C (Consequence) Ini adalah perasaan yang muncul akibat dari Pikiran (B), bukan akibat langsung dari Peristiwa (A).
B. Rasionalitas sebagai Kekuatan Positif
Ellis percaya bahwa penderitaan emosional manusia sering kali berasal dari pikiran irasional. Ini sering kali berbentuk keyakinan yang berlebihan atau mengandung kata "harus." Ia mengajarkan kita untuk mengoreksi cara berpikir yang salah agar lebih sesuai dengan kenyataan. Berpikir rasional dan positif ini ni bukan berarti menipu diri dengan optimisme kosong, melainkan berpikir secara logis dan sehat. Hasilnya dengan mengubah pikiran yang keliru, seseorang bisa mengubah perasaannya dari cemas menjadi tenang. Inilah inti dari positive thinking therapy yang menjadi dasar CBT (Cognitive Behavioral Therapy).
C. Relevansi Filosofis dan Kesimpulan
Pemikiran Ellis mirip dengan Stoa (Marcus Aurelius) karena sama-sama menggeser fokus dari dunia luar ke dunia di dalam. Fokus Ellis menekankan kekuatan logika dan kesadaran rasional dalam membentuk emosi. Ia menyebutnya sebagai tanggung jawab intelektual untuk memilih cara berpikir yang sehat.
Intinya adalah pergeseran fokus dari menerima realitas eksternal menuju kekuatan pikiran untuk mengubah dan menciptakan realitas internal.
Stoisme berfokus pada Penerimaan Realitas dan memisahkan apa yang bisa dikendalikan (Virtue---pikiran dan reaksi kita) dari yang tidak (Fortuna---peristiwa luar).
Nietzsche meningkatkan level penerimaan menjadi Afirmasi/Cinta Aktif terhadap seluruh aspek kehidupan, termasuk penderitaan (Amor Fati dan Ja Sagen).
William James membawa pemikiran ini ke tahap Penciptaan, percaya bahwa keyakinan (The Will to Believe) dapat mendahului bukti dan menciptakan realitas baru.
Albert Ellis mengkonkretkan hal ini melalui Psikologi Rasional (Model ABC), menunjukkan bahwa emosi negatif (C) selalu merupakan hasil dari keyakinan irasional (B), dan dengan mengubah B, kita menjadi arsitek emosi kita sendiri.