Mohon tunggu...
Sandra Suryadana
Sandra Suryadana Mohon Tunggu... Dokter - 30 tahun lebih menjadi perempuan Indonesia

Memimpikan Indonesia yang aman bagi perempuan dan anak-anak. More of me: https://sandrasuryadana.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Negara Terburuk dan Terbaik untuk Penyandang Disabilitas

25 Februari 2018   15:57 Diperbarui: 25 Februari 2018   16:31 1911
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Shutterstock

Tahukah Anda negara mana yang paling buruk untuk menjadi penyandang disabilitas? Bagi kita yang sudah sering mendapat juara atau minimal 10 besar dalam kategori-kategori buruk mungkin mulai deg-degan. Apakah Indonesia?

Di negara ini, kira-kira 10% warganya menyandang disabilitas. Ada yang difabel sejak lahir karena banyaknya hubungan seksual tidak sehat termasuk hubungan sedarah, penyakit kelamin, dll juga karena kurangnya nutrisi selama kehamilan dan rendahnya kualitas pelayanan kesehatan. 

Banyak juga yang difabel karena kecelakaan sekali lagi karena rendahnya kualitas pelayanan kesehatan dan tidak adanya keamanan kerja atau perlindungan pekerja. Kondisi yang seharusnya bisa segera diatasi dengan cepat menjadi neglected,makin sulit diatasi dan menjadi kecacatan tetap.

Anak-anak yang terlahir dengan disabilitas dianggap sebagai kutukan atau korban ilmu hitam atau santet dari orang yang iri dengan orang tuanya. Anak-anak ini kemudian akan dibawa ke dukun untuk "dikembalikan ke dunianya" alias dibunuh, dibuang ke sungai. Atau bila orang tua tidak punya biaya untuk pergi ke dukun yang harganya cukup mahal, anak-anak tersebut akan ditinggalkan begitu saja di pinggir jalan sampai diambil oleh LSM atau orang yang cukup peduli.

Bila anak-anak itu sudah terlanjur tumbuh dewasa, orang tua tetap akan ke dukun untuk "berobat". Pengobatan yang ditawarkan adalah berupa pengobatan herbal dan doa-doa untuk mengusir roh jahat. Tidak jarang bila roh jahat yang merasuki dianggap cukup kuat, mereka akan dirantai entah sampai kapan.

Pemerintah hanya mampu beretorika tetapi tidak mau melihat betapa parahnya keadaan di negeri mereka dan seakan tidak mampu mengubah pola pikir dan perilaku masyarakat. Sekolah dan balai pengobatan yang seharusnya disediakan oleh pemerintah justru dikelola secara swadaya oleh masyarakat dan organisasi nirlaba.

Apakah sudah makin deg-degan karena banyak fakta yang terdengar cukup familiar dengan negara kita?

Shantau Rau Barriga, Direktur Bidang Hak Penyandang Disabilitas dari Human Right Watch yang sudah berkeliling dunia untuk melihat kondisi kehidupan warga difabel termasuk di Indonesia, menjawab dengan pasti, negara terburuk bagi penyandang disabilitas adalah Ghana. Fiuhh..

Penasaran dengan jawaban Shanta Rau Barriga, seorang presenter dan model asal Inggris, Sophie Morgan berangkat ke Ghana untuk membuktikannya sendiri. Sophie Morgan yang telah lumpuh separuh badan akibat kecelakaan yang dialaminya pada tahun 2006, saat ini mengabdikan dirinya untuk memperjuangkan hak-hak kaum difabel.

Dalam perjalanannya ke Ghana, Sophie melihat sendiri kenyataan yang bahkan tidak pernah dia bayangkan sebelumnya. Dokumentasi perjalanannya diangkat oleh BBC Three menjadi mini seri berjudul World's Worst Place to be Disabled.

Bagaikan bumi dan langit dengan di Ghana yang kondisinya begitu mengerikan, di Eropa warga difabel mendapat banyak kemudahan.

Di Perancis, penyandang disabilitas mendapatkan tunjangan dari pemerintah yang jumlahnya dihitung berdasarkan rata-rata gaji dalam 10 tahun terakhir. Jika orang tersebut masih bisa bekerja, tunjangannya sebesar 30% dari rata-rata gajinya, bisa mencapai 950 Euro setiap bulannya. Bagi yang sudah tidak bisa bekerja, tunjangannya sebesar 50% dari rata-rata gaji dengan plafon 1.585 Euro per bulan. 

Bagi mereka yang membutuhkan perawat khusus, pemerintah menambahkan lagi tunjangan sebesar 1.104 Euro per bulan. Bagi warga difabel yang tidak pernah bekerja juga bisa meminta tunjangan dari pemerintah sebesar 403 Euro untuk bujangan dan 666 Euro untuk pasangan. Bagi orang tua yang merawat anak difabel di bawah usia 20 tahun juga diberikan tunjangan pendidikan dan perawatan tergantung tingkat keparahan disabilitas si anak.

Di Jerman, anak-anak difabel otomatis mendapat asuransi kesehatan gratis dan mereka mendapatkan beberapa hak istimewa termasuk akses kursi roda dan penerjemah bahasa isyarat dalam kondisi tertentu. Perusahan yang mempekerjakan penyandang disabilitas mendapat keringanan pajak. Dana bantuan diberikan untuk renovasi  rumah menyesuaikan kebutuhan penyandang difabel sampai 2.557 Euro.

Di Swedia, bila seseorang menjadi difabel karena kecelakaan, akan mendapat bantuan dana untuk merenovasi rumah untuk memudahkan akses beraktifitas dalam rumah. Bahkan baru-baru ini.

Bila Anda ingin membangun rumah di Swedia, desain rumah Anda harus mudah disesuaikan untuk kejadian tidak diinginkan di masa depan, misalnya dapur harus ada di lantai dasar, kamar mandi cukup untuk kursi roda, paling tidak ada 1 ruangan di lantai dasar yang harus mudah diubah menjadi kamar tidur, meskipun tidak ada anggota keluarga yang difabel.

Kondisi di Indonesia memang tidak separah yang digambarkan dalam documenter Sophie Morgan di Ghana juga tidak masuk dalam daftar negara terburuk bagi penyandang disabilitas tetapi juga belum masuk dalam daftar negara terbaik. Jadi bisa dibilang Indonesia masih di area tengah-tengah, abu-abu, mediocre. Mungkin semua kebijakan pemerintah seperti 3 contoh di atas masih terasa jauh panggang dari api atau bahkan belum terpikir sama sekali.

Padahal Indonesia sudah menandatangani United Nations Convention on the Rights of Persons with Disabilities (UNCRPD) yang disahkan oleh PBB tahun 2006 sebagai bentuk komitmen negara kita untuk menjamin hak-hak asasi penyandang disabilitas setara dengan warga lainnya. Memang negara-negara Asia lainnya juga belum ada yang bisa menyaingi negara-negara Eropa dalam hal kesejahteraan warga difabel. Tetapi mudah-mudahan Indonesia bisa jadi pelopor. Yuk kita doakan bersama!

Referensi: hrw.org dan theguardian.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun