Mohon tunggu...
Elang Salamina
Elang Salamina Mohon Tunggu... Freelancer - Serabutan

Ikuti kata hati..itu aja...!!!

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jadi Tahanan Rumah Pemimpin Orba, Bung Karno Tolak "Diculik" KKO

3 Oktober 2020   01:13 Diperbarui: 3 Oktober 2020   01:17 1477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Revolusi hanya benar-benar revolusi jika ini adalah perjuangan terus-menerus -- bukan hanya perjuangan eksternal melawan musuh, tapi perjuangan batin, berjuang dan menundukkan semua aspek negatif yang menghambat atau merusak jalannya revolusi. Dalam pencerahan ini, revolusi adalah ... sebuah simfoni kemenangan atas musuh dan diri sendiri.".... 

NARASI di atas adalah quote atau pernyataan dari Bung Karno. Beliau adalah Presiden pertama Republik Indonesia, pendiri bangsa, bapak Proklamator dan masih banyak lagi nama julukan yang melekat terhadap dirinya. Hal tersebut membuktikan bahwa Bung Karno adalah seorang manusia luar biasa yang mungkin sulit dicari tandingannya di tanah air, saat ini. 

Namun, siapa sangka, segala jasa, pengorbanan dan perjuangannya demi memajukan bangsa ini tiba-tiba hancur berkeping-keping oleh peristiwa Gerakan 30 September  (G30S) 1965. Di mana peristiwa yang menewaskan enam orang jendral dan satu perwira pertama itu seolah menjadi liang kubur bagi Bung Karno menuju akhir kekuasaan. 

Ya, setelah peristiwa malam jahanam tersebut legitimasi masyarakat terhadap Bung Karno mulai runtuh. Karena dianggap berpihak pada Partai Komunis Indonesia (PKI) yang diduga kuat sebagai dalang penculikan dan pembunuhan para perwira TNI Angkatan Darat (AD) dimaksud. 

Kondisi di atas diperparah dengan kondusifitas keamanan dan situasi ekonomi bangsa benar-benar berada pada titik terendah, yang memicu pergolakan pemuda dan mahasiswa untuk melakukan aksi protes besar-besaran. 

Dari sini, perlahan tapi pasti, kekuasaan Bung Karno selaku presiden dan pemimpin besar revolusi mulai "dilucuti". 

Puncaknya terjadi pada 22 Februari 1967, Putra Sang Fajar bertekuk lutut dan menyerahkan kekuasaan eksekutifnya terhadap pengemban Surat Perintah 11 Maret (Supersemar), Soeharto. Putusan tersebut dipertegas dengan terbitnya TAP MPRS No. XXXIII tahun 1967 yang isinya mencabut kekuasaan Presiden Sukarno dan menetapkan Soeharto sebagai pejabat presiden. 

Selepas tak menjabat presiden, kisah pilu Bung Karno dimulai. Pertama-tama Bung Karno harus angkat kaki dari Istana Negara, dan ditempatkan di paviliun Istana Bogor. Namun, Bung Karno tidak lama berada di sana, karena dia merasa tidak betah masih berada di sekitar lingkungan istana. 

Berkat izin Soeharto, tak lama kemudian Bung Karno pindah ke rumah peristirahatan yang berlokasi di Batutulis, Bogor. Akan tetapi, seperti dikutip dari Tirto.id, Bung Karno kembali minta pindah karena merasa tertekan gara-gara hampir tiap hari dinterogasi. 

Bung Karno coba menulis surat yang isinya meminta izin pada Presiden Soeharto untuk kembali ke Jakarta. Permintaan tersebut dikabulkan. Dan, akhirnya beliau pun tinggal di Wisma Yaso. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun