Mohon tunggu...
San Edison
San Edison Mohon Tunggu... Jurnalis - Sahabat Pena

Pemuja Senja

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Migrasi Siaran TV Analog ke Digital, "Angin Segar" bagi Content Creator

2 November 2022   22:38 Diperbarui: 3 November 2022   08:30 1310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi tv analog dan tv digital. (Shutterstock via kompas.com) 

Masyarakat Indonesia telah lama menikmati siaran melalui TV analog. Bahkan di tengah perkembangan teknologi yang kian pesat belakangan ini.

Tentu saja ini sudah ketinggalan zaman. Karena itu, beberapa tahun terakhir, pemerintah melakukan berbagai persiapan terkait migrasi siaran ini.

Bahkan setelah dari sisi infrastruktur secara nasional sudah siap, pemerintah pun memutuskan untuk mematikan siaran TV analog dan digantikan dengan TV digital di 222 kabupaten dan kota di Indonesia, Rabu 2 November 2022, tepat Pukul 24.00 WIB.

Analog switch off (ASO) ini termasuk  Jabodetabek, delapan kabupaten dan kota di empat wilayah siaran yang sudah menggelarnya lebih dulu pada April lalu, serta 173 kabupaten dan kota tanpa layanan TV teresterial.

ASO kali ini memang belum dilakukan secara total di seluruh wilayah Indonesia. Sebab masih ada 292 kabupaten dan kota yang proses migrasi siarannya dilakukan sesuai kesiapan wilayah masing-masing.

Urgensi Migrasi Siaran

Televisi. (Foto: San Edison)
Televisi. (Foto: San Edison)

Migrasi teknologi penyiaran dari TV analog yang dikonversikan menjadi siaran TV digital ini bukannya tanpa alasan. Migrasi ini merupakan komitmen seluruh negara, termasuk Indonesia, yang tergabung dalam International Telecommunication Union (ITU).

Pada pertemuan The Geneva 2006 Frequency Assignment Plants misalnya, telah disepakati bahwa tanggal 17 Juni 2015 merupakan batas waktu negara di seluruh dunia melakukan migrasi dari siaran analog ke digital.

Dan sebagian besar anggota ITU telah melakukan migrasi tersebut. Sebut saja Amerika Serikat, Jepang, Korea Selatan, Tiongkok, Brunei Darussalam, Singapura, Malaysia, Vietnam, Thailand, hingga Myanmar.

Indonesia sendiri baru melakukannya tahun ini, setelah berbagai persiapan terkait migrasi dirampungkan sejak tahun 2019. Langkah ini pun didukung penuh oleh Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI).

Bahkan terkait migrasi siaran TV analog ke digital ini, juga diamanatkan UU Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja dan peraturan pelaksanaannya.

Mencermati komitmen bersama negara-negara yang tergabung dalam ITU serta amanat UU Cipta Kerja, maka migrasi siaran TV analog ke TV digital ini memang harus dilakukan.

Setidaknya, ada beberapa tujuan dilakukannya migrasi siaran televisi analog ke digital ini. Pertama, mendorong efisiensi pemanfaatan spektrum frekuensi radio. 

Saat ini, spektrum frekuensi radio yang digunakan untuk pemanfaatan televisi analog membutuhkan sumber daya yang besar.

Penggunaan siaran televisi digital akan menghemat penggunaan spektrum frekuensi radio, karena hanya memerlukan spektrum frekuensi yang lebih sedikit. Sehingga sisanya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan nasional lainnya, seperti layanan pendidikan, kesehatan, kebencanaan, dan layanan internet berkecepatan tinggi dalam rangka transformasi digital.

Kedua, migrasi siaran televisi analog ke digital ini juga dimaksudkan agar masyarakat dapat menikmati gambar dan suara yang berkualitas.

Siaran televisi digital memiliki resolusi gambar dan suara yang lebih stabil, sehingga kualitas penerimaan oleh penonton akan lebih baik. 

Dengan kata lain, teknologi penyiaran televisi berbasis digital menjanjikan tampilan gambar lebih bersih dan suara yang lebih jernih. Kualitas siarannya tidak lagi berbintik, berbayang, atau kabur serta tidak rentan dengan cuaca buruk.

Ketiga, migrasi ke siaran digital harus dilakukan untuk menghindari sengketa dengan negara tetangga akibat interferensi spektrum frekuensi di wilayah perbatasan.

Keempat, migrasi ke siaran televisi terestrial digital ini juga diharapkan memberikan 'angin segar' bagi pertumbuhan kreasi konten. Apalagi dengan siaran digital, biaya untuk membuat stasiun televisi menjadi lebih murah.

Soal terakhir ini, tentu menarik. Apalagi Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) memang terus berupaya mendorong program ASO menjadi momentum lahirnya lapangan kerja baru.

Kementerian Kominfo juga mendorong masyarakat Indonesia, khususnya kaum muda, untuk mengambil bagian dalam migrasi siaran ini.

Misalnya, menjadi penyedia konten atau content creator, dengan menghasilkan berbagai program yang edukatif, kreatif, dan variatif untuk menyemarakkan industri penyiaran dalam negeri.  

“Hal unik dari migrasi TV digital adalah memberikan peluang bagi anak muda untuk menjadi content creator. Migrasi TV digital juga menyerap tenaga kerja kreatif. Akan ada banyak channel TV digital dengan konten yang makin beragam, termasuk dari siaran TV digital lokal,” kata Staf Khusus Kementerian Kominfo Bidang Komunikasi Politik, Philip Gobang, dalam sebuah Webinar Hybrid, di Maumere, Nusa Tenggara Timur (NTT), April lalu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun