Keponakan agak lain, saat balita diikenal sangat cerdas sejak dini tiba-tiba mengalami penurunan prestasi akademik secara drastis. Meskipun kemampuan memorinya luar biasa, anak ini mengalami kesulitan dalam belajar, kurang konsentrasi, dan menunjukkan perilaku hiperaktif di sekolah. Setelah pemeriksaan medis, ditemukan adanya gangguan konsentrasi yang berkaitan dengan gangguan pencernaan dan gut-brain axis. Perjalanan klinis keponakanku, tanda dan gejala yang muncul, serta hubungan antara alergi makanan, sistem pencernaan, dan fungsi otak. Penanganan melalui eliminasi makanan alergen secara medis menunjukkan hasil positif dalam perbaikan perilaku dan prestasi akademik anak.
Tidak semua anak berprestasi akademik tinggi harus selalu memiliki perjalanan belajar yang mulus. Dalam banyak kasus, anak-anak yang tampak sangat cerdas justru bisa mengalami hambatan belajar yang tidak terduga. Keponakan saya, seorang anak laki-laki yang sejak usia 5 tahun sudah mampu menghafal puluhan nama presiden dan ibu kota dunia, menjadi salah satu contohnya. Namun, prestasinya anjlok ketika duduk di kelas 3 SD, bahkan hampir tidak naik kelas.
Guru-gurunya mengakui bahwa anak ini sangat pintar, tetapi tidak fokus, suka berbicara di kelas, dan sulit duduk diam. Orang tua dan guru awalnya bingung hingga akhirnya dilakukan pemeriksaan lebih lanjut oleh dokter. Ditemukan bahwa ia mengalami gangguan konsentrasi yang berkaitan dengan masalah pencernaan, gangguan tidur, dan gut-brain axis, yaitu hubungan antara usus dan otak yang memengaruhi emosi, perilaku, dan kemampuan belajar.
Keponakaknku Pintar, Tapi Prestasinya MerosotÂ
Dulu, keponakanku selalu menjadi pusat perhatian karena kecerdasannya yang luar biasa. Ia sering menunjukkan pengetahuan yang jauh melampaui usianya. Namun, perubahan mulai tampak saat memasuki kelas dua dan tiga SD. Ia mulai kehilangan minat belajar, dan nilainya mulai menurun secara signifikan.
Guru sempat mengira bahwa ini adalah akibat dari perubahan minat atau kebosanan di kelas. Namun, ketika diperhatikan lebih lanjut, ternyata anak ini tidak dapat menyelesaikan tugas dengan baik, sering melakukan kesalahan sepele, dan tidak mendengarkan instruksi secara utuh. Bahkan dalam ujian, ia sering salah menjawab soal yang sebenarnya sudah ia kuasai karena tidak teliti.
Kondisi ini mengejutkan keluarga dan guru karena sebelumnya tidak ada keluhan serupa. Keputusan untuk membawa anak ke dokter spesialis anak dengan pendekatan neuropsikiatri dan pencernaan menjadi titik balik penting. Hasilnya mengarah pada gangguan konsentrasi dengan faktor pendukung berupa gangguan gut-brain axis yang sangat memengaruhi konsemtrasi, gangguan tidur, anak sangat aktif, gangguan mood, emosi dan perilaku anak.
Tanda dan Gejala Gangguan KonsentrasiÂ
Gangguan konsentrasi pada anak ini tampak dari kebiasaannya yang sering melamun dan tidak fokus saat belajar. Ia tampak kurang tertarik pada pelajaran, dan cenderung mudah teralihkan oleh hal-hal di sekitarnya. Bahkan saat belajar di rumah, anak ini tidak bisa duduk lama dan sering meninggalkan meja belajar dalam hitungan menit.
Kesulitan untuk mempertahankan fokus membuat anak tampak malas belajar. Bukan karena ia tidak mampu, tetapi karena ia cepat merasa bosan dan lelah secara mental. Sering kali, ia menjawab pertanyaan tidak sesuai, meskipun sebenarnya ia memahami materinya. Ini menunjukkan adanya masalah atensi dan proses kognitif.
Ketika dipanggil, ia tidak selalu langsung merespons, dan jika diajak bicara, seringkali tidak cepat menyambung. Hal ini menunjukkan adanya disfungsi komunikasi antara stimulasi sensorik dengan proses respons otak, suatu ciri khas dari gangguan konsentrasi yang berakar dari gangguan neuropsikiatri dan bisa diperberat oleh kondisi saluran cerna.
Selain kesulitan konsentrasi, anak ini juga mengalami gangguan emosional. Ia menjadi mudah marah, cemas, dan kadang tampak murung tanpa sebab yang jelas. Gangguan suasana hati ini membuatnya lebih sulit menerima instruksi dan lebih cepat merasa gagal jika mengalami sedikit kesalahan.
Anak juga mengalami gangguan tidur, sulit tidur di malam hari dan bangun tidak segar di pagi hari. Selain itu, ia sangat aktif, bergerak terus, seolah tidak bisa diam. Ini menambah kesulitan dalam proses belajar di sekolah dan di rumah karena otaknya tidak mendapat waktu istirahat optimal.
Gut-Brain Axis dan Alergi PencernaanÂ
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa gut-brain axis, yaitu jalur komunikasi dua arah antara usus dan otak, sangat berperan dalam regulasi konsentrasi, mood, emosi dan perilaku. Pada keponakan ini, ditemukan adanya gangguan pencernaan berupa sembekit, mudah mual, mudah muntah, GERD, perut kembung, nyeri perut, mudah diare dan perubahan pola buang air besar yang ternyata berkaitan dengan alergi makanan.
Alergi makanan yang tidak terlihat sebagai reaksi kulit , sering bersin, sering batuk, batuk lama, tidir  ngorok atau sesak napas ternyata bisa menimbulkan reaksi dalam saluran cerna yang memengaruhi otak. Zat inflamasi dari usus yang terpapar alergen dapat masuk ke aliran darah dan menstimulasi respons otak, menyebabkan gangguan perilaku seperti cemas, hiperaktif, dan kesulitan fokus.
Gejala alergi saluran cerna ini antara lain kembung, nyeri perut, sering buang angin, sembelit atau diare, serta keluhan tidak nyaman setelah makan. Semua ini menyebabkan anak merasa tidak nyaman secara fisik, sehingga berdampak pada perilaku dan konsentrasinya.
Penanganan dan PemulihanÂ
Setelah dilakukan pengujian oral food challenge di bawah pengawasan dokter anak alergi dan imunologi, ditemukan bahwa anak ini alergi terhadap beberapa makanan tertentu seperti susu sapi dan pewarna buatan. Setelah menghindari makanan pemicu alergi, kondisi saluran cernanya membaik secara bertahap.
Perbaikan pencernaan ini diikuti dengan peningkatan kualitas tidur, stabilitas emosi, serta kemampuan berkonsentrasi. Hasilnya, prestasi akademik anak kembali membaik, dan ia kembali menikmati proses belajar tanpa hambatan seperti sebelumnya.
Poin Penting
Gangguan konsentrasi pada anak cerdas sering kali bukan disebabkan oleh masalah akademik, psikologis atau kecerdasan itu sendiri, tetapi oleh kondisi medis tersembunyi seperti gangguan gut-brain axis pada alergi makanan. Masalah ini bisa memengaruhi emosi, tidur, anak sangat aktif dan perilaku anak secara menyeluruh.
Penting bagi orang tua dan guru untuk tidak hanya menilai anak dari prestasi akademik semata, tetapi juga memperhatikan tanda-tanda gangguan perilaku, konsentrasi, dan pencernaan. Pemeriksaan menyeluruh sangat dibutuhkan untuk menyingkap akar masalah.
Dengan pendekatan yang tepat melalui eliminasi makanan alergen dan perbaikan sistem pencernaan, fungsi otak dan perilaku anak bisa kembali normal. Anak cerdas pun bisa kembali berprestasi dan berkembang secara optimal sesuai potensinya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI