Mohon tunggu...
Elang Salamina
Elang Salamina Mohon Tunggu... Freelancer - Serabutan

Ikuti kata hati..itu aja...!!!

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Heboh Surat Bos Jarum untuk Jokowi hingga Dugaan "Main Mata"

15 September 2020   13:09 Diperbarui: 15 September 2020   14:12 1131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Tetapi kalau itu yang mengirim adalah orang terkaya Budi Hartono, kok bisa? Agak kurang lazim," -- Refly Harun 

NARASI di atas adalah penggalan keterangan yang dilontarkan oleh pakar Hukum dan Tata Negara, Refly Harun, saat menyoroti viralnya surat dari Bos Jarum, Budi Hartono terhadap Presiden Republik Indonesia (RI), Joko Widodo (Jokowi).

Sebagaimana diketahui dan banyak diberitakan media massa tanah air, surat dari orang paling kaya di Indonesia untuk Presiden Jokowi tersebut berisi tentang keberatannya atas pemberlakuan kembali Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) oleh Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan. 

Dalam pandangan orang awam, boleh jadi surat dimaksud adalah hal biasa. Toh, sebagai warga negara rasanya tak salah jika menyampaikan unek-unek atau keluhan terhadap pemimpinnya. Lantaran, menginginkan pelayanan terbaik dari pemerintah. Namun, tidak halnya menurut pandangan Refly Harun. 

Salah seorang deklarator Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) tersebut menilai bahwa sikap yang dipertontonkan Budi Hartono tidak patut dilakukan seorang pengusaha besar terhadap pejabat negara, karena akan memantik kecurigaan dan pertanyaan besar masyarakat Indonesia. 

Refly mencurigai ada "main mata" atau hubungan tertentu antara Bos Jarum dengan orang nomor satu di tanah air tersebut. 

"Kalau partisipasi masyarakat, semua orang boleh mengirimkan surat ke presiden karena bagian dari bentuk aspirasi. Namun, kalau itu yang mengirim adalah orang terkaya Budi Hartono, kok bisa? Agak kurang lazim," ujar Refly. Refly Harun, Senin (14/9/2020). Dikutip dari Suara.com. 

"Jangan-jangan berjasa banyak terhadap kemenangan Jokowi. Sebab mereka tidak sendirian, bisa bersama-sama rekan lainnya untuk mempengaruhi politik Indonesia," imbuhnya.  

Masih dikutip Suara.com, lebih jauh Refly menegaskan alasan dirinya getol menghapus presidential Threshold, agar peranan orang-orang berduit makin berkurang. 

Karena itu, Refly menilai, surat tersebut bisa saja memiliki kekuatan untuk memberi efek terhadap jalannya pemerintahan. 

"Surat ini menjelaskan hubungan baik, surat ini dianggap bisa powerfull," kata Refly. 

Pernyataan Refly Harun tentu saja tidak perlu ditelan bulat-bulat, seolah apa yang dikatakannya itu nyata. Bagaimanapun, hal itu baru sebatas asumsi atau pendapat pribadi dirinya sehingga masih membutuhkan pembuktian lebih jauh. 

Kendati, memang tidak bisa dipungkiri, tidak etis namanya seorang penguasa sekaliber Budi Hartono terang-terangan melayangkan surat pada Presiden Jokowi, karena akan dianggap hanya mewaikili kepentingan usahanya pribadi. Bukan untuk kepentingan masyarakat banyak. 

Injak Rem Darurat 

Sebagaimana telah dibahas di atas, munculnya surat Bos Jarum, Budi Hartono diakibatkan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan memberlakukan kembali PSBB yang dianggapnya tidak tepat. Lantaran akan mengganggu laju pertumbuhan ekonomi. Kebijakan ulang itu sendiri sudah berlaku mulai kemarin, Senin (14/9/20). 

Keputusan yang diistilahkan injak "rem darurat" tersebut kembali diambil Anies Baswedan, lantaran penyebaran pandemi virus corona (covid-19) makin massif. 

Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini menilai, kondisi DKI Jakarta saat ini sangat darurat dibanding penyebaran wabah pandemi virus corona sebelumnya. 

Seperti kita ketahui bersama, Pemprov DKI Jakarta pernah menerapkan PSBB kurang lebih dua bulan lamanya. Hal itu mulai diberlakukan sejak 10 April 2020. 

Kebijakan ini akhirnya diganti dengan PSBB transisi pada 5 Juli 2020, karena merasa penyebaran virus asal Wuhan, China dimaksud dianggap relatif bisa teratasi. 

Pada fase PSBB transisi ini, Anies kembali memperbolehkan sektor ekonomi dan sosial berjalan, meski dengan sejumlah syarat protokol kesehatan. 

Namun, realita di lapangan ada beberapa kegiatan potensial melanggar protokol kesehatan justru diabaikan. Seperti demo massa dan deklarasi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI). 

Dampaknya, lonjakan kasus positif yang diakibatkan virus corona di DKI Jakarta kembali meninggi.

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun