Mohon tunggu...
Sandi Novan Wijaya
Sandi Novan Wijaya Mohon Tunggu... Freelancer - Calon Diplomat

Sampaikanlah walau satu ayat.

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Bagaimana Ekowisata Menjadikan Masyarakat Lokal Sejahtera?

21 Desember 2023   21:30 Diperbarui: 23 Desember 2023   14:25 394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pariwisata berbasis masyarakat lokal. Sumber gambar: Dok. pribadi

Memandang dari atas bukit dan bebatuan, keindahan dan kemegahan dari hamparan air dan perbukitan hijau di sekitarnya, menjadikan panorama bendungan Batu Tegi, Lampung, tampak sangat mengagumkan. Seakan hamparan air ini tak pernah diketahui di mana tepiannya.

Di atas bendungan juga terdapat jalan beraspal yang cukup lebar sekitar 10 meter lengkap dengan trotoar, lampu jalan, pot bunga, serta pagar pembatas.

Tampak jelas bahwa bendungan ini menyatukan dua bukit yang cukup tinggi, dan air yang menggenang berkuasa dalam menenggelamkan bukit-bukit kecil yang terletak di sebelah hulu bendungan.

Sebuah dermaga dengan perahu-perahu kecil bisa dinaiki penumpang dengan kapasitas 7-10 orang untuk berkeliling bendungan.

Destinasi pariwisata bendungan Batu Tegi Lampung. Sumber gambar: Dok. Pribadi.
Destinasi pariwisata bendungan Batu Tegi Lampung. Sumber gambar: Dok. Pribadi.
Beralih ke sebuah kawasan ‘Hutan Lindung’, di dalamnya diisi oleh sejumlah hewan yang dilindungi termasuk primata jenis kukang. Namun, tidak semua lokasi di kawasan Bendungan ini dapat dimasuki sembarangan karena sejumlah alasan tertentu.


Sudah menjadi hal biasa saat tiba waktu weekend bagi para muda-mudi untuk mengunjungi tempat-tempat wisata lokal seperti pantai, air terjun, dan lain sebagainya. Salah satunya adalah bendungan Batu Tegi.

Belakangan saya baru mengetahui bahwa ternyata bendungan dengan total luas sekitar 3.560 hektare di Provinsi Lampung ini sempat menjadi yang terbesar se-Asia Tenggara.

Sementara itu, bendungan yang berlokasi di Pekon Batu Tegi, Kecamatan Air Naningan, Kabupaten Tanggamus, Lampung ini, mulai dibangun sejak tahun 1994 dan selesai pada tahun 2002.

Bendungan Batu Tegi Lampung sebagai PLTA dan saluran irigasi. Sumber gambar: Dok. Pribadi.
Bendungan Batu Tegi Lampung sebagai PLTA dan saluran irigasi. Sumber gambar: Dok. Pribadi.
Di samping memiliki daya tarik wisata bagi masyarakat lokal maupun luar, fungsi utama dari bendungan ini adalah sebagai pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dan juga saluran irigasi untuk beberapa daerah di Lampung.

Selain fungsi utama di atas, Bendungan Batu Tegi juga memiliki fungsi lain antara lain mulai dari tempat penampungan air yang akan dikeluarkan saat musim kemarau tiba, sebagai penyedia bahan baku untuk air minum di sejumlah wilayah (Kota Bandar Lampung, Metro, dan Branti di Kabupaten Lampung Selatan) melalui PDAM, hingga menyediakan pasokan listrik untuk PLN sebanyak 2×14 KW, dan sebagai pengendalian banjir dan perikanan.

Diketahui bahwa pembangunan Bendungan Batu Tegi, Lampung menelan anggaran hingga Rp920 miliar yang berasal dari APBN dan pinjaman uang pada Bank Japan For Internasional Cooperation.

Pariwisata Bendungan Batu Tegi Lampung. Sumber gambar: Dok. Pribadi.
Pariwisata Bendungan Batu Tegi Lampung. Sumber gambar: Dok. Pribadi.
Peran dan Keuntungan Pendekatan Pariwisata Berbasis Masyarakat Lokal

Di sekitaran Bendungan Batu Tegi juga menjadi ladang pencaharian tersendiri masyarakat sekitar. Mereka memanfaatkan wisatawan yang datang ke Bendungan ini dengan menjual makanan dan pernak pernik.

Sampai di sini, berkaitan dengan peran masyarakat lokal dalam pemajuan pariwisata berkelanjutan, hingga kini berbagai potensi yang sudah diuraikan dari bendungan ini masih memerlukan pengelolaan dan pemanfaatan dengan baik lagi. 

Faktanya, meski menjadi destinasi pariwisata berupa bendungan terbesar di Asia Tenggara, masih banyak dari masyarakat Indonesia yang belum mengetahui tempat ini.

Dogra dan Gupta (2012) di dalam "Pariwisata Berbasis Masyarakat", menyebutkan bahwa masyarakat punya posisi strategis dalam suatu destinasi pariwisata. Oleh sebab itu, keberlanjutan destinasi pariwisata sangat tergantung dari tingkat keterlibatan masyarakatnya dalam pembangunan destinasi pariwisata.

Masyarakat di dalam destinasi pariwisata yang kemudian disebut dengan masyarakat lokal memiliki potensi berupa beragam aktivitas yang dapat dikreasikan menjadi produk pariwisata.

Adanya budaya lokal, tinggalan masyarakat, dan festival menyediakan keunikan dan sesuatu yang baru dari perspektif wisatawan.

Dibandingkan dengan masyarakat dari luar destinasi pariwisata, mayarakat dengan pengetahuan dan kebijakan lokal tentunya akan lebih memahami produk pariwisata yang dikembangkan serta dampak yang ditimbulkan.

Masyarakat lokal juga mempunyai kontribusi dalam upaya mempromosikan produk destinasi pariwisata, lantaran masyarakat lokal merupakan komponen utama pembentuk citra destinasi pariwisata (Pike, 2004).

Begitu pentingnya peran masyarakat lokal dalam pengembangan destinasi pariwisata berkelanjutan hingga telah mendorong munculnya tren baru pengembangan pariwisata yang berbasis masyarakat lokal.

Pendekatan ini fokus terhadap campur tangan masyarakat lokal dalam perencanaan dan pengembangan destinasi pariwisata berkelanjutan. Karena melalui partisipasi mereka, pariwisata secara langsung mampu memberikan manfaat bagi masyarakat lokal. Dengan adanya manfaat inilah penerimaan, toleransi, dan dukungan masyarakat terhadap pariwisata akan tumbuh dengan optimal.

Masyarakat lokal merupakan bagian tak terpisahkan dari destinasi pariwisata berkelanjutan. Integrasi masyarakat lokal dalam perencanaan dan pengembangannya dimaksudkan untuk memastikan, agar masyarakat lokal mendapat ruang dan kesempatan untuk berpartisipasi dalam proses perencanaan pariwisata.

Kerangka pemikiran integrasi dimulai dari pemahaman mendasar menyangkut destinasi pariwisata. Di dalam destinasi pariwisata, tidak melulu terdapat industri pariwisata (produk, pasar, serta akses), tetapi juga ada keterkaitan dengan industri lain termasuk masyarakat lokal itu sendiri.

Ilustrasi pengembangan pariwisata berbasis masyarakat lokal. Sumber gambar: Dok. Pribadi.
Ilustrasi pengembangan pariwisata berbasis masyarakat lokal. Sumber gambar: Dok. Pribadi.

Maka, dapat dikatakan bahwa masyarakat lokal mempunyai posisi yang sangat strategis dan setara dengan pengambil keputusan lainnya (stakeholders) dalam pengembangan destinasi pariwisata berkelanjutan.

Selain itu, destinasi pariwisata berbasis masyarakat lokal adalah pariwisata berkelanjutan yang memungkinkan wisatawan untuk terhubung erat dengan komunitas lokal.

Lebih jauh, tujuan dari pariwisata berbasis masyarakat lokal adalah untuk memberikan manfaat langsung secara ekonomis kepada masyarakat lokal tersebut, sedangkan wisatawan merasakan langsung cara hidup lokal.

Jadi, secara singkat berdasarkan uraian di atas, berikut adalah beberapa poin dari manfaat utama pariwisata berbasis komunitas lokal:

  • Melestarikan budaya lokal untuk generasi mendatang.
  • Memfasilitasi lapangan kerja.
  • Secara langsung menguntungkan penduduk setempat secara finansial. 
  • Menciptakan dan memberdayakan komunitas.
  • Menambah nilai terhadap kunjungan wisatawan.
  • Mendukung pergerakan pariwisata yang baik dan berkelanjutan.

Perencanaan Pariwisata Berbasis Masyarakat Lokal

Sebagian besar karakteristik atau pendekatan perencanaan destinasi pariwisata berbasis masyarakat lokal berasal dari tradisi perencanaan transaksi dan advokasi.

Timothy mengatakan bahwa tradisi ini mengutamakan pembelaan terhadap kelompok masyarakat minoritas dan pemberian kontrol yang lebih besar kepada masyarakat lokal dalam proses pembangunan sosial untuk mencapai kesejahteraan. Hal tersebut semakin terlihat nyata akibat adanya pergeseran paradigma pembangunan pariwisata dari yang bersifat masal konvensional menuju pariwisata alternatif.

Pariwisata alternatif adalah pariwisata berskala kecil dan melibatkan berbagai elemen lokal khususnya masyarakat lokal. Pembangunan pariwisata berskala kecil pada gilirannya memberikan ruang partisipasi sebesar-besarnya bagi masyarakat lokal (Telfer dan Sharpley, 2008).

Partisipasi aktif dari masyarakat menunjukkan adanya persamaan posisi dengan pengambil keputusan lainnya (pemerintah, investor, serta wisatawan) dalam upaya pembangunan pariwisata berkelanjutan.

Berdasarkan pemikiran Derrida, persamaan posisi tersebut menandakan pelucutan atas oposisi biner (dekonstruksi). Adanya dekonstruksi dapat menjamin kebenaran dengan cara mendevaluasi bagian inferior oposisi biner, yakni masyarakat lokal dalam pengembangan pariwisata. Dengan kata lain, pendekatan dekonstruktif memastikan diikutsertakannya kelompok minoritas untuk masuk ke ranah pariwisata. 

Imbas dari digulirkannya pariwisata masal oleh elite atau pemerintah yang berkolaborasi dengan investor, masyarakat lokal harus puas berperan sebagai objek pengembangan pariwisata, hingga dan akhirnya dengan segala keterbatasan yang ada mereka malah terlempar dari pembagian manfaat pariwisata.

Murphy (1985) menekankan dekonstruksi berupa suatu strategi dengan fokus pada pencapaian tujuan pembangunan pariwisata dalam perspektif wisatawan dan masyarakat lokal. Dalam hal ini, masyarakat lokal seharusnya mampu mengidentifikasi berbagai manfaat pariwisata untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Pendekatan perencanaan ini mengakui adanya perhatian yang memasukkan kepentingan masyarakat dalam perencanaan pariwisata, atau dengan kata lain semestinya pariwisata tidak hanya memberikan kepuasan bagi wisatawan, tapi juga mempertimbangkan kebutuhan masyarakat lokal dan kualitas jasa lingkungan.

Sinergitas pengembangan destinasi pariwisata berbasis masyarakat lokal di Muara Gembong, Kabupaten Bekasi.
Sinergitas pengembangan destinasi pariwisata berbasis masyarakat lokal di Muara Gembong, Kabupaten Bekasi.

Korten (1981) bahkan menganjurkan adanya kebutuhan terhadap pengetahuan dan nilai-nilai/kearifan lokal, dalam pemecahan permasalahan atas perkembangan pembangunan yang ada. Semakin kompleks permasalahan yang dihadapi, maka semakin besar pula kebutuhan terhadap pengetahuan dan nilai-nilai tersebut.

Penggunaan kearifan lokal untuk merumuskan pemecahan permasalahan pembangunan dikenal dengan sebutan perencanaan berbasis masyarakat lokal. Dengan kata lain, pendekatan perencanaan ini membutuhkan partisipasi dari berbagai pengambil keputusan dalam proses perencanaan pariwisata.

Itu artinya, pendekatan perencanaan ini membutuhkan partisipasi dari berbagai pengambil keputusan dalam proses perencanaan pariwisata berkelanjutan. 

Adanya partisipasi aktif dari masyarakat lokal dalam proses perencanaan juga diharapkan mampu mengidentifikasi berbagai dampak pariwisata, untuk kemudian dapat merumuskan strategi dan program guna mengoptimalkan dampak positif dan meminimalisir dampak negatif yang ditimbulkan oleh pengembangan destinasi pariwisata.

Maka dari itu, berbagai tahapan atau proses perencanaan pariwisata membutuhkan keterlibatan para pengambil keputusan. Ada pun proses perencanaan pariwisata ini meliputi:

  • Persiapan studi, di antaranya adalah pengenalan karakteristik, potensi dan isu strategis, penganggaran, pemilihan anggota tim, kerangka acuan kerja (KAK), dan administrasi.
  • Penetapan tujuan dan sasaran pembangunan, di antaranya adalah perumusan tujuan dan sasaran yang dapat digunakan untuk menjawab isu-isu strategis.
  • Survei, di antaranya adalah inventarisasi situasi eksisting dan karakteristik area perencanaan pariwisata.
  • Analisis dan sintesis, di antaranya adalah analisis hasil survei dan sintesis untuk merumuskan rencana dan rekomendasi.
  • Perumusan kebijakan dan rencana, di antaranya adalah merumuskan alternatif perencanaan.
  • Rekomendasi, di antaranya adalah pilihan rencana yang tepat dengan tujuan dan sasaran.
  • Implementasi, di antaranya adalah pelaksanaan rencana terpilih.
  • Pengawasan dan evaluasi, di antaranya adalah pengawasan yang terus menerus dan memberikan umpan balik guna penyesuaian dan penyempurnaan perencanaan.

Menuju Pariwisata Konvensional ke Ekowisata

Ekowisata dikembangkan sebagai reaksi atas berbagai dampak negatif dari pengembangan pariwisata konvensional yang bersifat masal.

Tujuan pengembangan ini adalah untuk meningkatkan kualitas jasa lingkungan dan kualitas hidup masyarakat di sekitarnya.

(Fennell, 2003) menekan bahwa pariwisata konvensional memiliki pandangan yang berlaku sama terhadap produk pariwisata (padahal setiap produk memiliki keunikan tersendiri), sangat berorientasi pada keuntungan, mengabaikan elemen sosial budaya dan lingkungan, serta antroposentris.

Ekowisata juga disebut-sebut sebagai kegiatan pariwisata alam yang berkontribusi langsung terhadap perlindungan spesies dan habitat sebagai basis atraksi, sehingga secara tidak langsung memberikan manfaat ekonomi pariwisata bagi masyarakat lokal. Dengan kata lain, ekowisata dapat menyeimbangkan antara upaya konservasi dan program pembangunan.

Sementara itu, menurut Wallace dan Pierce (1996), ekowisata sebagai suatu perjalanan ke tempat yang masih alamiah untuk tujuan pembelajaran/ penelitian, mengisi waktu luang/rekreasi, dan secara sukarela memberikan bantuan material dan non material atau volunteer assistance.

Selanjutnya, perjalanan yang dilakukan memberikan perhatian lebih terhadap pelestarian flora dan fauna, geologi, serta ekosistem, termasuk di antaranya masyarakat yang berada di sekitarnya (keberlanjutan nilai sosial budaya, tata hubungan, serta pemenuhan kebutuhan masyarakat lokal).

Untuk itu, UNEP atau United Nations Environmental Program dan WTO atau World Tourism Organization (2002) mengusulkan beberapa kriteria untuk mendefinisikan ekowisata, meliputi:

  • Produk pariwisata berbasis alam.
  • Dalam pengelolaanya berdampak minimal terhadap lingkungan fisik, sosial dan budaya.
  • Menyertakan pengalaman yang bersumber dari pembelajaran terhadap lingkungan alamiah.
  • Memberikan kontribusi terhadap konservasi keanekaragaman hayati.
  • Menyediakan manfaat bagi masyarakat lokal.

Demikian, semoga uraian di atas bermanfaat.

Referensi buku: Pariwisata Berbasis Masyarakat, I Made Adikampana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun