Mohon tunggu...
sampe purba
sampe purba Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Insan NKRI

Insan NKRI

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Geopolitik Klasik Kontemporer, Masihkah Relevan?

29 Mei 2022   20:56 Diperbarui: 2 Juni 2022   09:00 2284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi Geopolitik Global. (sumber: kompas.id/HERYUNANTO )

Penguasaan maritim memungkinkan penetrasi hingga ke rimland. Adapun konsep penguasaan dirgantara dikembangkan oleh De Seversky (2014). Kendali atas ruang udara dipercaya merupakan kekuatan mobilitas yang meningkatkan keunggulan militer suatu negara.

Geopolitik tahap tiga -- yang didukung oleh Henry Kissinger (1994) -- dipusatkan pada politik pembendungan (containment policy) terhadap Uni Soviet dan Negara-negara sekutu Timurnya, terhadap Barat yang dipimpin oleh Amerika Serikat, yang ditandai dengan perang dingin. 

Slater (2004), Taylor (1979) dan Nyerere (1983) dengan pendekatan pragmatis universalistik menawarkan pandangan berbeda. Menurut mereka, yang terjadi adalah imperialisme gaya baru, di mana negara-negara industri maju (utara) mendominasi dan mendiktekan gerak ekonomi dan politik negara-negara berkembang (selatan).

Geopolitik tahap empat merupakan pertarungan sumber daya. Negara pemilik sumber daya alam yang tidak disertai dengan kapasitas untuk mengelola rantai pasok dan rantai produksi akan dapat terjerumus kepada kerawanan sistemik (Le Billon, 2005). 

Sumber daya minyak, gas, batubara maupun mineral strategis merupakan fokusnya. Klare (2002) mengatakan bahwa gelar militer tidak lagi berdasarkan pertarungan ideologi, tetapi telah bertransformasi ke proyeksi pengamanan rantai pasok, produksi hingga pemasaran.

Geopolitik tahap lima menganalisis keterkaitan antara sumber daya, rantai pasok, dan infrastruktur. Konflik teritorial bergeser menjadi konflik konektivitas (connectography, Khanna, 2016). 

Wujudnya saat ini dapat dilihat dalam persaingan antara poros RRC dengan poros Amerika Serikat di palagan Pacific. RRC dengan Belt and Road Initiative (BRI) mencoba memainkan peran global dengan strategi konektivitas infratruktur di Asia Pacific hingga Afrika di jalur laut, serta melalui Asia Tengah menuju Eropa di track darat. 

Kerja sama investasi, logistik, pembiayaan yang terinterkoneksi dengan kebijakan di semua negara mitra dan organisasi internasional dapat dipandang sebagai penguatan atau pengikatan pengaruh geopolitik.

Kebijakan RRC ini mendapat tantangan dari Amerika Serikat, dengan jargon Free and Open Indo Pacific (FOIP). Amerika Serikat dengan sekutu utama Australia, Jepang dan India mencoba menghempang laju pengaruh RRC. 

Keempat negara tersebut yang lazim disebut QUAD, juga menjalin mitra strategis dengan Korea Selatan, Taiwan dan Negara lain di kawasan. 

Kunjungan kenegaraan pertama Presiden Joe Biden ke Korea Selatan dan Jepang merupakan penguatan sinyal persekutuan sekaligus perlawanan tersebut. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun