Ketika dipanggil, ia tidak selalu langsung merespons, dan jika diajak bicara, seringkali tidak cepat menyambung. Hal ini menunjukkan adanya disfungsi komunikasi antara stimulasi sensorik dengan proses respons otak, suatu ciri khas dari gangguan konsentrasi yang berakar dari gangguan neuropsikiatri dan bisa diperberat oleh kondisi saluran cerna.
Selain kesulitan konsentrasi, anak ini juga mengalami gangguan emosional. Ia menjadi mudah marah, cemas, dan kadang tampak murung tanpa sebab yang jelas. Gangguan suasana hati ini membuatnya lebih sulit menerima instruksi dan lebih cepat merasa gagal jika mengalami sedikit kesalahan.
Anak juga mengalami gangguan tidur, sulit tidur di malam hari dan bangun tidak segar di pagi hari. Selain itu, ia sangat aktif, bergerak terus, seolah tidak bisa diam. Ini menambah kesulitan dalam proses belajar di sekolah dan di rumah karena otaknya tidak mendapat waktu istirahat optimal.
Gut-Brain Axis dan Alergi PencernaanÂ
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa gut-brain axis, yaitu jalur komunikasi dua arah antara usus dan otak, sangat berperan dalam regulasi konsentrasi, mood, emosi dan perilaku. Pada keponakan ini, ditemukan adanya gangguan pencernaan berupa sembekit, mudah mual, mudah muntah, GERD, perut kembung, nyeri perut, mudah diare dan perubahan pola buang air besar yang ternyata berkaitan dengan alergi makanan.
Alergi makanan yang tidak terlihat sebagai reaksi kulit , sering bersin, sering batuk, batuk lama, tidir  ngorok atau sesak napas ternyata bisa menimbulkan reaksi dalam saluran cerna yang memengaruhi otak. Zat inflamasi dari usus yang terpapar alergen dapat masuk ke aliran darah dan menstimulasi respons otak, menyebabkan gangguan perilaku seperti cemas, hiperaktif, dan kesulitan fokus.
Gejala alergi saluran cerna ini antara lain kembung, nyeri perut, sering buang angin, sembelit atau diare, serta keluhan tidak nyaman setelah makan. Semua ini menyebabkan anak merasa tidak nyaman secara fisik, sehingga berdampak pada perilaku dan konsentrasinya.
Penanganan dan PemulihanÂ
Setelah dilakukan pengujian oral food challenge di bawah pengawasan dokter anak alergi dan imunologi, ditemukan bahwa anak ini alergi terhadap beberapa makanan tertentu seperti susu sapi dan pewarna buatan. Setelah menghindari makanan pemicu alergi, kondisi saluran cernanya membaik secara bertahap.
Perbaikan pencernaan ini diikuti dengan peningkatan kualitas tidur, stabilitas emosi, serta kemampuan berkonsentrasi. Hasilnya, prestasi akademik anak kembali membaik, dan ia kembali menikmati proses belajar tanpa hambatan seperti sebelumnya.
Poin Penting