5. Menjadi Diri Sendiri Memang Sulit tetapi Harus
Selaku makhluk sosial, kita, manusia, dirancang untuk saling mempengaruhi dan membutuhkan. Sayangnya, keterikatan sosial ini acapkali kita biarkan menerobos terlalu dalam menerabas batas teritori diri kita sebagai individu. Untuk itu, dalam tulisan ini, saya mengimbau kita semua untuk memeriksa pribadi kita masing-masing. Apakah dengan bergaul dan bermasyarakat, termasuk dalam dunia maya, kita membiarkan diri kita terintervensi dan didikte oleh lingkungan, entah dalam soal selera atau dalam hal gaya hidup atau dalam aspek apapun?
Bilamana ada sedikit saja indikasi ke arah sana, kita perlu ambil waktu sebentar untuk memandangi gambaran diri kita. Selain makhluk sosial, kita ini pun makhluk pribadi. Harus ada batas yang tegas antara wilayah diri pribadi kita dengan dunia luar, termasuk lingkungan kita sehari-hari. Dan batas itu wajib dihargai oleh siapapun. Terutama dan pertama-tama oleh diri kita sendiri dulu. Penghormatan itu harus kita kerjakan dengan cara mengenali, mengapresiasi, mencintai, dan memoles jatidiri kita.
Apa yang kita pikirkan, yakini, dan rasakan, serta apa yang kita putuskan dan lakukan berdasarkan ketiga hal tadi, semuanya haruslah otentik. Dan kita harus berani untuk menjadi otentik, sekalipun otentisitas kita itu membuat kita terlihat berbeda dengan lingkungan, dan perbedaan itu bisa jadi justru menghasilkan reaksi negatif dari orang lain, terutama yang ada di sekitar kita.
Namun, bukan berarti kita harus menarik diri dari dunia luar. Dan bukan juga berarti kita boleh asal berbeda. Memang sulit, tetapi di situlah seninya! Kita mesti banyak berkontemplasi untuk mengevaluasi terus langkah kita. Karena, di satu sisi, kita wajib tetap menjadi diri sendiri, namun di sisi seberang pada saat bersamaan, kita pun wajib tetap menjadi bagian dari lingkungan kita dan dunia.
Semakin kita rajin dan gigih memperjuangkan keseimbangan keduanya, yang dibarengi dengan kontemplasi berupa meditasi doa dan swa-evaluasi, akan tambah mahir kita, dan akan makin dekat kita dengan kondisi keseimbangan ideal. Kemahiran dan kondisi makin dekatnya kita dengan keseimbangan kehidupan privat dan sosial itulah yang sesungguhnya merupakan “kekinian” sejati!