Mohon tunggu...
Dhul Ikhsan
Dhul Ikhsan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pribadi

"Confidence is fashion" Follow, coment, and like IG : @sandzarjak See you there.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Ulasan Film "Call Me by Your Name" dalam Perspektif Seorang Partikularis

4 Januari 2018   20:16 Diperbarui: 5 Januari 2018   19:02 5274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hingga-hingga, Armie Hammer merasa harus berbicara secara personal dengan Luca Guadagnino sebelum ia menyetujui ikut berperan sebagai Oliver. Armie mengaku sempat khawatir akan berakting vulgar menampilkan alat kelaminnya di depan kamera, sehingga dapat berpengaruh terhadap kehidupan anak-anaknya kelak ketika dewasa.

Kemahiran Luca selaku sutradara pun terbukti. Jalannya cerita dibuat bukan untuk mengeksploitasi fantasi seksual penonton, meski dibuat dengan konsep sejati sineas Eropa yang terkenal liberal.

Film ini cukup menguras rasa putus asa, kesendirian, dan kehilangan. Elio yang kesehariannya hidup dalam tradisi Jewish in discretion kehilangan arah dalam hal romansa. Eksplorasi ketertarikannya terhadap tubuh Marzia (Esther Garrel) hilang berganti atas kesadarannya untuk memiliki Oliver secara utuh.

Beberapa karakter, latar dan kejadian di dalam novel memang tidak sepenuhnya teradaptasi di film ini. Namun Luca mentranskripsinya dalam nuansa yang persis sama, seperti terlihat di salah satu scene"play that again".

Di dalam adegan itu, Elio memamerkan kemampuannya memainkan instrumen musik di hadapan Oliver. Ia yang terdidik dalam lingkaran terpelajar mampu mentranskripsi notasi Bach yang didedikasikan untuk sang adik lelaki kesayangan ke dalam versi Litz maupun Buzzone.

Maka, terdengarlah dinamika piano yang berbeda di tiap versinya. Kemudian saya sadari bahwa apa yang dimainkan Elio di hadapan Oliver adalah sebuah rayuan gombal alih-alih sekadar pamer. Seperti itulah nuansa sinematik "Call Me By Your Name" versi Luca Guadagnino.


Melalui scene "play that again", kemampuan akting Timothee juga mendapat apresiasi dari para kritikus film. Keahliannya memainkan piano dilakukan secara real. Adegan sepanjang 1 menit 55 detik itu pun hanya diambil dalam sekali take. 

Sedikit sekali saya menemui adaptasi film seapik ini. Saya sepenuhnya menyukai ramuan "Call Me By Your Name" ini ke dalam film. Saya juga terpesona dengan kemampuan akting Timothee Chalamet sebagai Elio. Begitu pun, saya menghargai universalitas pesan di dalamnya, meski saya penganut hukum partikularisme sebagaimana negara saya anut.

Penutup

Pada bagian monolog yang terkenal itu, profesor Pearlman mengawali pesannya untuk membesarkan hati anaknya "nature has cunning ways to finding our weakest spot." Pesan ini merangkum peran alam dalam kontribusinya mendatangkan cobaan pada manusia. 

Cobaan tidak saja datang dalam bentuk kerusakan alam itu sendiri, tetapi juga dalam bentuk kerasukan jiwa sehingga memberikan tantangan kepada manusia lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun