata eh ternyata penyebabnya adalah karena posisi rambu-rambu larangan masuk bagi sepeda motor tersebut berada jauh dimulut jalan.  Seharusnya rambu larangan itu berada di depan mulut jalan yang akan di masuki (Persimpangan Jalan). Menurut saya, posisi rambu-rambu tersebut benar-benar telah menjebak saya.

Akhirnya sampai lah pada hari saya harus diadili oleh Hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Saat nama saya dipanggil, saya mencoba menggunakan hak saya melakukan pembelaan diri dihadapan hakim.  Selain itu saya membawa bukti petunjuk berupa foto-foto yang menunjukan bahwa kesalahan saya ini disebabkan oleh posisi rambu-rambu yang diletakan pada posisi yang tidak pada tempatnya.

Pak Hakim menjawab pembelaan saya tersebut dengan berkata, “Posisinya tidak ada disini”. Kerena polisi tersebut tidak ada, sehingga alibi saya yang disertai bukti pentunjuk tersebut ditolak oleh hakim. Lalu saya menanggapi dengan berkata “berarti saya tidak bisa mencari keadilan ditempat ini”.

Sang hakim pun agak kaget mendengar kalimat saya itu, dengan suara yang bertensikan sedikit lebih tinggi dia tetap kekeh dengan pendapatnya bahwa argumentasi saya tidak bisa diterima Karena tidak bisa dikonfrontirkan dengan polisi tersebut. Kalau itu alasannya, menurut saya hakim bukan cuma sebagai corong undan-undang (bouche de la loi) namun juga sebagai corong polisi yang selalu memvalidasi tuduhan polisi tanpa mempertimbangkan alibi tertuduh.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun