REFLEKSI IMAN: YESUS UNTUK ORANG-ORANG DISABILITAS
*Salmun Ndun,S.Pd., Guru UPTD SMP Negeri 1 Lobalain, Kab. Rote Ndao
Dalam ibadah minggu 14 September 2025, Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) mengangkat perenungan firman dari Yohanes 9:1-12 dalam terang tema "Yesus untuk Orang-Orang Disabilitas." Tema ini hadir sebagai wujud kepedulian gereja terhadap realitas kehidupan banyak saudara yang hidup dengan keterbatasan, baik secara fisik maupun sosial.
Dalam teks Alkitab tersebut, kita melihat Yesus berjumpa dengan seorang yang buta sejak lahir, sebuah kondisi yang sering dipandang masyarakat pada zaman itu sebagai akibat dosa atau kutukan. Namun, Yesus membalikkan cara pandang tersebut dengan menegaskan bahwa keadaan itu bukanlah hasil dari dosa pribadi atau keluarganya, melainkan ruang bagi karya Allah dinyatakan. Inilah pesan yang penting dan relevan bagi gereja masa kini, ketika stigma, diskriminasi, dan keterasingan masih kerap dialami oleh saudara-saudara disabilitas dalam kehidupan sehari-hari.
Konteks firman ini mengajak jemaat untuk melihat orang-orang disabilitas bukan sebagai beban atau objek belas kasihan, melainkan sebagai pribadi yang berharga di hadapan Allah. Yesus hadir membawa terang, memulihkan martabat, dan menunjukkan bahwa karya Allah justru nyata melalui keterbatasan manusia. Dari perjumpaan-Nya dengan orang buta sejak lahir, ada pesan religius bahwa disabilitas tidak pernah meniadakan kasih Allah, bahkan sebaliknya, menjadi kesempatan bagi setiap orang untuk menyaksikan kuasa dan kemuliaan-Nya.
Kehadiran Yesus menghampiri orang buta dan membuatnya bisa melihat telah membuktikan bahwa ada terang yang dibawa. Tindakan Yesus itu bukan sekadar mukjizat fisik, tetapi ada simbol terang yang mengalahkan kegelapan. Yesus menunjukkan kepedulian yang nyata: Ia mendekat, menyentuh, dan memulihkan, sehingga orang buta itu dapat melihat kembali. Bagi orang-orang disabilitas, peristiwa ini menghadirkan pengharapan bahwa Yesus tidak pernah menyingkirkan mereka, melainkan hadir untuk mengangkat martabat dan memberi kehidupan baru. Pesan universal yang tersampaikan lewat tindakan Yesus ini adalah bahwa setiap manusia, dengan segala keterbatasan maupun kelebihannya, tetap berharga dan dikasihi di mata Tuhan.
Hal ini menunjukan ada nilai kesaksian dari suatu keterbatasan. Melalui penglihatan dari orang buta yang disembuhkan itu telah menjadi saksi hidupnya kuasa Allah di tengah masyarakatnya. Dari keterbatasan yang ada, melahirkan sebuah kekuatan baru untuk bersaksi tentang kasih dan kuasa Yesus. Belajar dari kisah ini mengajarkan bahwa kesaksian tidak harus lahir dari kelebihan, melainkan justru dari kelemahan yang disentuh dan diubahkan oleh Tuhan. Hal ini memberi inspirasi bahwa orang-orang disabilitas pun dipanggil untuk menjadi pembawa terang Kristus, menunjukkan bahwa kehidupan mereka pun memiliki makna dan tujuan mulia dalam rencana Allah.
Oleh karena itu, penting memahami dalam konteks beriman bahwa Yesus datang bukan hanya untuk orang kuat, sehat, dan sempurna menurut ukuran dunia, tetapi juga untuk mereka yang hidup dengan segala bentuk keterbatasan, termasuk saudara-saudara disabilitas. Kisah penyembuhan orang buta sejak lahir dalam Yohanes 9:1-12 menegaskan bahwa kasih dan kuasa Allah tidak pernah terbatas oleh kondisi manusia, justru dalam keterbatasan itulah karya-Nya semakin nyata.
Karena itu, marilah kita merenung: apakah kita sudah sungguh menjadi perpanjangan kasih Yesus bagi mereka yang sering terpinggirkan dan dipandang sebelah mata? Jangan sampai sikap kita menutup mata terhadap kehadiran mereka, padahal Yesus sendiri mengajarkan untuk merangkul, mendukung, dan mengasihi. Semoga kita menjadi pribadi-pribadi yang mampu menyalakan terang itu lewat kepedulian, menghapus stigma, serta menghadirkan kasih yang memulihkan bagi setiap orang, tanpa terkecuali.(*)