Mohon tunggu...
San Edison
San Edison Mohon Tunggu... Jurnalis - Sahabat Pena

Pemuja Senja

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Bersama Menjaga Ruang Digital Jelang Pemilu

12 Januari 2023   11:47 Diperbarui: 12 Januari 2023   12:08 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi hoaks. (Foto: Kompas.com)


Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan jadwal Pemilu 2024. Penyelenggara Pemilu itu memilih Hari Valentine atau tanggal 14 Februari sebagai hari pemungutan suara.

Selain itu, KPU juga telah menetapkan 24 partai politik (Parpol) peserta Pemilu 2024. 18 di antaranya adalah parpol nasional. Sisanya 6 parpol lokal Aceh.

Ini artinya, tahapan-tahapan menuju Pemilu 2024 sudah mulai dilakukan oleh KPU. Khusus untuk bakal calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, saat ini sudah memasuki tahapan penyerahan syarat dukungan ke KPU.

Adapun parpol-parpol peserta Pemilu, sudah mulai melakukan seleksi terhadap kader-kader yang akan dijagokan untuk menjadi Calon Anggota Legislatif (Caleg). Saat bersamaan, komunikasi politik para elit juga terus gencar, guna mendapatkan figur Calon Presiden (Capres) yang ideal.

Masa-masa ini tentu penuh dengan propaganda. Tak jarang, propaganda politik dilakukan secara berlebihan hingga mengabaikan ruang dan etika. Ujung-ujungnya, yang banyak muncul ke ruang publik, terutama di ruang digital, akhirnya berupa produk disinformasi, malinformasi, ujaran kebencian, hingga hoaks.

Kondisi ini tentu sangat tidak diharapkan. Namun dari pengalaman Pemilu terdahulu, banyak kegaduhan terjadi di tengah masyarakat dipicu maraknya disinformasi, malinformasi, ujaran kebencian, hingga hoaks di ruang digital.

Yang paling sering muncul biasanya hoaks terkait figur Capres - Cawapres. Narasi umum yang lazim muncul di ruang publik adalah berupa propaganda tentang profil serta rekam jejak sang Capres - Cawapres. Kadang ada yang dilebih-lebihkan. Namanya juga propaganda, bukan?

Tak jarang, narasi yang dibangun oleh pendukung ini kemudian diolah oleh lawan politik, bahkan diplintir. Hasilnya, bisa berupa ujaran kebencian, diisinformasi, bahkan malinformasi.

Ketika ini sudah terjadi, maka produk sejenis akan berbalas pantun. Semakin diluruskan, semakin parah juga upaya lawan untuk memutar-balikkan narasi. Hasilnya, ruang digital gaduh, kotor.

Supaya kondisi ini tak terjadi jelang Pemilu 2024, tentu sangat penting membangun kesadaran bersama untuk menjaga ruang publik khususnya ruang digital supaya tetap bersih.

Tentang hal ini, tentu pemerintah melalui lembaga-lembaga terkait mesti tampil paling depan dalam mengawal ruang digital. Termasuk di antaranya Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun